Jumat, 07 April 2017

Sore itu Istimewa (bagian 4)

Ironis memang. Karena tidak ada sedikitpun niat ayahnya untuk membuat dian merasa seperti itu. Justru ayahnya melakukan hal tersebut agar dian tidak mengalami pahitnya kemiskinan yang pernah ia alami.

Namun, dian terlanjur berprasangka. Ia merasa bahwa ayahnya sangat tidak mengerti dirinya. Apapun yang dian lakukan selalu dianggap salah. Setiap jeritan dian tidak pernah didengar. Ayahnya seperti tidak mampu merasakan apa yang ia rasakan. Dianpun merasa bodoh karena ia hanya bisa menulis, bukan memimpin perusahaan seperti keinginan ayahnya.

Di sisi lain, hal inilah yang membuat pertemuan dian dengan papa menjadi istimewa. Karena untuk pertama kalinya, dian merasa ada seorang ayah yang mampu mendengar hatinya, walau ia tidak mengatakannya. Karena untuk pertama kalinya, ia merasa dihargai sebagai dirinya sendiri. Karena untuk pertama kalinya, ada orang yang mampu membuat dian merasa yakin dengan kemampuannya.

Namun, hal ini juga yg membuat dian kecewa, ketika Tuhan menakdirkan ia harus kehilangan papa untuk selama lamanya. Masa masa itu adalah masa kekacauan bagi dian. Ia seperti kehilangan arah lagi. Ditengah kecamuk emosinya, dian berteriak melampiaskan semua amarahnya kepada ayahnya. Bahwa ia selama ini merasa tidak berharga. Bahwa ia merasa sebagai anak yang dibuang. Tentu saja ayahnya kaget mendengarnya. Karena tidak ada sedikitpun maksud ayahnya membuang Dian. Bahkan ayahnya sendiri kerap merindukan dian ketika dian tidak dirumah. Namun rasa rindu itu ia tahan karena ia tau Dian berada ditempat yang lebih nyaman dibandingkan yang ia tempati. Malam itu, ketika dua hati sama sama terbuka, adalah malam dimana paling menenangkan dian disepanjang hidupnya.


"Jadi, bagaimana respon ayahmu?" Tanya saya sekali lagi.

"Ayah... ayah mengijinkan mba. Katanya aku sudah dewasa. Sudah waktunya memilih jalan hidup sendiri", kata dian dengan senyum merekah.

"Alhamdulillah, senang mba dengarnya," jawab saya sambil memeluknya. Dianpun membalasnya dengan erat.


"Lagipula, adikku sudah lulus kuliah mba. Jadi bisa membantu ayah menjalankan perusahaan. Sepertinya ia lebih cocok disana dibanding aku"

"Iya dek. Mudah mudahan ini jadi awal yang baik untuk kalian semua. Mba ga sabar menunggu karya karya kamu"

Ah... sore itu, memang istimewa.

Selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Piknik Yuk, Mak!

 Apa yang teman-teman pikirkan ketika mendengar kata ‘Piknik’? Topi dan kacamata hitam? Tikar dan rumput hijau membentang? Healing ? Kalau b...