Sabtu, 22 April 2017

Mengelola Rasa Marah (bagian 1)

Bagaimana Mengelola Rasa Marah
Selama kita merasa sebagai manusia, maka terkadang kita akan berada dalam posisi “flight or fight”, dan anak kita terlihat seperti musuh kita. Dan setiap kali kita tersapu oleh rasa marah, maka fisik kita pada dasarnya sudah bersiap untuk bertarung. Berbagai hormon dan neurotransmitter membanjiri tubuh kita. Hal ini menyebabkan otot otot kita menegang, denyut nadi meningkat, dan degup jantung berdenyut lebih kencang. Dan memang terlihat mustahil untuk bisa bersikap tenang jika kita mengalami hal tersebut, namun kita pasti tidak mau memukul anak kita bukan?

Jadi berkomitmenlah untuk tidak berteriak, memukul, mengancam, atau menyumpahi anak anda, karena hal tersebut menandakan bahwa anda sedang tantrum. Jangan pernah melakukan hal tersebut kepada anak anda. Jika terpaksa, maka lakukanlah hal tersbut diruangan yang berbeda dan tanpa suara.

Ketika anak anda sedang marah, dan anda marah juga, maka anda akan memberikan dua hal tidak baik kepada mereka. Yang pertama anda menyakiti mereka, yang kedua anda sedang mencontohkan berperilaku marah. Jadi, apa yang bisa kita lakukan ketika kita marah? Ini beberapa tipsnya:

Take five
Sadarilah bahwa marah bukanlah hal yang terbaik. Untuk itu, ketika anda merasakannya, maka berikanlah diri anda waktu sejenak dan kembalilah ketika anda sudah merasa tenang. Jika anak anda sudah cukup besar untuk ditinggalkan, maka pergilah sebentar ke kamar mandi, cuci muka, dan lakukanlah nafas panjang. Katakan pada diri anda, “saya terlalu marah sekarang untuk membicarakan hal ini. Jadi saya butuh waktu untuk menenangkan diri”. hal inibukan menunjukan bahwa anak anda menang, tapi menunjukan bahwa betapa beratnya pelanggaran yang ia buat. Hal ini juga mencontohkan kepada anak bagaimana melakukan kontrol diri. Jika anak anda tidak bisa ditinggal, maka datanglah ketempat yang terdekat, misal mencuci muka anda di tempat cuci piring, atau berdiam diri dibelakang pintu atau menjauh sedikit dari tempat dimana anak anda berada. Anak anak akan melihat anda, tapi itu tidak mengapa. Justru hal tersebut akan mengajarkan mereka bagaimana cara mengatasi emosi yang meluap-luap.

Bantu tubuh anda untuk mengurangi rasa marah
Ketika anda merasa marah, maka anda memerlukan cara untuk menenangkannya. Maka berhentilah, tarik nafas, dan ingatlah bahwa ini bukan dalam situasi darurat. Jika anda perlu mengeluarkan suara, maka cukup “hum”. cobalah untuk tertawa atau tersenyum karena hal tersebut akan membuat otak merespon bahwa ini bukanlah situasi yang mengancam anda. Cobalah pijat titik titik akupuntur yang dapat menenangkan anda. Mendengarkan musik dan menari juga salah satu yang bisa membuat tubuh anda menjadi tenang.

Ubah pikiran anda sehingga anda dapat mengubah perasaan anda
Jika anda berpikir bahwa anak anda adalah seseorang yang manja namun ingin tumbuh sebagai anak yang kuat, maka itu tidak akan membuat anda tenang. Tapi jika anda berpikir bawah”dia adalah anak saya dan memang sudah sewajarnya dia berperilaku seperti anak anak. Dia butuh rasa sayang saya dan bimbingan saya sebagai orangtuanya,” hal ini akan mempermudah kita untuk merasa tenang.

Pilihlah pertarungan anda
Setiap interaksi yang negatif mempertaruhkan hubungan anda dengan anak anda. Jadi fokuslah terhadap apa yang terjadi. Ketika anak anda menaruh jaket dilantai, hal tersebut memang menjengkelkan. Namun, sangat disayangkan jika hal tersebut memutus hubungan anda dengan anak anda.


Tetap ingin marah? Coba garis bawahi perasaan anda.
Jangan terlalu terikat dengan rasa marah anda. Ingatlah bahwa rasa marah adalah mekanisme pertahanan diri. Rasa marah melindungi kita dari perasaan tersakiti. Untuk mengatasi rasa marah, lihatlah perasaan luka atau ketakutan yang berada didalamnya. Jika kita merasa marah karena anak kita memukul adiknya, mungkin kita pernah dipukul oleh saudara kita dulu sehingga itu yang menyebabkan kita ingin marah.

(bersambung).  

Kamis, 20 April 2017

Meregulasi diri sendiri: Tanggung Jawab Utama sebagai Orangtua dan Cara Menyembuhkan Luka Masa Lalu

Bagian 1 (Meregulasi diri sendiri)

Tanggung jawab utama kita sebagai orangtua

Seorang anak akan berperilaku seperti seorang anak, dimana mereka adalah seseorang yang masih dalam proses belajar, memiliki prioritas yang berbeda, serta tidak selalu bisa mengatur emosi serta perilaku mereka. Sikap kekanak kanakan inilah yang seringkali membuat kita marah. Dan permasalahannya adalah, kita sebagai orangtua seringkali juga berperilaku seperti anak kita. Nah, untuk mendapatkan solusinya, kita perlu tumbuh lebih dewasa dibandingkan anak kita, jika kita ingin anak kita juga melakukan hal yang sama. Jika kita bisa melakukan hal tersebut, maka sejatinya kita sedang memberikan contoh kepada anak bagaimana melakukan regulasi emosi.

Ada alasan mengapa saat dipenerbangan, kita perlu memasang oksigen kita terlebih dahulu sebelum kita memasangnya ke anak. Karena anak tidak dapat menjangkau oksigennya dan belum bisa menggunakannya dengan benar. Sehingga sekalipun kita mengorbankan diri untuk memberkan oksigen terlebih dahulu ke anak, anak tetap tidak bisa menggunakannya. Jadi, tanggung jawab utama kita adalah menaruh oksigen ke diri kita dahulu sebelum ke anak.

Begitupun dalam kehidupan nyata. Setiap anak belum bisa mengontrol emosi dan perilaku mereka. Jadi, mereka butuh kita sebagai orangtua untuk membantunya seperti analogi pemakaian masker oksigen di atas. Namun terkadang, kita sebagai orangtua sering merasa stress, kelelahan, kosong, sehingga kita tidak bisa membantu anak dengan baik. Sama halnya ketika kita pingsan kehabisan oksigen ketika dalam penerbangan.

Jadi, tanggung jawab utama kita sebagai orangtua adalah memiliki kesadaran penuh terhadap kondisi inner state kita.

Memiliki kesadaran sepenuhnya/mindfulness bukan berarti kita tidak merasa marah. Namun, kita menyadari jika perasaan marah itu datang, tapi kita memilih untuk tidak bereaksi terhadap hal itu.

Emosi-emosi yang ada dalam diri kita penting, seperti lampu indikator di mobil kita yang memberitahu bahwa bensin kita akan habis. Jika kita melihat lampu indikator tersebut, kita tidak mungkin menangisi atau mengkhawatirkan kenapa lampu itu menyala bukan? Tapi kita mencoba untuk mencari tempat dimana kita bisa mengisi bensin kita lagi. Nah, tantangannya dalam mengatasi emosi manusia adalah seringkali kita bingung apa yang harus kita lakukan ketika kita mengalami hal tersebut. Dan biasanya, kita merespon emosi emosi negatif itu dengan salah satu dari 3 cara ini, yaitu melawan, menghindar, atau berdiam diri.

3 cara tersebut berfungsi ketika kita menghadapi situasi situasi darurat. Namun, pola asuh bukan hanya berbicara tentang keadaan darurat. Dan seringkali cara yang terbaik untuk menghadapi emosi emosi negatif yang kita alami ketika menerapkan pengasuhan dan dalam kehidupan adalah dengan merefleksikannya, bukan dengan bereaksi. Dengan kata lain, jangan melakukan apapun ketika kita merasa terpancing.


Putuskan mata rantai: Sembuhkan Luka Masa Lalu

“Tanpa adanya refleksi atau perenungan, sejarah akan berulang dengan sendirinya… penelitian penelitian telah menemukan bahwa kedekatan antara kita dengan anak kita dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada diri kita sewaktu kecil, jika kita tidak menyadari proses serta memahami pengalaman pengalaman tersebut”-Dan Siegel_

Faktanya adalah, hampir sebagian besar dari kita memiliki luka psikis saat masih kecil, jika kita tidak mengobatinya, maka hal ini akan menghalangi kita untuk menjadi orangtua yang kita inginkan karena kita akan mengulangi hal yang sama terhadap anak kita.

Contohnya, seorang ayah secara tidak sadar mengulang pola asuh orangtuanya, yaitu sering menghakimi anaknya sendiri. Seorang ibu yang tidak bisa membuat batasan kepada anaknya karena ia tidak bisa mengatasi perasaan marah terhadap anaknya akan membuat anaknya tumbuh menjadi anak yang egois dan pencemas. Orangtua yang banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja karena ia ragu terhadap kemampuan dirinya sendiri untuk dapat mengurus anak.

Berita baiknya adalah dengan menjadi orangtua, kita seperti diberikan peta dimana luka masa kacil tersebut berada sehingga kita bisa menggalinya lebih dalam dan mengobatinya. Anak kita memiliki kemampuan yang luar biasa yang menunjukan dimana luka kita dan menarik kita keluar dari rasa takut dan marah. Mereka melakukannya lebih baik dari terapis manapun, sehingga kita bisa tumbuh dan menyembuhkan luka kita. Banyak orangtua yang mengatakan dengan mencintai anak mereka, mereka berubah menjadi lebih sabar, lebih penuh kasih, dan tidak egois. Kita memang akan mengalami hal-hal yang sensitif jika berhadapan dengan luka psikis ini, namun dengan berusaha untuk menyembuhkannya, kita akan mendapatkan bahwa luka tersebut justru akan memotivasi kita untuk menjadi orangtua yang lebih baik lagi.


Oke. Berikut tips-tips yang diberikan oleh penulis untuk menyembuhkan luka masa lalu anda dan menjadikan anda sebagai orangtua yang anda inginkan

- Memiliki kesadaran (parent conciously)
Jika kita perhatikan baik baik, kita akan menyadari kapan saja anak kita akan menekan tombol emosi negatif yang kita miliki. Dan hal tersebut terjadi bukan karena kesalahan anak kita. Walau bagaimanapun mereka hanya anak anak dan memang sewajarnya diusia anak anak mereka banyak melakukan kesalahan karena mereka masih dalam proses belajar. Dan jika kita perhatikan lagi, apa yang membuat orangtua marah, bisa jadi dianggap biasa oleh orangtua lainnya. Kenapa? Karena ketika kita “terpancing”, sesungguhnya kita sedang diberitahu luka apa yang ada di dalam diri kita yang perlu disembuhkan. Hal-hal yang memunculkan emosi emosi negatif dalam diri kita sebaggai orangtua adalah hal-hal yang merupakan masalah yang tidak terselesaikan dalam diri kita diwaktu kecil. Contoh, orangtua yang selalu marah ketika anaknya meminta perhatiannya adalah orangtua yang sewaktu kecilnya juga kurang mendapatkan perhatian dari orangtuanya.

- Putus lingkaran setan itu. Gunakan tombol pause yang ada dalam diri kita.
Anda tidak perlu mengulang sejarah masa kecil anda kepada kehidupan anak anda sekarang. Bahkan jika saat ini anda sudah terlanjur melakukannya, maka berhentilah, tarik nafas panjang, dan tekan tombol “pause”dalam diri anda. Misalnya jika anda sedang mengucapkan sesuatu yang buruk, dan anda menyadari hal itu, maka berhentilah. Ingatkan diri anda kembali bahwa hal tersebut akan mengulangi kesalahan masa lalu anda. Tidak perlu merasa malu didepan anak anda ketika anda melakukan ini karena justru kita sedang mengajarkan kepada anak bagaimana mengelola emosi kita ketika kita sedang marah.

- Pahami bagaimana emosi bekerja.
Marah adalah suatu pesan yang terjadi ketika anda merasa sesuatu tidak bekerja sesuai dengan harapan anda. Permasalahannya adalah, ada kondisi biologis dalam diri kita yang membuat kita tidak bisa menemukan solusi ketika situasi tersebut terjadi. Ketika hormon dalam tubuh kita berada di kondisi kita ingin marah, maka kita akan mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak kita inginkan. Dan ketika kita berada dalam posisi ini, maka anak kita akan terlihat seperti musuh. Oleh karena itu, ambil nafas dalam dalam dan tunggu diri anda hingga tenang sebelum anda mengambil keputusan atau berbuat sesuatu.

- Tekan tombol “reset” pada “cerita”anda saat ini
Jika kita pernah mengalami luka psikis saat masih kecil, maka kita tidak bisa melakukan apa apa terhadap hal tersebut karena hal itu sudah terjadi. Tapi kita bisa mengambil hikmah dari kejadian itu dan membuat perubahan pada “cerita” kehidupan kita saat ini. Kita bisa melakukannya dengan melakukan suatu refleksi, yaitu merasakan sakit tersebut dengan sudut pandang yang berbeda. Contoh, ayah anda meninggalkan keluarga anda sehingga anda berpikir bahwa anda bukanlah orang yang baik, maka sekarang ketika anda dewasa berpikirlah bahwa anda orang yang baik dan kepergian ayah anda di masa lalu tidak mempengaruhi kehidupan anda saat ini. Jika ibu anda memukul anda dan anda berpikir bahwa anda adalah anak yang nakal, maka mulailah berpikir bahwa ibu anda adalah orang yang penakut dan memang akan memukul siapapun, bahkan anak yang paling terbaik didunia ini. Karena anda sama seperti seluruh anak pada umumnya, yaitu anak anak yang mencari cinta dan perhatian dari orangtuanya.

Kembali ke kisah masa lalu anda dan mencoba menuliskannya kembali menurut versi anda saat ini bisa saja menjadi suatu proses yang menyakitkan, namun hal tersebut berharga untuk dilakukan karena hanya dengan melakukan ini kita bisa menjadi orangtua yang tenang bagi anak kita.

- De-stress
Kita menjalani hari hari yang berat sebagai orangtua ketika kita mengalami stress. Oleh karen itu, temukan kebiasaan-kebiasaan yang membantu anda untuk menghilangkan stres anda: olahraga rutin, yoga, meditasi, mandi air hangat. Jika anda tidak punya waktu, maka libatkan keluarga anda ketika melakukannya, misal menyalakan musik dan menari bersama, berjalan jalan bersama, dsb.

- Cari dukungan untuk membantu anda menyelesaikan masalah masa lalu anda.
Setiap orangtua butuh dukungan dan kesempatan untuk menceritakan betapa beratnya permasalahan yang ia hadapi. Terkadang kita bisa melakukannya secara informal dengan keluarga atau kerabat kita. Terkadang berbicara dengan lembaga lembaga formal seperti terapis diperlukan untuk menyelesaikan masalah kita. Jika anda mengalami kebuntuan, maka meminta bantuan konselor adalah ide yang baik untuk membuat anda merasa lebih bahagia dan tidak perlu malu untuk melakukannya.karena bisa jadi rasa malu anda justru malah bisa membuat segalanya menjadi buruk, baik bagi anda maupun anak anad. Jadi ketika anda merasa butuh bantuan, maka segeralah mencarinya.



Tidak ada orangtua yang sempurna, karena manusia itu sendiri didefinisikan sebagai ketidaksempurnaan. Tidak perduli seberapa kerasnya kita berusaha, kita tidak mungkin selalu memberikan hal yang positif kepada anak kita. Namun setiap kali kita menyadarinya, lalu berusaha mengatur rasa stress  kita, hal tersebut yang akan memberikan kita ketenangan sehingga kita bisa membesarkan anak yang bahagia. Seperti yang dikatakan Winnicott, anak tidak butuh kesempurnaan dari diri kita, tapi mereka butuh orangtua yang terus tumbuh, bersedia memperbaiki diri, dan memiliki hati yang terbuka.



Sumber:

Markham, L. 2012. Peaceful Parent, Happy Kids (How To Stop Yelling and Start Connecting). New York: Penguin Group.

Rabu, 19 April 2017

Review Buku "Peaceful Parent, Happy Kid"

                Well, baru baca reviewnya dan ngeliat secara sekilas, buku ini sangat sangat menarik. Banyak bagian yang sesuai dengan pemikiran dan pengalaman saya selama dibesarkan dan membesarkan anak. Ada juga tips tips yang sangat mudah untuk dijalankan. Kita bahas satu satu ya.

             Pertama tentang isinya dulu. Secara garis besar, buku ini terdiri dari tiga tema utama,yaitu:

1. Meregulasi diri sendiri.
Sebelum membahas lebih jauh, perlu saya sampaikan bahwa dibuku ini seringkali menggunakan istilah “your child push your button” untuk menggambarkan perilaku anak yang memacu kita melakukan reaksi tertentu atau memunculkan emosi tertentu. Misalnya ketika anak menangis, seolah olah anak sedang menekan tombol marah dalam diri kita sehingga kita menjadi marah. Kurang lebih penjelasannya sama seperti yang ada di film “Inside out”.

Nah balik lagi ke konten buku, menurut buku ini, parenting bukan tentang apa yang anak kita lakukan, tapi bagaimana kita sebagai orangtua merespon perilaku anak. Karena kenyataannya adalah, bukan perilaku anak yang membuat kita menjadi orangtua yang tenang, tapi bagaimana kita mengelola emosi dan perilaku diri kita sendiri.
Saat seseorang melakukan parenting, yang terlibat bukanlah orangtua dan anak, tapi apa yang ada didalam diri orangtua dan anak. Jadi bisa dibilang, ketika kita berusaha tenang dalam menghadapi anak, artinya kita juga sedang melatih diri kita untuk menjadi dewasa. Jika kita mampu menguasai keterampilan ini, maka kita akan menyadari kapan saja kita kehilangan keseimbangan kita sehingga dengan cepat kita akan dapat kembali lagi ke track yang benar. Pendewasaan dalam diri ini yang akan membuat kita menjadi orangtua yang tenang.
Inti dari bagian ini adalah bagaimana kita menyadari bahwa sikap tenang orangtua memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan teriakan terhadap anak. Kemampuan kita dalam meregulasi emosi akan membantu kita memperlakukan orang lain secara bertanggungjawab, tenang, dan menghormati hak-haknya, termasuk anak kita sendiri. Hal inilah yang pada akhirnya membuat anak kita tumbuh menjadi pribadi yang memiliki regulasi emosi yang baik, memiliki sikap hormat dan bertanggung jawab. Bagian pertama di buku ini mengajarkan kita bagaimana mengatur emosi kita, bahkan ketika anak kita menekan seluruh tombol tombol emosi dalam diri kita.


2. Menjalin Hubungan
Anak akan berkembang dengan baik ketika mereka merasa terkoneksi dan dipahami. Keefektifan parenting akan sangat bergantung pada bagaimana hubungan kita dengan anak kita. Anak perlu merasa bahwa ia memiliki hubungan yang sangat erat dengan orangtua, jika tidak, mereka akan merasa insecure, dan otak mereka akan sulit untuk meregulasi emosi mereka serta mengikuti arahan dari orangtua. Jadi, dengan menjalin hubungan yang erat dengan anak tidak hanya akan menghasilkan anak yang bahagia, tapi juga anak yang mudah di atur. Nah, dibagian kedua buku ini akan dibahas bagaimana mempererat dan mempermanis hubungan orangtua dengan anak berdasarkan usia anak.


3. Membimbing, bukan mengontrol

Anak kecil akan melakukan perlawanan terhadap kekuatan serta kontrol yang ia terima, seperti yang orang dewasa lakukan. Kabar baiknya adalah, mereka selalu terbuka untuk menerima pengaruh kita selama dia menghormati kita dan merasa terhubung dengan kita. Untuk membesarkan anak dengan baik, maka yang diperlukan adalah membimbing mereka, bukan mengontrol. Membimbing disini termasuk menghandle emosi mereka, memanage perilaku mereka dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menguasai diri mereka sendiri. Tujuan akhir dari bagian ini adalah bagaimana menemukan pendekatan yang tepat untuk menghasilkan anak yang bahagia dan bertanggungjawab.

kedua dan seterusnya akan ada dipostingan postingan selanjutnya. nah, untuk review ini semuanya saya tulis "pure" isi buku ya. Belum ada campur baur dengan pemikiran saya. Kalau ada postingan yang isinya antara buku ini dengan pemikiran saya, nanti saya kasih tau sebelumnya.

Ok. Segitu dulu bahasannya hari ini ya. Besok kita akan bahas tentang apa tanggungjawab utama kita sebagai orangtua dan bagaimana menyembuhkan luka masa lalu kita.



Sumber:

Markham, L. 2012. Peaceful Parent, Happy Kids (How To Stop Yelling and Start Connecting). New York: Penguin Group.

Selasa, 18 April 2017

Ketidaksempurnaan, Pengenalan Diri, dan Keseimbangan

"Ketidaksempurnaanlah yang membuat manusia terlihat seperti manusia,"begitu ucapan disalah satu adegan film Bicentennial Man. Di adegan itu sang robot meminta untuk dibuatkan raga seperti seorang manusia. Dan saat sang ilmuwan membuat bentuk wajahnya, dia membuatnya tidak terlalu simetris antara pipi kanan dan kiri. Wajah kanan dan kiri. Dan ketika si robot keheranan, maka ucapan itu yang keluar dari ilmuwan tersebut.

Ya, memang sejak awal manusia diciptakan tidak sempurna, tapi bukan berarti ia tidak bisa mendapatkan keseimbangan hidup. Keseimbangan hidup manusia bisa didapatkan dengan cara mengenali dirinya sendiri sehingga setiap manusia bisa saling bersinergi untuk melengkapi kekurangan dan kelebihannya masing masing.

Sebagai contoh, terdapat suami istri yang belum mengenal dirinya sendiri. Sang istri bekerja di ranah yang tidak sesuai dengan dirinya, begitupun suaminya. Dalam berumahtangga, mereka termasuk karakter yang bertolak belakang. Namun, mereka belum menyadarinya sehingga sering terjadi keributan karena merasa saling tidak dimengerti. Dan keributan ini semakin sering terjadi ketika mereka sudah memiliki anak. Karena bertambah lagi peran yang tidak mereka pahami, yaitu sebagai orangtua.

Maka, setiap hari polanya selalu sama. Mereka sama sama mengumpulkan energi untuk bisa menjalani pekerjaannya, pulang kerumah dengan keadaan kehabisan energi dan berharap pasangannya dapat merecharge energinya. Namun, karena ketidakpahaman mereka terhadap pola hubungan mereka, akhirnya membuat apa yang dilakukan oleh masing masing pasangan terasa tidak tepat. Bukannya merecharge, yang ada energi mereka semakin habis untuk menata hati dalam berumahtangga. Pola yang belum selaras inipun semakin runcing ketika anak hadir karena merekapun belum mengerti bagaimana hakikatnya menjalankan peran sebagai orangtua. Sejak kecil mereka tidak pernah dilibatkan untuk menjalani peran tersebut dirumahnya karena mereka hanya diwajibkan untuk sekolah.

Setelah mereka mengenal diri mereka sendiri, mereka mulai menyadari dimana ketidakseimbangan ini terjadi. Awalnya mereka sama sama menyadari bahwa pekerjaan mereka tidak sesuai sehingga hari hari yang mereka jalani terasa berat. Merekapun saling berempati satu sama lain sehingga mereka saling merasa dimengerti. Bukan hanya itu, mereka juga mulai memahami tentang bagaimana keributan selalu terjadi dirumah tangga mereka. Bahwa pola karakter yang berbeda membuat mereka perlu bersinergi dengan cara saling mendukung. Salah satu cara yang mereka tempuh untuk menunjukan sikap saling mendukung ini adalah memberikan kesempatan bagi istrinya untuk berhenti dari pekerjaannya saat ini dan menjalankan pekerjaan yang ia minati. Sehingga, energi istri bisa digunakan untuk merecharge energi suami ketika suami merasa kelelahan. Selain itu, sang istri juga memperbolehkan suami untuk melakukan hal hal yang dia suka sebagai hobi agar energinya terecharge kembali setelah ia seharian mengerjakan sesuatu yang ia tidak terlalu suka. Padahal dulu dulu, istrinya merasa bahwa suaminya mengerjakan sesuatu yang sia sia.

Wallahu a'lam

Minggu, 16 April 2017

Mengenali Diri Sendiri dan Life Balance

Mengenal diri sendiri dan life balance

Memiliki pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakat, menikah dengan pasangan yang sesuai dengan karakter, berteman dengan kawan kawan yang sejiwa, menerapkan pola asuh yang tepat dengan keluarga. What a perfect life ya. Tapi perlu saya katakan itu semua sulit untuk terwujud. Terdengar mengecewakan, tapi itulah kenyataannya.

Nah, jika anda merasa bahwa hidup anda tidak seimbang, maka saya akan katakan bahwa anda tidak sendiri. Ya, anda tidak sendiri. Saat ini, ketidakseimbangan memang banyak terjadi di segala aspek kehidupan manusia. Salah satu penyebabnya adalah ketika manusia berpikir bahwa bahagia didapatkan ketika ia mengeluarkan modal sesedikit dikitnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar besarnya pada SELURUH aspek kehidupan. Salah satunya dalam pendidikan manusia.

Manusia menjadi dididik seragam untuk mengefisiensikan waktu dan tenaga. Keunikan individu dikesampingkan. Potensi diri sendiri menjadi tidak penting. Fitrah agama menjadi tidak perlu. Semua menjadi serba instan.

Lalu mari kita renungi sejenak.
Bagaimana bisa seseorang beribadah sedikit untuk mendapatkan pahala yang banyak? Bagaimana bisa seorang ibu berkorban sedikit untuk mendapatkan anak yang optimal? Bagaimana bisa seorang istri mengerjakan sedikit hal, untuk mendapatkan seluruh ridho suami?  Bagaimana seorang suami hanya berusaha sesedikit mungkin, namun berharap anak istrinya akan tumbuh menjadi pribadi yang baik?
Jadi jelaslah bahwa prinsip mengeluarkan modal sesedikit dikitnya untuk mendapatkan hasil sebanyak banyaknya kurang tepat bila diterapkannya diseluruh aspek kehidupan manusia.

Ok. Kembali ke topik ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan ini sudah terjadi sejak lama dan menjadi efek snowball buat kita. Kemungkinan dimulai sejak manusia mengenal prinsip yang saya jelaskan di atas. Maka, makin lama makin terasa ketidak seimbangan itu karena dua hal. Pertama kita kehilangan akar kita karena tidak mengenali diri sendiri. Kedua arus yang begitu besar yang kita hadapi saat ini. Bayangkan, untuk tumbuh bertahan tanpa akar saja sudah sulit. Apalagi ditambah dengan arus kehidupan yang sekarang semakin deras.

Lalu apa yang bisa kita lakukan?
Yang pertama adalah sadari bahwa fenomena ini terjadi. Bahwa saat ini banyak orang tidak mengenal dirinya sendiri. Sadari dan terima itu karena itu akan membuat kita lebih mudah dalam menjalankan tahap tahap selanjutnya. Sadari dan terima itu agar kita juga lebih mudah dalam menerima kelebihan dan kekurangan diri kita dan orang lain. Orangtua, saudara, pasangan, teman. Hal ini akan membawa kita kepada pemahaman bahwa ketidakseimbangan ini terjadi bukan karena semata mata keputusan mereka, tapi juga karena adanya pengaruh lingkungan secara umum.

Yang kedua, berpikirlah untuk bertahan. Seperti yang sebelumnya saya bilang, semua yang kita rasakan berbentuk efek snowball. Dan jika anda membaca tulisan saya saat ini, dan memilih untuk menghentikan efek itu agar tidak lebih besar dan berimbas ke anak cucu kita nanti, maka pilihlah untuk bertahan. Akan berat. Karena kitalah baris pertama yang menahan snowball itu. Efek itu sudah cukup besar sehingga saat ini memang belum bisa kita hancurkan sekaligus. Namun percayalah, dengan kita mengakarkan diri kita melalui proses pengenalan diri, mengajak orang orang terdekat untuk ikut mengakar dan menahan bola salju tersebut, berdoa Kepada sang pencipta untuk menguatkan kita dan membantu perjuangan kita, serta membiarkan tunas tunas baru dibelakang kita tumbuh dan mengakar dengan kuat, maka suatu saat efek snowball itu akan hancur atas ijin Tuhan.

Ketiga, mulailah mengenali diri anda untuk mengakarkan diri. Cara ketiga ini termasuk salah satu yang bentuk cara bertahan kita. Dengan mengenali diri sendiri dan tidak langsung menjiplak orang lain, maka kita akan mampu menumbuhkan akar kita sendiri. Orang yang mengenali dirinya sendiri akan mampu mengetahui kelebihan, kekurangannya, serta cara cara bagaimana menyeimbangakn kehidupannya. Penjelasannya sama seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya.

Keempat, mulailah berpikir dengan frame" The more you give, the more you get". Dengan berpikir seperti ini, maka anda akan lebih ikhlas dalam memberikan semua peran sesuai dengan porsinya masing masing. Kita menjadi "tidak pelit" dengan mengira bahwa semua hasil optimal bisa didapatkan dengan pengorbanan yang sedikit.

Kelima, kembalilah ke agama. Karena sesungguhnya agama adalah petunjuk hidup. Agamalah yang menuntun anda untuk menemukan keseimbangan. Dan jangan lupa juga untuk mengingat bahwa sesungguhnya hidup di dunia ini hanya sementara, maka gunakanlah sebaik baiknya untuk mendapatkan kehidupan yang kekal di akhirat.

Wallahu a'lam.

Sabtu, 15 April 2017

Mengenali diri sendiri dan perannya dalam pengasuhan (bagian 2)



Saya sedang meramu cara cara yang bisa dilakukan agar pengenalan diri ini bisa berjalan dengan baik, namun belum rampung.
Tapi ada satu hal yang bisa saya katakan sekarang bahwa ada satu syarat utama yg perlu kita miliki ketika memutuskan untuk melakukan hal tersebut, yaitu PRASANGKA BAIK.

Prasangka baik adalah upaya menemukan berbagai hal positif terhadap orang atau hal yang di jadikan objek prasangka tersebut. Misal ia berprasangka baik terhadap orangtua, maka objek dari prasangkanya adalah orangtua. Artinya berprasangka baik terhadap orangtua adalah menemukan berbagai hal positif dari orangtua.

Prasangka baik ini penting untuk dimiliki agar pengenalan diri yang dilakukan benar benar menyembuhkan luka yang pernah ada dan membuat kita menjadi lebih baik kedepannya. Jadi, pastikan kita memiliki sikap prasangka baik ini sebelum
Kita memutuskan untuk mencoba mengenali diri kita secara mendalam.

Ada beberapa hal atau orang yang perlu kita berikan prasangka baik dalam konsep pengenalan diri ini, yaitu:
1. Prasangka baik terhadap Allah SWT dan takdirnya
Hal yang paling pertama perlu kita lakukan adalah berprasangka baik terhadap Allah dan takdirnya. Memercayai bahwa Allah itu baik dan segala takdir yang terjadi adalah baik merupakan modal utama yang akan membuat kita lebih efektif dalam melakukan pengenalan diri ini. Temukan berbagai kebaikan yang anda miliki sekarang dan berpikirlah bahwa hal tersebut terjadi karena takdir yang telah anda jalani, baik itu yang terasa menyenangkan maupun yang tidak.

2. Prasangka baik terhadap orangtua dan orang orang orang yang ada di masa lalu
Tidak ada orangtua yang ingin hal buruk terjadi kepada anaknya. Hal inilah yang perlu kita tanamkan baik baik. Bahkan ketika kita menemukan hal yang kurang menyenangkan. Oleh karena itu, cobalah terus berpikir positif terhadap segala apa yang orangtua kita lakukan dulu dan coba untuk memahami apa yang melatarbelakangi orangtua kita melakukan hal tersebut. Contoh: orangtua kita sibuk bekerja karena ingin menghindarkan kita dari pengaruh pengaruh negatif yang ditimbulkan karena masalah finansial seperi kekurangan gizi, sulit mendapatkan akses pendidikan, dsb

3. Prasangka baik terhadap diri sendiri
Prasangka baik terhadap diri sendiri tidak kalah pentingnya. Percaya bahwa anda mampu memutus mata rantai, bahwa anda mampu membentuk pola asuh yang lebih baik dari yang anda pernah dapatkan adalah modal utama karena kini tongkat marathon ada ditangan anda. Jiwa adalah ruang. Namun ia adalah ruang memiliki pintu sehingga memungkinkan pemiliknya untuk memasukan, mengganti, arau menggeluarkan apapun yang ada didalamnya. Jadi jika kita merasa bahwa apa yang ada didalam masih belum cukup baik karena apa yang terjadi di masa lalu, maka mulailah untuk mengeluarkannya dengan cara memafkannya dan menggantinya dengan yang lebih baik

4. Prasangka baik terhadap masa depan
Berkeyakinan bahwa apa yang terjadi esok akan lebih baik perlu dimiliki agar kita senantiasa punya harapan. Harapan ini yang akan menambaj semangat kita dalam menjalani hari sehingga tidak terpasung dalam masa lalu

Wallahu a'lam

Jumat, 14 April 2017

Mengenali Diri Sendiri dan Perannya dalam Pengasuhan

Mengenali diri sendiri dan perannya dalam pengasuhan

Jiwa adalah ruang. Maka ia akan terisi oleh apa yang dimasukan ke dalamnya, dan akan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya. Hal ini juga berlaku bagi pelaksanaan pengasuhan.

Seringkali tanpa kita sadari, pola asuh yang kita terapkan ke anak sama dengan pola asuh yang diterapkan oleh orangtua ke kita, walaupun kita tidak menyukai cara pengasuhan orangtua kita tersebut. Hal ini bisa dijelaskan dengan pemaparan saya tentang jiwa tadi. Bahwa ia hanya akan mengeluarkan sesuatu yang dimasukan ke dalamnya. Hal ini juga sejalan dengan apa yang dikatakan Dan Siegel di dalam buku "Peaceful parent, happy kids" karya Dr. Laura,

"tanpa adanya refleksi atau perenungan, sejarah akan berulang dengan sendirinya... penelitian penelitian telah menemukan bahwa kedekatan antar anak kita dengan kita, dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada diri kita sewaktu kecil, jika kita tidak menyadari proses serta memahami pengalaman pengalaman tersebut".

Contoh. Ada seorang anak yang dibesarkan dengan interaksi yang minimal antara orangtua dengan anak karena orangtua sibuk bekerja. Dan ketika bertemupun, orangtua cenderung mengabaikan kebutuhan anak karena ia sudah terlalu lelah. Maka, ketika ia memiliki anak, hal yang serupa  berulang. Mengapa, karena dalam memorinya, tidak ada satupun data atau file yang bisa ia temukan tentang bagaimana berinteraksi dengan anak saat bersama orangtuanya dulu. Hal inilah yang disebut Dan Siegel bahwa sejarah akan berulang JIKA kita tidak menyadarinya.

Lalu apa hubungannya dengan mengenali diri sendiri?

Seperti yang pernah saya sampaikan, mengenali diri sendiri bukan hanya mengenali identitas dan karakter diri kita yang sudah terbentuk saat ini, tapi juga menghayati bagaimana kita tumbuh dan berkembang sejak kita berada dalam kandungan atau sebelumnya. Termasuk didalamnya memahami karakter orang orang yang memiliki pengaruh signifikan serta kondisi kondisi yang menyertai saat kita tumbuh (misal kondisi emosi ibu saat hamil, kondisi keterlibatan ayah dalam pengasuhan, dsb)".

Dengan mengenali diri sendiri, kita akan melakukan apa yang disebut refleksi atau perenungan seperti yang dikatakan Dan Siegel di atas, sehingga kita bisa hadir dan memahami proses proses yang terjadi selama pengasuhan saat kita kecil. Hal ini yang nantinya dapat membantu kita untuk memutus mata rantai dari pengasuhan yang dianggap kurang tepat dari orangtua kita.

Salah satu cara memutus rantai tersebut adalah dengan menghadirkan pengalaman pengalaman yang ingin kita berikan dalam pengasuhan kita kepada anak, namun tidak sempat diberikan oleh orangtua kita. Misal dalam contoh di atas, jika ia ingin mampu berinteraksi dengan anaknya, maka memperbanyak pengalaman berinteraksi dengan anak akan membantunya dalam memutus rantai tersebut. Karena seperti yang saya katakan sebelumnya, jiwa berisi tentang apa yang masuk ke dalamnya dan akan mengeluarkan apa yang ada didalamnya. Dengan menyadari apa yg kurang dari pengasuhan orangtua kita, maka kita akan berusaha untuk memasukan memori memori yang belum ada didalam jiwa sehingga kita bisa mengeluarkannya.

Sebagai penjelasan contoh di atas,
Ada seorang anak yang merasa merasa orangtuanya hanya memenuhi kebutuhan finansialnya dan mengabaikan kebutuhan kebutuhannya yang lain seperti kebutuhan kasih sayang, kebutuhan untuk berinteraksi, kebutuhan untuk merasa diperhatikan, dsb. Ia merasa itu kurang tepat dan tidak mau melakukan hal yang sama ketika ia punya anak nanti. Namun, alangkah kagetnya ia bahwa ketika ia punya anak, iapun melakukan hal yang sama. Ia sangat sulit berinteraksi dengan anak, tidak suka berbicara dengan anak, tidak suka menggendong, tidak bisa memahami anak, dan berbagai hal lainnya yang dulu ia pernah rasakan. Awalnya ia merasa bingung mengapa hal tersebut terjadi padahal ia sudah sangat berusaha keras untuk tidak mengulangi pengasuhan yang sama seperti yang dilakukan oleh orangtuanya. Setelah ia mencoba menelusuri dan memahami bagaimana ia tumbuh dan berkembang, akhirnya ia bisa memahami bahwa hal tersebut terjadi karena minimnya memori interaksi antara dia dan orangtuanya sehingga ia pun butuh usaha yang sangat keras untuk berinteraksi dengan anaknya saat ini. Ia pun memilih untuk memutus mata rantai tersebut dengan memasukan banyak memori interaksi ke dalam dirinya. Ikut dalam kegiatan yang banyak melibatkan anak anak, memperbanyak interaksi dengan orang lain, dan berkomitmen untuk mengurus sendiri anak anaknya agar memperbanyak pengalaman dalam berinteraksi dengan anak sangat membantunya dalam memutus mata rantai tersebut.

Well, Penelusuran ini tentu saja tidak bisa dilakukan dengan sederhana. Ada syarat dan caranya sendiri yang perlu diperhatikan. Ada yang bisa melakukannya sendiri, ada yang butuh bantuan profesional seperti seorang psikolog. Ada yang bisa melakukannya dalam hitungan minggu. Ada pula yang membutuhkan waktu hingga puluhan tahun.

(Bersambung)

Selasa, 11 April 2017

Mengenali Diri Sendiri dan Keharmonisan dalam Rumah Tangga

Mengenali diri sendiri dan keharmonisan dalam rumah tangga.

Terdapat sepasang kekasih. Sebelum menikah mereka merasa memiliki banyak persamaan. Dalam sehari mereka bisa menghabiskan waktu untuk berbincang bersama. Ngomong nyambung, ide sama, visi senada. Tidak ada bosan bosannya. "Ah indahnya dunia jika kita saling bersatu," pikir mereka. Maka dengan segenap hati mereka memasuki dunia pernikahan. Namun betapa kagetnya mereka saat itu. Ternyata kesamaan kesamaan tersebut justru mendatangkan konflik. Di ranah pekerjaan mereka bersama, di ranah hobi mereka bersama, pulang kerumah mereka bersama. Dan apa yang dibicarakanpun tetap sama. Bosan jenuh. Akhirnya mereka memilih untuk berpisah.

Sementara itu di belahan bumi lainnya.

Terdapat sepasang kekasih. Kalau kata Soe Hoek Gie, pasangan ini termasuk ke dalam kriteria "Kita berbeda dalam segala hal, kecuali dalam cinta". Kalau kata temen saya, "kita beda banget sih. Tapi justru saling melengkapi satu sama lain". Ok kebayangkan tipe pasangan kaya gini? Maka dengan keyakinan tersebut, melangkahlah mereka ke jenjang pernikahan. Namun alangkah kagetnya ketika mereka menjalani pernikahan. Perbedaan perbedaan yang awalnya dikira saling melengkapi, malah memunculkan pertengkaran demi pertengkaran. Yang satu suka bercerita, yang satu doyan diam. Yang satu senang jalan jalan, yang satu senang istirahat dirumah. Semua serba bertolak belakang. Akhirnya mereka berpisah dengan mengatakan,"kita berdua terlalu berbeda".

Lantas apa yang salah dr dua contoh di atas?

"Tiada yang salah, hanya aku manusia bodoh," kata ada band. Yah self image negatif lagi deh 😅

Untuk yang belum menikah, mengenali diri sendiri akan mempermudah dirinya untuk mendapatkan pasangan yang tepat. Atau minimal bisa meminta kepada Tuhan untuk ditunjukan jalan agar diberikan pasangan yang tepat.

Lantas bagaimana dengan yang sudah menikah dan ternyata karakter pasangannya tidak sesuai dengan dirinya?

Jika seseorang itu telah mengenali dirinya bahwa ia seorang muslim, maka ia akan sadar bahwa tujuan pernikahan itu adalah ibadah. Dan ustadz Khalid Basalamah dalam kajiannya mengatakan bahwa prestasi yang besar bagi syaitan dalam menggoda manusia adalah ketika ia berhasil membuat manusia bercerai. Bagaimana tidak, pernikahan adalah perjanjian yang kokoh atau biasa disebut dengan Mitsaqan Ghaliza. Perjanjian yang menggetarkan Arsy dan disaksikan serta diamini oleh para malaikat. Perjanjian yang besar dan sakral. Maka akan berpestalah syaitan ketika berhasil membuat manusia melerai janji tersebut.

Belum lagi jika pernikahan tersebut sudah dikaruniai anak. Setiap anak adalah amanah dari Tuhan. Maka menghadirkan kondisi terbaik bagi tumbuh kembang anak adalah sesuatu yg menjadi kewajiban orangtuanya. Setiap anak memiliki bagian dari ayahnya, dan sebagian lagi memiliki bagian dari ibunya. Oleh karena itu,silahkan pikir kembali ketika kita ingin mengambil jalan yang dibenci Allah ini.

Jadi kita harus bagaimana?
Kembalilah pada niajt awal bahwa pernikahan itu untuk ibadah. Dan yang namanya ibadah, ada sukanya. ada dukanya. Shalat itu menenangkan tapi tentu menyita waktu kita bukan? Namun karena kita tau itu untuk ibadah maka kitapun tetap melaksanakannya dengan harapan Allah akan meridhoi ibadah kita ini.

Setelah itu, sinergikanlah perbedaan karakter ini dalam membangun keharmonisan rumah tangga. Ustadz Harry Santosa mengemukakan tentang bagaimana menyinergikan perbedaan visi antara suami istri yang juga bisa digunakan dalam menyinergikan perbedaan karakter dalam berumah tangga. Ustadz Harry Santosa mengemukakan 4 kombinasi dari perbedaan visi yang dimiliki antara suami dan istri, yaitu:

Law of Similarity - jika sama maka akan saling menguatkan
Law of Proximity - jika mendekati maka akan saling melengkapi
Law of Closseness - jika berbeda sedikit maka saling menutupi
Law of Contrast - jika berlawanan maka akan saling mendukung

Perbedaan visi masih bisa dikombinasikan asalkan misinya sama. Ustadz Harry mencontohkan misalnya ada sepasang suami istri yang memiliki misi membangun rumah makan, jika visinya sama maka bisa saling menguatkan konsep tentang bagaimana rumah makan tersebut terwujud. Jika berbeda, maka bisa berbagi tugas sesuai dengan visi masing masing, misal suami sebagai koki, istri sebagai kasir.

Pendekatan ini juga bisa dipakai untuk memahami hubungan antara pengenalan diri sendiri dengan keharmonisan rumah tangga. Dengan mengenali diri sendiri, kita akan tau di tipe mana kita dan suami berada dari ke empat tipe tersebut sehingga kita bisa menentukan bentuk sinergi apa yang bisa dilakukan.

Contoh. Ada suami istri yang selalu merasa tidak cocok. Apapun yg disampaikan keduanya selalu merasa salah. Sebelum mereka mengenal diri mereka masing masing, yang terasa adalah mereka sama sama merasa tidak dimengerti satu sama lain.


Setelah masing masing mengenali dirinya sendiri, mereka menyadari keributan ini disebabkan karena keduanya adalah "orang ide". Jadi dalam berumahtangga, keributan disebabkan karena masing masing memiliki ide sendiri dan tidak ada yang mengeksekusi. Dan disanalah ketidakeimbangan terjadi. Lalu apa yang mereka lakukan? Mereka memilih untuk berstrategi. Untuk urusan rumah tangga, ide atau konsep datang dari suami dan istrinya adalah pengeksekusinya. Namun karena istri adalah orang ide pula, maka agar tidak melemahkan karakter utama dari istrinya, istrinya diberi kesempatan untuk menyalurkan ide ide tersebut melalui hobi dan komunitas komunitas disekitarnya. Perubahan cukup signifikanpun terjadi karena masing masing merasa dimengerti dan pada akhirnya terjadi keseimbangan.

Lantas bagaimana jika selalu terjadi ketidakseimbangan? Selagi misinya tetap sama, maka kembalikanlah semua ke tujuan ibadah. Berprasangka baiklah kepada Allah atas ini semua. Mungkin Ia ingin kita beribadah dalam bentuk kesabaran dijalan pernikahan ini.

Wallahu a'lam.

Senin, 10 April 2017

Mengenali Diri Sendiri dan Kebermaknaan Hidup

Mengenali diri sendiri dan kebermaknaan hidup

Studi kasus:

Sebut saja mawar. Ini belasan kalinya mawar melamar pekerjaan namun tidak ada yg menerimanya. Ia tidak tau kenapa. Padahal segala persyaratan sudah dipenuhi. Disisi lain, ia cukup malu karena sudah lama menganggur. Akhirnya ia menerima pekerjaan yang tidak ia sukai.

Maka setiap hari, hidupnya  berjalan begitu saja. Memulai pagi dan menghabiskan malam. Tidak ada ceria, tidak ada bahagia. Semua energinya habis untuk menyemangati dirinya sendiri. Agar ia bisa memulai pagi, dan menghabiskan malam. Begitu seterusnya.

Bukan hanya itu. Kejenuhan juga terasa pada area relasi. Ia merasa tidak peduli betapa kerasnya ia berusaha untuk baik dengan orang lain, namun jatuhnya ia selalu salah. Ngomong sedikit salah. Ngomong banyak salah. Inisiatif salah. Pasif salah. Minta maaf salah. Diem aja salah. Semua serba salah. Jadi maunya apa? 😅😅😅

Maka terperosoklah ia pada lubang hitam keputus asaan. "Apa aku ya yang salah? Kenapa semua yang aku jalani menjadi salah semua? Apa aku sebodoh itu ya? Kenapa aq ga bisa kaya orang lain," dan berbagai pikiran negatif lainnya yang membuat ia semakin merasa bahwa dirinya buruk. Ditambah lagi, ia sendiri tidak mengerti apa yang bisa membuatnya bahagia sehingga ia semakin tidak mengetahui bagaimana caranya keluar dari lubang hitam tersebut.

"Everyone is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will live its whole life believing that it is stupid"
-Albert Einstein-

Yup. Perkataan Einstein ini memang bener banget. Hal ini sejalan dengan yang saya sampaikan sebelumnya bahwa setiap orang adalah kunci, yang memiliki ulir ulir yang berbeda satu sama lain dan membuatnya menjadi unik. Tidak ada yang salah dengan perbedaan tersebut. Karena Tuhanlah yang menciptakannya. Hanya saja kita perlu memahami ulir macam apa yang kita miliki agar kita mampu mengidentifikasi gembok apa yang tepat untuk kita buka.

Untuk apa? Salah satunya untuk mendapatkan kebermaknaan hidup. Jika sebagai kunci kita mampu membuka satu demi satu gembok gembok yang ada, maka self image positif yang akan kita dapatkan, diantaranya perasaan bahwa kita berharga, bahwa kita berguna, bahwa kita mampu, dan lain sebagainya. Sebaliknya, jika kita paksakan membuka sesuatu yang tidak seharusnya, alih alih berhasil, yang ada kunci tersebut akan patah dan menjadi tidak berguna.

Pun dalam hal relasi. Didunia ini, ada jutaan manusia yang memiliki karakter yang berbeda beda. Dan mencoba untuk membahagiakan semua orang adalah mustahil. Karena kita tidak tercipta untuk itu. Nah dengan mengenali diri sendiri, kita akan mampu mengenali karakter orang macam apa yang bisa membuat kita nyaman dan produktif. Dan carilah orang dengan karakter itu sebanyak banyaknya agar anda merasa hidup anda bermakna. Sebaliknya, kenali juga karakter karakter yang membuat anda tidak nyaman. Dan it's really okay jika kita ga bisa dekat dekat dengan karakter tersebut karena ga sesuai dengan karakter kita. Penerimaan diri ini akan membuat kita jauh dari self image yang negative karena kita sadar bahwa bukan salah kita jika ada orang orang yang tidak sesuai dengan karakter kita. Plus kitapun bisa aware terhadap diri sendiri jika "terpaksa" harus dekat dengan karakter yang tidak sesuai dengan diri kita. Misalnya ternyata karakter bos kita tidak sesuai, maka ada baik nya kita melakukan hal hal yang menyenangkan bagi diri kita setiap kali kita selesai berinteraksi dengan boss tersebut.

Selain itu, dengan mengenali diri sendiri, kita juga akan mampu menemukan hal hal sederhana apa saja yang mampu membahagiakan kita ketika kita sedang ruwet bin mumet bin pusing tujuh keliling. Hal ini perlu kita ketahui karena dalam hidup selalu ada fase dimana kita hanya bisa mengandalkan diri sendiri. Dan cara membahagiakan diri sendiri itu bermacam macam, tergantung karakter kita masing masing. Ada yang hanya sekedar melihat langit, ada yang dengan tersenyum tanpa sebab, ada yang dengan menyapa orang yang tidak dikenal, ada yang datang ke masjid, dsb. Hal ini akan berguna ketika kita sedang putus asa sehingga kita tidak terpuruk lebih jauh lagi.

Wallahu a'lam.

Sabtu, 08 April 2017

Mengenali Diri Sendiri




Sebelumnya, perlu saya sampaikan bahwa butuh waktu yg cukup lama untuk membahas tema ini. Saya menyebut tema ini sebagai "Kekuatan mengenal diri". Karena  pembahasannya cukup kompleks, saya butuh menjelaskannya secara bertahap dan melalui penjelasan panjang.
Karena tema ini perlu dipahami secara menyeluruh untuk mendapatkan  esensinya. Namun, saya memiliki keterbatasan waktu dan tenaga sehingga saya hanya bisa menjelaskannya sedikit demi sedikit. Semoga pembaca berkenan menunggu dan membacanya secara tuntas dipostingan postingan selanjutnya.

"Mengenali diri sendiri"  bukan hanya mengenali identitas dan karakter diri kita yang sudah terbentuk saat ini, tapi juga menghayati bagaimana kita tumbuh dan berkembang sejak kita berada dalam kandungan atau sebelumnya. Termasuk didalamnya memahami karakter orang orang yang memiliki pengaruh signifikan serta kondisi kondisi yang menyertai saat kita tumbuh (misal kondisi emosi ibu saat hamil, kondisi keterlibatan ayah dalam pengasuhan, dsb)".


Menjawab pertanyaan kenapa kita memiliki suatu karakter tertentu (misal "kenapa saya tidak percaya diri", "kenapa saya pemarah", " kenapa saya pendendam") sama seperti menjawab kenapa kita demam adalah salah satu cara yang bijak. Menyusuri riwayat perkembangan seseorang bahkan sejak ia belum dikandung akan memberikan kita pemahaman dan penghayatan mengapa seseorang memiliki karakter tertentu. Misalnya ada dua orang yg merasa tidak percaya diri. Namun bisa jadi keduanya memiliki penyebab yang berbeda. Misalnya yang pertama karena merasa apa yang dilakukannya selalu dinilai salah oleh orangtuanya. Sedangkan orang yang kedua menjadi tidak percaya diri justru karena orangtuanya tidak pernah merespon apapun hasil kerjanya sehingga ia tidak yakin apakah pekerjaannya ini betul atau salah.


Menyusuri pembentukan karakter ini tidak semudah dan secepat menyusuri penyebab penyakit fisik yg kita miliki. Saat kita demam, umumnya kita hanya perlu menyusuri satu atau dua hari kebelakang. Apa yg kita makan, apa yg kita lakukan. Namun untuk menemukan bagaimana karakter seseorang terbentuk, kita perlu menyusuri riwayat perkembangan seseorang dr mulai ia dikandung, bahkan juga karakter dr orang orang signifikan sebagai pengasuhnya, misal orangtua. Dan hal ini biasanya membutuhkan waktu.

Namun, hal ini worth it untuk dilakukan karena mengenal diri sendiri ini memiliki peran yang besar dalam kehidupan kita. Apa saja perannya? Kita lanjutkan dipostingan selanjutnya ya 😊

Jumat, 07 April 2017

Sore itu Istimewa (bagian 4)

Ironis memang. Karena tidak ada sedikitpun niat ayahnya untuk membuat dian merasa seperti itu. Justru ayahnya melakukan hal tersebut agar dian tidak mengalami pahitnya kemiskinan yang pernah ia alami.

Namun, dian terlanjur berprasangka. Ia merasa bahwa ayahnya sangat tidak mengerti dirinya. Apapun yang dian lakukan selalu dianggap salah. Setiap jeritan dian tidak pernah didengar. Ayahnya seperti tidak mampu merasakan apa yang ia rasakan. Dianpun merasa bodoh karena ia hanya bisa menulis, bukan memimpin perusahaan seperti keinginan ayahnya.

Di sisi lain, hal inilah yang membuat pertemuan dian dengan papa menjadi istimewa. Karena untuk pertama kalinya, dian merasa ada seorang ayah yang mampu mendengar hatinya, walau ia tidak mengatakannya. Karena untuk pertama kalinya, ia merasa dihargai sebagai dirinya sendiri. Karena untuk pertama kalinya, ada orang yang mampu membuat dian merasa yakin dengan kemampuannya.

Namun, hal ini juga yg membuat dian kecewa, ketika Tuhan menakdirkan ia harus kehilangan papa untuk selama lamanya. Masa masa itu adalah masa kekacauan bagi dian. Ia seperti kehilangan arah lagi. Ditengah kecamuk emosinya, dian berteriak melampiaskan semua amarahnya kepada ayahnya. Bahwa ia selama ini merasa tidak berharga. Bahwa ia merasa sebagai anak yang dibuang. Tentu saja ayahnya kaget mendengarnya. Karena tidak ada sedikitpun maksud ayahnya membuang Dian. Bahkan ayahnya sendiri kerap merindukan dian ketika dian tidak dirumah. Namun rasa rindu itu ia tahan karena ia tau Dian berada ditempat yang lebih nyaman dibandingkan yang ia tempati. Malam itu, ketika dua hati sama sama terbuka, adalah malam dimana paling menenangkan dian disepanjang hidupnya.


"Jadi, bagaimana respon ayahmu?" Tanya saya sekali lagi.

"Ayah... ayah mengijinkan mba. Katanya aku sudah dewasa. Sudah waktunya memilih jalan hidup sendiri", kata dian dengan senyum merekah.

"Alhamdulillah, senang mba dengarnya," jawab saya sambil memeluknya. Dianpun membalasnya dengan erat.


"Lagipula, adikku sudah lulus kuliah mba. Jadi bisa membantu ayah menjalankan perusahaan. Sepertinya ia lebih cocok disana dibanding aku"

"Iya dek. Mudah mudahan ini jadi awal yang baik untuk kalian semua. Mba ga sabar menunggu karya karya kamu"

Ah... sore itu, memang istimewa.

Selesai.

Sore itu Istimewa (bagian 3)

"Saya memutuskan untuk fokus menulis mba", katanya secara perlahan.

Setengah tidak percaya sayapun berhenti menuangkan air ke gelas dan memandangnya lekat lekat.

"Serius?"

"Iya. InsyaAllah . Ya mungkin kami akan mengalami kesulitan finansial karena saya harus melepaskan pekerjaan saya saat ini, tapi saya bahagia menjalankannya"

"Alhamdulillah. Lalu... gimana respon ayahmu?"

"Ayah...," jawab Dian ragu. respon yang selalu sama ketika ia ditanya tentang ayahnya.

Hubungan antara Dian dan ayahnya memang ironis menurut saya. Keduanya saling menyayangi, namun dengan cara yang berbeda sehingga rasa sayang itu berbelok entah kemana.

"Seorang anak pasti menjerit merindukan kasih sayang kedua orangtuanya mba," katanya tempo hari. "Hanya saja... ada orangtua yang mendengarnya... ada yg melewatkannya," lanjutnya dengan nada tertahan. Perkataan ini yang membuat saya akhirnya memilih untuk memeluk semua anak saya erat erat, baik secara raga maupun jiwanya.

Kata kata itu muncul dari peliknya hubungan Dian dengan ayahnya. Kepelikan  ini bermula dari masa lalu orangtuanya Dian. Sulitnya ekonomi yg dialami ayahnya dian membawa beliau mengalami banyak episode pahit dalam kehidupan. Dihina orang, sulit mendapatkan akses pendidikan tinggi, hingga drama percintaan yg tragis karena ayah sang gadis tidak menerima calon menantu yang miskin. "Apa yang kamu punya? Memangnya anak saya mau dikasih makan cinta! Pergi kamu dari sini! Dasar orang kampung!" Kata ayah gadis itu yang selalu beliau ingat hingga sekarang.

Kepahitan itulah yang pada akhirnya membawa beliau merantau ke jakarta. Di jakarta ayahnya dian berkenalan dengan seorang kerabat atas suatu insiden. Tas ayahnya tertukar dengan dia. Alih alih mengambil tas tersebut, ayahnya Dian malah menelusuri rumah pemiliknya dan memutuskan untuk mengembalikannya. Padahal isi tas tersebut banyak barang barang berharga. Melihat kejujurannya, kerabatnya inipun memberikan ayah dian pekerjaan.

Selama bekerja ayah Dian terlihat sangat gigih dan tak pernah mengeluh. Sikap positif ini yang membuat ia semakin dekat dengan bosnya tersebut. Pak Rio, begitu ia menyebut kerabatnya itu ketika dikantor.

Ayahnya Dian sering diundang kerumah Pak Rio untuk mengerjakan pekerjaan kantor. Frekuensi ini semakin sering, terutama ketika ia memiliki anak pertamanya, yaitu Dian. Pak Rio dan istrinya yang sudah lama tidak punya keturunan menjadi lebih sering mengundang keluarga Dian untuk datang bermain. Alasannya cuma 1, mereka ingin bertemu dengan Dian.

Awalnya hanya pulang hari. Lama lama dian menjadi sering menginap dirumah Pak Rio. Diijinkan untuk menginap lebih tepatnya karena saat itu Dian masih bayi. Melihat anaknya dirawat oleh orang baik dan mapan secara finansial membuat ayahnya Dian tidak menolak ketika Bosnya tersebut meminta Dian untuk tinggal terus dirumahnya. Apalagi istrinya Pak Rio terlihat sangat menyayangi Dian dan mengeluarkan seluruh naluri keibuannya untuk Dian. "Setidaknya Dian tidak akan mengalami pahitnya dihina sebagai orang miskin," begitu pikir ayahnya.

Sementara itu ibunya Dianpun mengaminkan keputusan suaminya. Tumbuh sebagai anak bungsu yang tidak pernah merawat anak kecil dan sekarang harus merantau jauh dengan orangtua membuat ibunya Dian sangat kerepotan ketika harus merawat Dian sendirian. Apalagi ibunya Dian berasal dari desa yang masih minim pengetahuan tentang pengasuhan. Merawat anak pertama menjadi hal yang sulit baginya.Maka sejak hari itu, resmilah pak rio dan istrinya sebagai orangtua angkat dian.

Orangtuanya dian menengok dian setiap minggu. Dan hal itu rutin mereka lakukan hingga Dian memiliki adik kandung. Selama ini semua berjalan normal. Tidak ada masalah. Dian tumbuh sebagai anak yang penurut, berprestasi, dan disenangi oleh banyak orang. Dian memiliki banyak fasilitas yang membuat ia dihargai oleh teman temannya dan ayah kandungnya bersyukur akan itu.

Tapi sebenarnya, ayahnya tidak menyadari bahwa ada gejolak yang sangat besar dalam diri dian. Gejolak yang terus membekas sampai sekarang. Sejak kecil, dian selalu bertanya siapa diri dia sebenarnya. Mengapa ada dua pasang orangtua yang harus ia sebut sebagai ibu dan ayah. Mengapa dia harus tinggal bersama orang yang bukan orangtua kandungnya. Mengapa ia memiliki seseorang yang ia sebut sebagai adik dan adik tersebut bisa tinggal bersama orangtua kandungnya sementara dia tidak.

Berbagai pertanyaan berkecamuk dikepalanya. Dian sejak kecil memang cerdas dan semua orang bisa melihat itu. Namun sayang, kecerdasannya tersebut menari nari ditengah berbagai persepsi negatif tentang dirinya sehingga kecerdasan itu harus berhenti pada kesimpulan yang salah.

Apakah saya anak yang tidak diinginkan? Apakah saya dibuang? Mengapa adik saya tinggal bersama orangtua saya sementara saya tidak? Apakah saya lebih buruk dari adik saya? Apakah saya tidak berharga?

Dian tidak pernah berani untuk mengeluarkan kegelisahan hatinya. Selama ini dian memilih untuk tumbuh sebagai anak bahagia karena tidak ingin mengecewakan kedua orangtua kandungnya. "Toh mereka sudah menjaga saya dengan baik. Buat apa saya menanyakan hal hal yang bisa membuat mereka kecewa? Saya tidak ingin membuat mereka merasa bahwa saya tidak bahagia diasuh oleh mereka," begitu batin Dian.

Namun yang namanya rasa tetaplah rasa. Rasa adalah energi, yg tidak bisa dibuat atau dihilangkan, ia hanya bisa berubah bentuk. Maka rasa kerinduan akan kasih sayang orangtuanya sendiri berubah menjadi perasaan negatif terhadap dirinya. Apalagi setelah adiknya lahir, ayahnya dian memutuskan untuk membuat perusahaan sendiri dan orangtua angkatnya menjadi pemodal utama diperusahaan tersebut.


"Apakah aq dijual demi perusahaan ayah? Apakah aq hanya menjadi alat bagi ayah untuk menjadi kaya? Apakah aq tidak layak untuk disayang oleh orangtuaku sendiri?" Segala kepelikan itu membawa dian semakin jauh dan jauh. Terperosok dalam lubang hitam ketidakberhargaan.

(Bersambung)

Kamis, 06 April 2017

Sore itu Istimewa (bagian 2)

Dian memilih untuk tidak membalas sms itu. Ia memutuskan akan pulang ke Jakarta dan membuat kejutan. Memperlihatkan tulisan nya di koran secara langsung adalah ide yang baik pikirnya.

Maka iapun langsung bergegas ke kost. Membawa keperluan pribadi nya dan segera menuju ke terminal bis kota. Sepanjang perjalanan ia tidak mengkhawatirkan kondisi papa yg besok harus dioperasi. Karena dia berpikir sebelumnya papa pernah operasi dan pasca operasi kesehatannya kembali pulih. Saat ini pikirannya sedang disibukan dengan secarik kertas yg ada ditangan, tulisan yang akan ia jadikan kejutan untuk papa.

Selama di bis, ia terus berpikir. Apa memang menulis adalah jalan hidupnya? Apa memang ini yang membuat batinnya gelisah ketika papa bilang bahwa ia seharusnya jadi penulis? Apa ini yang membuat papa terasa istimewa karena berhasil melihat sesuatu yang terpendam meskipun mereka baru bertemu beberapa tahun yang lalu?  Apa ini yang membuat ia terus berkonflik dengan ayahnya karena ayahnya selalu meminta ia untuk meneruskan perusahaan ayahnya, tanpa mengindahkan bahwa sesungguhnya ia terlahir dengan peran sebagai penulis? Apa ini yang membuat Dian mencap dirinya sendiri sebagai anak yang tidak berguna karena tidak pernah bisa memuaskan harapan ayahnya sebagai ahli manajemen perusahaan?

Dianpun mengambil nafas panjang. Dibawanya memori memori hidupnya ke masa lalu. Memang tidak banyak saat saat dimana ia menulis. Karena ayahnya selalu mengatakan bahwa Dian terlahir untuk meneruskan perusahaan keluarganya. Doktrin yang ia dapatkan dari kecil sehingga ia tidak pernah berpikir untuk menyelami ilmu lain selain tentang manajemen perusahaan.

Namun seringkali alampun berkonspirasi. Ia ingat saat di smp ia menjadi wakil kelasnya untuk mengirimkan tulisan ke mading sekolah. Ia dan temannya terpilih karena tidak ada lagi yang mau berpartisipasi. Dari 20 peserta, hanya 10 peserta yang karyanya terpilih untuk dipajang. Dan karya Dian adalah salah satunya. Ini cukup aneh mengingat Dian hanya membuat tulisan itu sejam sebelum berangkat sekolah. Itupun didalam kendaraan. Dan teman sekelasnya yg juga mengikuti kegiatan ini malah tidak terpilih, padahal hampir seminggu ini ia tidak pernah meninggalkan kelas di jam istirahat karena sibuk mempersiapkan kompetisi ini.

Selain itu,Ia pun teringat saat ia diminta untuk menulis profil tentang organisasi ekskulnya saat di sma. Lagi lagi ia diminta karena tidak ada yg mau melakukannya. Dan diluar dugaan, hasil tulisan yg ia buat saat pelajaran sejarah justru disukai banyak orang. Padahal ia sama sekali tidak bersungguh sungguh ketika menulisnya.

Bis hampir tiba di kota jakarta dan pikiran dian masih melompat lompat kemana mana. Ia coba ingat ingat apa yang ia rasakan ketika ia menulis. Mencoba menghayati agar ia benar benar memahami tentang dirinya. Sejujurnya, ia memang merasa nyaman ketika ia sedang menulis. Berbagai pikiran, ide, dan rasa yang selama ini hanya muncul sebagai kecemasan menjadi sebuah aliran yang menenangkan. Seperti ada ribuan beban yang keluar ketika ia menuliskan kata demi kata sehingga ia merasa sangat nyaman. "Mungkin aq memang terlahir untuk menulis," batinnya.

Bispun sampai dijakarta. Dia  langsung ke rumah sakit tempat papa dirawat. Ia tau dimana rumah sakit itu karena papa hanya mau pergi ke tempat itu ketika sakit.
Setelah sampai tumah sakit Dian menghubungi mama, mengatakan bahwa ia sudah ada dirumah sakit dan menanyakan di kamar mana papa dirawat. Setelah mendapatkan data kamarnya, Dian langsung pergi kesana. Ia berpesan kepada mama utk tidak menceritakan dulu kedatangannya agar papa terkejut.


Sampai kamar, terlihat hanya ada mama dan papa. Mama sedang memegang sendok dan piring. Sedangkan papa sedang berbaring dikasur. Sepertinya mama sedang berusaha membujuk agar papa mau makan. Tapi papa menolak.

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikumsalam", jawab mama. Papa hanya melirik sebentar.

"Apa kabar pa, ma?" Dianpun menyalami papa dan mama

"Susah makan neng papa nih. Bandel dibilanginnya", kata mama

Dianpun hanya tersenyum.

"ini aku bawa kejutan untuk papa. Tulisan aku dimuat disurat kabar sesuai permintaan papa," kata Dian sambil mengeluarkan secarik kertas.

Papapun melirik.

"Ini aq kasih ke mama ya tulisannya. Papa baru boleh baca kalau udah sembuh. Makanya banyak makan biar cepet sembuh", kata Dian.

Papapun tersenyum. Dan tiba tiba telfon dian berdering. Dian pamit keluar ruangan  untuk menerima telfon itu. Terlihat sekilas papa bersedia disuapi mama setelah mama mengatakan bahwa Dian telah datang jauh jauh hanya untuk melihat papa sembuh.

Ternyata telfon itu dari temannya yang meminta dian untuk bertemu. Ia memiliki buku yg penting utk skripsi dian dan menyuruh dian untuk mengambil sekarang karena besok ia harus keluar negeri. Setengah bergegas, Dian pamit untuk pergi dan berjanji besok akan datang lagi sebelum papa masuk ruang operasi untuk memberikan semangat. Papapun mengiyakannya.

Besoknya dian kembali datang kerumah sakit. Ia tidak punya firasat apa apa. Setelah masuk ruangan, ia menemui papa yang sedang dipersiapkan untuk masuk ruang operasi. "Semangat ya pa," kata dian yg dibalas acungan jempol dari papa.

Setelah operasi dian mendapatkan kabar bahwa keadaan papa tidak stabil dan harus dirawat di icu. Dian benar benar tidak mengerti apa yg sedang terjadi krn semua berlalu dengan cepat. Tiba tiba kerabat kerabat berdatangan dan ia serta seluruh keluarga papa  pindah ke ruangan tunggu dekat icu. Tidak ada yg boleh masuk ke ruang icu selain mama. Namun saat tengah malam tiba, mama meminta dokter untuk memperbolehkan satu per satu keluarganya menemui papa, termasuk Dian.

Dianpun kaget luar biasa ketika menemui papa. Betapa pria tegap yang ia kenal kini terbaring lemah. Berbagai selang dan alat menempel dibadannya seakan akan papa tidak bisa hidup tanpa seluruh peralatan itu. Air mata nya mengalir. "Astaga. Ternyata separah ini keadaan papa sekarang," lirih Dian.

"Pa, ini Dian,"kata mama berbisik dikupingnya.

Papa menoleh dengan lemah sambil mengedipkan matanya. Memberikan tanda bahwa ia telah menyadari kedatangan Dian. Kondisinya yang parah membuat papa perlu mengeluarkan energi yang besar hanya untuk melakukan hal tersebut.


"Cepet sembuh ya pa," kata dian dengan terisak. Ia tidak tau apa lagi yg harus ia ucapkan selain kata kata itu.

Setelah itu, dianpun keluar dan selanjutnya ia tidak tau lagi apa yang terjadi.Ia hanya bisa menangis tanpa sebab. Ia belum pernah merasa kehilangan siapapun untuk selamanya dan kini ia mulai takut hal tersebut akan terjadi.

Satu per satu keluarga papa berdatangan dari seluruh penjuru kota. Makin lama makin banyak. Dan Dianpun memutuskan untuk menginap dirumah sakit.

Keesokan paginya dian mendapatkan kabar bahwa kondisi papa semakin baik. "Dian,  kalau mau pulang dulu gapapa. Nanti sore balik lagi. Nanti mama kabarin perkembangan papa. Kasian kamu kalau harus nunggu terus dirumah sakit", kata mama.

Maka dianpun pamit untuk pulang. Diruangan itu sudah banyak orang sehingga dian takut akan terlalu sesak. Lagipula dian berpikir kalau ia istirahat sekarang, ia bisa menggantikan untuk menunggu nanti malam sementara orang lain beristirahat.

Di tengah perjalanan pulang, Dian ditelfon untuk diminta kembali lagi kerumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, betapa kagetnya Dian ketika mendapatkan kabar itu,

"Papa sudah tidak ada," kata mama sambil terisak.

Perkataan itu membuat ia lemas. "Papa sudah tidak ada, papa sudah tidak ada," kata kata itu mengiang dalam kepalanya, namun sama sekali tidak bisa dia cerna. Tangisnya pecah. Namun pikirannya masih kosong. Ia masih belum mengerti kenapa semua terjadi sedramatis ini. Kenapa papa justru pergi untuk selamanya dihari ketika ia berhasil mewujudkan permintaan papa untuk menulis. Kenapa papa pergi justru ketika hati dan pikirannya sedang dipenuhi harapan harapan. Kenapa papa pergi ketika ia ingin mengucapkan terimakasi yang begitu besar. Kenapa papa pergi dihari ketika ia merasa melakukan sesuatu yang benar, sesuatu yg membuat ia merasa berharga, tapi semua itu hilang dalam sekejap. Kenapa Tuhan seolah olahtidak mengijinkannya untuk merasakan bahagia. Kenapa semua terasa begitu tidak adil. Kenapa kenapa kenapa. Aaaargh!!!!

***

"Saya memutuskan untuk fokus menulis mba", katanya secara perlahan.

Setengah tidak percaya sayapun berhenti menuangkan air ke gelas dan memandangnya lekat lekat.

"Serius?"

"Iya. InsyaAllah . Ya mungkin kami akan mengalami kesulitan finansial karena saya harus melepaskan pekerjaan saya saat ini, tapi saya bahagia menjalankannya"

"Alhamdulillah. Lalu... gimana respon ayahmu?"

"Ayah...," jawab Dian ragu.

(Bersambung)

Selasa, 04 April 2017

Sore itu Istimewa

Cerpen: Sore itu istimewa

Sore itu istimewa. Karena saya kedatangan wanita istimewa. Orang orang memanggilnya Dian. Namun saya memanggilnya "ade". Perawakannya yang imut dan wajahnya yang sendu selalu membuat orang ingin menyayanginya layaknya adik sendiri. Dan sore itu ia datang ke rumah tanpa memberi kabar sebelumnya, seperti yang sudah sudah.

Sore itu istimewa. Ade membawa suaminya dan jagoan kecilnya kerumah. Badannya terlihat lebih kurus dari terakhir kami bertemu. Tapi saya melihat binar matanya terpancar bahagia. Saya peluk erat ia dan saya kecup keningnya. Betapa bahagianya saya bisa ditakdirkan untuk mengenal sosok ini. Wanita yg usianya dibawah saya namun pengalaman hidupnya sangat beragam. Beberapa kali dia menghubungi sebelum ini dan beberapa kali juga dia mengejutkan saya dengan ceritanya. Bak roller coaster, hidupnya penuh akan lika liku yang pelik. Sekali saya pernah dengar ia bercerita tentang hidupnya yg terpuruk, sebulan kemudian dia bercerita tentang betapa suksesnya ia  menjadi pengajar di negeri seberang.

Maka sore itupun terasa istimewa. Kami habiskan dengan mendengarkan berbagai ceritanya tentang hidup, termasuk satu cerita yg selalu ia ulang sejak hampir sepuluh tahun yang lalu. Cerita yg entah sudah berapa kali ia ceritakan, namun tetap membuatnya melinangkan air mata. Cerita yg meskipun ia sedang dipasar yg penuh keramaian, ia tetap tidak bisa memendung kesedihan ketika ia mengingatnya. Cerita yg kerap membuat ia berhenti menyetir kendarannya dipinggir jalan, hanya untuk mengusap air mata yang tiba tiba datang. Dan sore itu sama seperti pertemuan kami sebelum sebelumnya. Ia pun menceritakan kisahnya.


***
"Seharusnya kamu jadi penulis"

Ucapan itu membuat Dian tertegun. Ia hanya bisa diam. Entah karena apa. Rasanya ada buncahan buncahan di dalam dirinya setelah ia mendengar kata kata itu. Tapi sekali lagi, ia tidak mengerti itu apa, sehingga ucapan itu hanya dianggap sebagai angin lalu. Ucapan itu keluar dari seorang Pria berbadan tegap, yang baru dikenalnya beberapa tahun terakhir. Seorang pria, yang pada akhirnya ia sebut sebagai papa.

Ucapan itu ia dengar beberapa bulan lalu. Dan sekarang papa sedang ada diujung telfon menanyakan kabarnya.

"Kamu ngapain aja. Kenapa ga selesai selesai skripsinya?", kata papa dengan cara bicara yg cepat melalui telfon.

"Iya ini lagi diselesain," jawab Dian ngasal karena pertanyaan ini adalah pertanyaan paling menyebalkan bagi siapapun yang sedang mengerjakan skripsi

"Terus kapan kamu mau nulisnya?"

"Nulis apa pa?"

"Ya apa aja yang bisa dibaca orang banyak."

"Iya ini lagi dibikin. Aq mau buat novel," jawab Dian ngasal.

"Ah kelamaan kalo itu. Saya keburu mati," jawaban papa yang lebih ngasal. Dian cuma bisa mengerenyitkan kening saat mendengarnya.

"Coba kamu buat yg sederhana dulu. Kan di koran ada tuh bagian untuk kolom mahasiswa. Coba tulis dulu disitu"

"Iya nanti dicoba"

"Yaudah ya. Saya nyelesain kerjaan saya dulu. Sehat sehat kamu disana. Ini kamu ngomong sama mama"

"Iya"

"Telfonpun diberikan ke mama"

"Papa sakit dian. Dari kemarin ga mau makan. Susah banget"

"Iya ma"

"Mama sampe jengkel. Disuruh makan aja susah"

"Yang sabar ya ma. Diciumin aja papanya mumpung bisa. Biar luluh. Hehhe"

"Hahahha bisa aja kamu. Yaudah kamu sehat sehat ya disana

"Iya ma. Mama juga ya. Makasih ya udah nelpon"

"Iya sama sama. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumsalam"


Lalu telfonpun ditutup. Dan Dian masih terdiam. Tapi buncahan buncahan itu kembali hadir. Entah itu apa. Buncahan yg sama ketika papa bilang Dian cocok jadi penulis. Buncahan yg sama yang saat ini menggerakan tangannya untuk mengambil secarik kertas dan pulpen, kemudian membuatnya menuliskan kata demi kata yg entah diapun tidak mengerti apa isinya. Yg jelas kini dihadapan dia sudah ada satu kertas berisi tulisan penuh dengan judul,"suara untuk negeri".

2 minggu berlalu sudah. Dian sudah lupa tentang tulisannya yg sempat ia kirimkan ke surat kabar waktu itu sesuai permintaan papa. Tulisan itu dia buat tanpa niat dan persiapan. Apa yang perlu ia harapkan. Saat itu ia hanya mengikuti letupan letupan dalam dirinya yang sampai sekarang ia masih belum paham itu apa. Apalagi saat ini dian sedang stuck dengan skripsinya.


"Sebelum kamu pergi ke seluruh perpustakaan diseluruh Indonesia untuk cari materi tentang judulmu ini, jangan kembali bimbingan ke saya," begitu kata dosen pembimbingnya.

"Huff," dian menarik nafas panjang. Dia memutuskan untuk mulai wisata perpustakaan demi skripsinya tersebut. Ia memilih untuk memulainya dari Jakarta, kota tempat terdekatnya saat ini karena sekarang ia tinggal di Bandung. Dan sore itu dian menelfon temannya untuk mencari tau bagaimana caranya mendapatkan akses ke perpustakaan  dikampus temannya itu.

"Kayaknya lo bisa langsung masuk aja deh. Cuma nulis data di buku tamu, tinggalin ktp sama bayar 5 rebu apa 10 rebu ya gue lupa"

"Seriusan gitu doang? Ga pake surat pengantar segala",

"Ga lah repot amat"

"Ya kali pake surat pengantar RT kaya orang mau nikah"

"Wkwkwk. Sekalian pake SKCK buat jaminan kalo lu ga bakalan nyolong buku nanti diperpus"

"Hahahhaha. Bisa aja lo"

"Be te we be te we. Selamat ya tulisan lo masuk koran. Akhirnya bisa juga gue baca tulisan lo"

"Hah? Koran mana?"

"Seputar Kota. Lah emang lo ga tau?"

"Seriusan? Ga tuh. Gw ga dpt pemberitahuan apa apa dari tim redaksinya"

"Wah masa sih? Parah tuh koran. Harusnya lo dikasi tau. Lo kan berhak dapet fee"

"Iya bener ga ada berita apa apa. Lo beneran baca tulisan gue?"

"Iya neng. Nama lo masih Dian Purnama kan? Tulisan lo judulny 'Suara untuk Negeri'kan?"

Dian menelan ludahnya. Sepertinya temannya sedang tidak bercanda. Judul yg ia katakan sama persis dengan judul yang ia tulis.

"Kapan itu waktunya?" tanya Dian

"Seminggu yang lalu. Gw inget banget soalnya gw lagi nunggu cewe gw diperpus buat ngasih kejutan ulangtaun buat dia. Tapi dia malah ga dateng dateng. Jadi gue iseng baca baca koran"

"Lu lagian ngasih kejutan ke cewe diperpus. Mana mau lah cewe lu"

"Ya namanya juga usaha. Gw pikir kan belum ada yg pernah ngasih kejutan diperpus ke cewenya. Lagian kalo ngasih kejutan diperpus lebih irit soalnya ga boleh bawa makanan"

"Wkwkwk. Asyeeeem. Bilang aja lo kere"

"Hahahha emang"


"Yaudah. Thanks ya infonya bro. Lain kali gue hubungi lagi"

"Never mind neng. Sehat sehat ya lu disana"

"Ok"

Dianpun langsung menutup telfonnya. Lupa sudah ia dengan segala hal tentang skripsinya. Diotaknya cuma satu. Mencari koran seminggu yang lalu.

***

Siang itu sedang panas panasnya. Dan sudah hampir seluruh kota ia putari. Toko demi toko. Loper demi loper. Tapi hasilnya nihil. Seminggu yang lalu waktu yg cukup panjang untuk sebuah toko menyimpan koran dagangannya. Jangankan seminggu, sehari saja koran sudah ditarik oleh distributornya untuk digantikan dengan koran yang baru. Dan kini harapannya cuma satu. Perpustakaan kampus. Biasanya setiap kampus menyimpan koran yang sudah dibaca. Dan kini dian sedang menuju kesana.

Ditapakinya satu demi satu tangga perpustakaan kampusnya. Hatinya terus berdoa koran yang ia maksud ada dibangunan ini. Setelah menaruh tasnya diloker, ia segera menuju keruangan tempat perpustakaan biasanya menaruh koran. Dari jauh terlihat beberapa koran menggantung seperti jemuran. Dilihatnya koran itu satu per satu.

Sial. Semua koran bertanggal sama. Yaitu tanggal hari ini. Pupus sudah harapan ia bisa menemukan tulisannya sendiri. Dengan langkah gontai, iapun pergi menghampiri petugas perpustakaan.

"Bu, maaf. Kalau koran seminggu yg lalu ada ga disini?"

"Koran apa neng?"

"Seputar kota"

"Ada. Disitu ibu taruh. Kalau yg dijembrengin mah emang koran yg hari ini aja. Tapi kalo yg lama lama ibu taruh disitu biar ga kebanyakan"


Setengah terperanjat Dian pun langsung mengucapkan terimakasi dan pergi menghampiri tempat yang ibu itu maksud. Dengan tergesa gesa ia cari satu persatu korannya dengan hati penuh harap.

Ada!!!

Koran dengan tanggal yang ia maksud ada. "Kali ini tinggal mencari rubriknya. Seharusnya ada dihalaman kedua,"batinnya.

Diaturnya nafas perlahan. Mempersiapkan diri kalau kalau ternyata ucapan kawannya salah. Kalau kalau bisa saja mata kawannya sedang katarak akibat banyak disumpahi mantan mantan pacarnya yang sering diberi kejutan kejutan aneh. Kalau kalau ternyata kawannya itu hanya mengerjainya saja.

Namun apa yang dilihat mengejutkan batinnya.

"Suara untuk Negeri oleh Dian Purnama". Dibacanya lekat lekat tulisan didepannya. Tak lupa ia lihat baik baik foto penulis rubrik ini. Ya! Kini ia bisa memastikan itu tulisan dirinya. Kawannya tidak salah. Maka langsung dengan cepat dibawanya koran tersebut ke bagian fotokopi. Saking senangnya entah kenapa ia hanya memotokopi satu kali.

"Papa pasti senang melihatnya," batinnya bersorak penuh riang.


Tiba tiba suara pesan singkat berbunyi di hp nya.

"Neng. Papa masuk rumah sakit. Kata dokter besok harus operasi karena keadaannya semakin buruk. Mama"

(Bersambung)

#ceritabintang

Urgensi Mengenal Diri Sendiri

Dulu, saya sangat menyukai pelajaran matematika. Bagi saya matematika itu mudah karena rumusnya pasti. Jadi jika kita sudah mengetahui rumusnya, maka persoalan apapun bisa dijawab. Dan pada matematika, segala macam persoalan pada dasarnya bisa diselesaikan dengan menggunakan rumus dasar, hanya saja tingkat persoalannya yang semakin lama semakin kompleks. Misal di tahap awal, soal yang disajikan adalah 2+2. Kemudian dibuat semakin kompleks dengan contoh soal 2+2+2+2. Lalu semakin kompleks lagi dengan menyajikannya dalam bentuk soal cerita, dst.

Begitupun dalam menghadapi kehidupan. Sesungguhnya sudah ada rumus dasar yang diciptakan untuk menghadapi setiap persoalan hidup, yaitu dengan mengenali diri sendiri. Kemampuan mengenali diri sendiri ini penting untuk diketahui setiap orang karena merupakan kunci untuk menemukan ketenangan dalam hidup.

Kok bisa?
Begini analoginya.

Setiap orang diciptakan dengan keunikannya masing masing. Semua memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan. Kombinasi dari setiap kelebihan dan kekurangan ini yg membuat kita berbeda dengan orang lain. Saya menganalogikannya sebagai kunci yg memiliki ulir masing masing sesuai dengan fungsinya. Ya, masing masing dari kita sebetulnya adalah kunci. Namun, dengan bentuk dan fungsi yg berbeda satu sama lain. Ada yg berbentuk kunci pintu, ada yg berbentuk kunci pagar, ada yg berbentuk kunci lemari, dan lain sebagainya. Bila kita mengetahui kita adalah tipe kunci apa, maka kita akan tau gembok apa yang bisa kita buka. Kita akan tau gembok bagian pekerjaan apa yg sesuai dengan diri kita sehingga potensi kita bisa mengetahui pekerjaan apa yg cocok dengan kita. Kita akan tau gembok pasangan hidup seperti apa yang sesuai dengan karakter diri kita sehingga kita dapat memilih pasangan hidup yang bisa menentramkan jiwa. Kita akan tau gembok teman seperti apa yg sesuai dengan kepribadian kita sehingga kita bisa memilih teman yg sesuai.

Kebanyakan yg terjadi saat ini adalah, kita tidak menyadari kita kunci macam apa karena kurangnya pemahaman tentang penting nya mengenali diri sendiri ini. Seringkali saat ini kita  melakukan sesuatu hanya karena hal tersebut banyak dilakukan orang sehingga kitapun mengikutinya. Contoh misalnya orang orang menginginkan anaknya menjadi pegawai atau dokter karena dianggap pekerjaannya enak tidak perlu kotor kotoran atau berpanas panasan. Padahal faktanya, ada loh diluar sana orang orang yg potensinya justru berada dipekerjaan yang membutuhkan kotor kotoran atau panas panasan. Misalnya seseorang yang memiliki bakat untuk menjadi petani atau seorang engineer.

Nah, ketidaksesuaian ini seperti memaksakan kunci dengan gembok yg berbeda. Ada yg bisa masuk, tapi tidak bisa terbuka, ada yg tidak bisa masuk sama sekali, ada yg dipaksa sampai akhirnya kunci tersebut patah. Hal hal ini yang pada akhirnya membawa kegalauan dalam hidup dan hilangnya kebermaknaan dalam diri kita.

Tumbuh, tapi tidak mengakar.
Mungkin kata kata ini yg tepat untuk menggambarkan apa yg sedang terjadi saat ini.

Kita hidup, tapi tidak merasa tenang. Semua serba salah, semua serba kurang, semua serba berat untuk dijalankan. Belum lagi arus kehidupan saat ini lebih deras dari sebelum sebelumnya. Informasi semakin terbuka. Akses untuk mendapatkan sesuatu semakin mudah. Hal ini yg membuat kita yg sudah terlanjur hidup tanpa "mengakar" menjadi sangat mudah untuk terombang ambing dalam arus kehidupan yg saya sebutkan tadi. Wallahu a'lam.


Baik. Sekian dulu postingan hari ini.  InsyaAllah dipostingan selanjutnya saya akan bahas tentang apa yg dimaksud pengenalan diri ini serta keterkaitannya dengan berbagai aspek kehidupan kita seperti pola pengasuhan, kebermaknaan hidup, life balance, dan lain sebagainya. InsyaAllah 😊

Piknik Yuk, Mak!

 Apa yang teman-teman pikirkan ketika mendengar kata ‘Piknik’? Topi dan kacamata hitam? Tikar dan rumput hijau membentang? Healing ? Kalau b...