Jumat, 14 April 2017

Mengenali Diri Sendiri dan Perannya dalam Pengasuhan

Mengenali diri sendiri dan perannya dalam pengasuhan

Jiwa adalah ruang. Maka ia akan terisi oleh apa yang dimasukan ke dalamnya, dan akan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya. Hal ini juga berlaku bagi pelaksanaan pengasuhan.

Seringkali tanpa kita sadari, pola asuh yang kita terapkan ke anak sama dengan pola asuh yang diterapkan oleh orangtua ke kita, walaupun kita tidak menyukai cara pengasuhan orangtua kita tersebut. Hal ini bisa dijelaskan dengan pemaparan saya tentang jiwa tadi. Bahwa ia hanya akan mengeluarkan sesuatu yang dimasukan ke dalamnya. Hal ini juga sejalan dengan apa yang dikatakan Dan Siegel di dalam buku "Peaceful parent, happy kids" karya Dr. Laura,

"tanpa adanya refleksi atau perenungan, sejarah akan berulang dengan sendirinya... penelitian penelitian telah menemukan bahwa kedekatan antar anak kita dengan kita, dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada diri kita sewaktu kecil, jika kita tidak menyadari proses serta memahami pengalaman pengalaman tersebut".

Contoh. Ada seorang anak yang dibesarkan dengan interaksi yang minimal antara orangtua dengan anak karena orangtua sibuk bekerja. Dan ketika bertemupun, orangtua cenderung mengabaikan kebutuhan anak karena ia sudah terlalu lelah. Maka, ketika ia memiliki anak, hal yang serupa  berulang. Mengapa, karena dalam memorinya, tidak ada satupun data atau file yang bisa ia temukan tentang bagaimana berinteraksi dengan anak saat bersama orangtuanya dulu. Hal inilah yang disebut Dan Siegel bahwa sejarah akan berulang JIKA kita tidak menyadarinya.

Lalu apa hubungannya dengan mengenali diri sendiri?

Seperti yang pernah saya sampaikan, mengenali diri sendiri bukan hanya mengenali identitas dan karakter diri kita yang sudah terbentuk saat ini, tapi juga menghayati bagaimana kita tumbuh dan berkembang sejak kita berada dalam kandungan atau sebelumnya. Termasuk didalamnya memahami karakter orang orang yang memiliki pengaruh signifikan serta kondisi kondisi yang menyertai saat kita tumbuh (misal kondisi emosi ibu saat hamil, kondisi keterlibatan ayah dalam pengasuhan, dsb)".

Dengan mengenali diri sendiri, kita akan melakukan apa yang disebut refleksi atau perenungan seperti yang dikatakan Dan Siegel di atas, sehingga kita bisa hadir dan memahami proses proses yang terjadi selama pengasuhan saat kita kecil. Hal ini yang nantinya dapat membantu kita untuk memutus mata rantai dari pengasuhan yang dianggap kurang tepat dari orangtua kita.

Salah satu cara memutus rantai tersebut adalah dengan menghadirkan pengalaman pengalaman yang ingin kita berikan dalam pengasuhan kita kepada anak, namun tidak sempat diberikan oleh orangtua kita. Misal dalam contoh di atas, jika ia ingin mampu berinteraksi dengan anaknya, maka memperbanyak pengalaman berinteraksi dengan anak akan membantunya dalam memutus rantai tersebut. Karena seperti yang saya katakan sebelumnya, jiwa berisi tentang apa yang masuk ke dalamnya dan akan mengeluarkan apa yang ada didalamnya. Dengan menyadari apa yg kurang dari pengasuhan orangtua kita, maka kita akan berusaha untuk memasukan memori memori yang belum ada didalam jiwa sehingga kita bisa mengeluarkannya.

Sebagai penjelasan contoh di atas,
Ada seorang anak yang merasa merasa orangtuanya hanya memenuhi kebutuhan finansialnya dan mengabaikan kebutuhan kebutuhannya yang lain seperti kebutuhan kasih sayang, kebutuhan untuk berinteraksi, kebutuhan untuk merasa diperhatikan, dsb. Ia merasa itu kurang tepat dan tidak mau melakukan hal yang sama ketika ia punya anak nanti. Namun, alangkah kagetnya ia bahwa ketika ia punya anak, iapun melakukan hal yang sama. Ia sangat sulit berinteraksi dengan anak, tidak suka berbicara dengan anak, tidak suka menggendong, tidak bisa memahami anak, dan berbagai hal lainnya yang dulu ia pernah rasakan. Awalnya ia merasa bingung mengapa hal tersebut terjadi padahal ia sudah sangat berusaha keras untuk tidak mengulangi pengasuhan yang sama seperti yang dilakukan oleh orangtuanya. Setelah ia mencoba menelusuri dan memahami bagaimana ia tumbuh dan berkembang, akhirnya ia bisa memahami bahwa hal tersebut terjadi karena minimnya memori interaksi antara dia dan orangtuanya sehingga ia pun butuh usaha yang sangat keras untuk berinteraksi dengan anaknya saat ini. Ia pun memilih untuk memutus mata rantai tersebut dengan memasukan banyak memori interaksi ke dalam dirinya. Ikut dalam kegiatan yang banyak melibatkan anak anak, memperbanyak interaksi dengan orang lain, dan berkomitmen untuk mengurus sendiri anak anaknya agar memperbanyak pengalaman dalam berinteraksi dengan anak sangat membantunya dalam memutus mata rantai tersebut.

Well, Penelusuran ini tentu saja tidak bisa dilakukan dengan sederhana. Ada syarat dan caranya sendiri yang perlu diperhatikan. Ada yang bisa melakukannya sendiri, ada yang butuh bantuan profesional seperti seorang psikolog. Ada yang bisa melakukannya dalam hitungan minggu. Ada pula yang membutuhkan waktu hingga puluhan tahun.

(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Piknik Yuk, Mak!

 Apa yang teman-teman pikirkan ketika mendengar kata ‘Piknik’? Topi dan kacamata hitam? Tikar dan rumput hijau membentang? Healing ? Kalau b...