Kamis, 06 April 2017

Sore itu Istimewa (bagian 2)

Dian memilih untuk tidak membalas sms itu. Ia memutuskan akan pulang ke Jakarta dan membuat kejutan. Memperlihatkan tulisan nya di koran secara langsung adalah ide yang baik pikirnya.

Maka iapun langsung bergegas ke kost. Membawa keperluan pribadi nya dan segera menuju ke terminal bis kota. Sepanjang perjalanan ia tidak mengkhawatirkan kondisi papa yg besok harus dioperasi. Karena dia berpikir sebelumnya papa pernah operasi dan pasca operasi kesehatannya kembali pulih. Saat ini pikirannya sedang disibukan dengan secarik kertas yg ada ditangan, tulisan yang akan ia jadikan kejutan untuk papa.

Selama di bis, ia terus berpikir. Apa memang menulis adalah jalan hidupnya? Apa memang ini yang membuat batinnya gelisah ketika papa bilang bahwa ia seharusnya jadi penulis? Apa ini yang membuat papa terasa istimewa karena berhasil melihat sesuatu yang terpendam meskipun mereka baru bertemu beberapa tahun yang lalu?  Apa ini yang membuat ia terus berkonflik dengan ayahnya karena ayahnya selalu meminta ia untuk meneruskan perusahaan ayahnya, tanpa mengindahkan bahwa sesungguhnya ia terlahir dengan peran sebagai penulis? Apa ini yang membuat Dian mencap dirinya sendiri sebagai anak yang tidak berguna karena tidak pernah bisa memuaskan harapan ayahnya sebagai ahli manajemen perusahaan?

Dianpun mengambil nafas panjang. Dibawanya memori memori hidupnya ke masa lalu. Memang tidak banyak saat saat dimana ia menulis. Karena ayahnya selalu mengatakan bahwa Dian terlahir untuk meneruskan perusahaan keluarganya. Doktrin yang ia dapatkan dari kecil sehingga ia tidak pernah berpikir untuk menyelami ilmu lain selain tentang manajemen perusahaan.

Namun seringkali alampun berkonspirasi. Ia ingat saat di smp ia menjadi wakil kelasnya untuk mengirimkan tulisan ke mading sekolah. Ia dan temannya terpilih karena tidak ada lagi yang mau berpartisipasi. Dari 20 peserta, hanya 10 peserta yang karyanya terpilih untuk dipajang. Dan karya Dian adalah salah satunya. Ini cukup aneh mengingat Dian hanya membuat tulisan itu sejam sebelum berangkat sekolah. Itupun didalam kendaraan. Dan teman sekelasnya yg juga mengikuti kegiatan ini malah tidak terpilih, padahal hampir seminggu ini ia tidak pernah meninggalkan kelas di jam istirahat karena sibuk mempersiapkan kompetisi ini.

Selain itu,Ia pun teringat saat ia diminta untuk menulis profil tentang organisasi ekskulnya saat di sma. Lagi lagi ia diminta karena tidak ada yg mau melakukannya. Dan diluar dugaan, hasil tulisan yg ia buat saat pelajaran sejarah justru disukai banyak orang. Padahal ia sama sekali tidak bersungguh sungguh ketika menulisnya.

Bis hampir tiba di kota jakarta dan pikiran dian masih melompat lompat kemana mana. Ia coba ingat ingat apa yang ia rasakan ketika ia menulis. Mencoba menghayati agar ia benar benar memahami tentang dirinya. Sejujurnya, ia memang merasa nyaman ketika ia sedang menulis. Berbagai pikiran, ide, dan rasa yang selama ini hanya muncul sebagai kecemasan menjadi sebuah aliran yang menenangkan. Seperti ada ribuan beban yang keluar ketika ia menuliskan kata demi kata sehingga ia merasa sangat nyaman. "Mungkin aq memang terlahir untuk menulis," batinnya.

Bispun sampai dijakarta. Dia  langsung ke rumah sakit tempat papa dirawat. Ia tau dimana rumah sakit itu karena papa hanya mau pergi ke tempat itu ketika sakit.
Setelah sampai tumah sakit Dian menghubungi mama, mengatakan bahwa ia sudah ada dirumah sakit dan menanyakan di kamar mana papa dirawat. Setelah mendapatkan data kamarnya, Dian langsung pergi kesana. Ia berpesan kepada mama utk tidak menceritakan dulu kedatangannya agar papa terkejut.


Sampai kamar, terlihat hanya ada mama dan papa. Mama sedang memegang sendok dan piring. Sedangkan papa sedang berbaring dikasur. Sepertinya mama sedang berusaha membujuk agar papa mau makan. Tapi papa menolak.

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikumsalam", jawab mama. Papa hanya melirik sebentar.

"Apa kabar pa, ma?" Dianpun menyalami papa dan mama

"Susah makan neng papa nih. Bandel dibilanginnya", kata mama

Dianpun hanya tersenyum.

"ini aku bawa kejutan untuk papa. Tulisan aku dimuat disurat kabar sesuai permintaan papa," kata Dian sambil mengeluarkan secarik kertas.

Papapun melirik.

"Ini aq kasih ke mama ya tulisannya. Papa baru boleh baca kalau udah sembuh. Makanya banyak makan biar cepet sembuh", kata Dian.

Papapun tersenyum. Dan tiba tiba telfon dian berdering. Dian pamit keluar ruangan  untuk menerima telfon itu. Terlihat sekilas papa bersedia disuapi mama setelah mama mengatakan bahwa Dian telah datang jauh jauh hanya untuk melihat papa sembuh.

Ternyata telfon itu dari temannya yang meminta dian untuk bertemu. Ia memiliki buku yg penting utk skripsi dian dan menyuruh dian untuk mengambil sekarang karena besok ia harus keluar negeri. Setengah bergegas, Dian pamit untuk pergi dan berjanji besok akan datang lagi sebelum papa masuk ruang operasi untuk memberikan semangat. Papapun mengiyakannya.

Besoknya dian kembali datang kerumah sakit. Ia tidak punya firasat apa apa. Setelah masuk ruangan, ia menemui papa yang sedang dipersiapkan untuk masuk ruang operasi. "Semangat ya pa," kata dian yg dibalas acungan jempol dari papa.

Setelah operasi dian mendapatkan kabar bahwa keadaan papa tidak stabil dan harus dirawat di icu. Dian benar benar tidak mengerti apa yg sedang terjadi krn semua berlalu dengan cepat. Tiba tiba kerabat kerabat berdatangan dan ia serta seluruh keluarga papa  pindah ke ruangan tunggu dekat icu. Tidak ada yg boleh masuk ke ruang icu selain mama. Namun saat tengah malam tiba, mama meminta dokter untuk memperbolehkan satu per satu keluarganya menemui papa, termasuk Dian.

Dianpun kaget luar biasa ketika menemui papa. Betapa pria tegap yang ia kenal kini terbaring lemah. Berbagai selang dan alat menempel dibadannya seakan akan papa tidak bisa hidup tanpa seluruh peralatan itu. Air mata nya mengalir. "Astaga. Ternyata separah ini keadaan papa sekarang," lirih Dian.

"Pa, ini Dian,"kata mama berbisik dikupingnya.

Papa menoleh dengan lemah sambil mengedipkan matanya. Memberikan tanda bahwa ia telah menyadari kedatangan Dian. Kondisinya yang parah membuat papa perlu mengeluarkan energi yang besar hanya untuk melakukan hal tersebut.


"Cepet sembuh ya pa," kata dian dengan terisak. Ia tidak tau apa lagi yg harus ia ucapkan selain kata kata itu.

Setelah itu, dianpun keluar dan selanjutnya ia tidak tau lagi apa yang terjadi.Ia hanya bisa menangis tanpa sebab. Ia belum pernah merasa kehilangan siapapun untuk selamanya dan kini ia mulai takut hal tersebut akan terjadi.

Satu per satu keluarga papa berdatangan dari seluruh penjuru kota. Makin lama makin banyak. Dan Dianpun memutuskan untuk menginap dirumah sakit.

Keesokan paginya dian mendapatkan kabar bahwa kondisi papa semakin baik. "Dian,  kalau mau pulang dulu gapapa. Nanti sore balik lagi. Nanti mama kabarin perkembangan papa. Kasian kamu kalau harus nunggu terus dirumah sakit", kata mama.

Maka dianpun pamit untuk pulang. Diruangan itu sudah banyak orang sehingga dian takut akan terlalu sesak. Lagipula dian berpikir kalau ia istirahat sekarang, ia bisa menggantikan untuk menunggu nanti malam sementara orang lain beristirahat.

Di tengah perjalanan pulang, Dian ditelfon untuk diminta kembali lagi kerumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, betapa kagetnya Dian ketika mendapatkan kabar itu,

"Papa sudah tidak ada," kata mama sambil terisak.

Perkataan itu membuat ia lemas. "Papa sudah tidak ada, papa sudah tidak ada," kata kata itu mengiang dalam kepalanya, namun sama sekali tidak bisa dia cerna. Tangisnya pecah. Namun pikirannya masih kosong. Ia masih belum mengerti kenapa semua terjadi sedramatis ini. Kenapa papa justru pergi untuk selamanya dihari ketika ia berhasil mewujudkan permintaan papa untuk menulis. Kenapa papa pergi justru ketika hati dan pikirannya sedang dipenuhi harapan harapan. Kenapa papa pergi ketika ia ingin mengucapkan terimakasi yang begitu besar. Kenapa papa pergi dihari ketika ia merasa melakukan sesuatu yang benar, sesuatu yg membuat ia merasa berharga, tapi semua itu hilang dalam sekejap. Kenapa Tuhan seolah olahtidak mengijinkannya untuk merasakan bahagia. Kenapa semua terasa begitu tidak adil. Kenapa kenapa kenapa. Aaaargh!!!!

***

"Saya memutuskan untuk fokus menulis mba", katanya secara perlahan.

Setengah tidak percaya sayapun berhenti menuangkan air ke gelas dan memandangnya lekat lekat.

"Serius?"

"Iya. InsyaAllah . Ya mungkin kami akan mengalami kesulitan finansial karena saya harus melepaskan pekerjaan saya saat ini, tapi saya bahagia menjalankannya"

"Alhamdulillah. Lalu... gimana respon ayahmu?"

"Ayah...," jawab Dian ragu.

(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Piknik Yuk, Mak!

 Apa yang teman-teman pikirkan ketika mendengar kata ‘Piknik’? Topi dan kacamata hitam? Tikar dan rumput hijau membentang? Healing ? Kalau b...