Minggu, 28 Oktober 2018

Dasar dari Sebuah Hubungan Menurut buku “Peaceful Parent, Happy Kids”




Menurut penulis buku ini, ia banyak menemui keluarga yang mengalami krisis ketika anak berada pada usia tertentu. Yang pertama adalah saat anak berada di usia sekitar 13 bulan, yaitu saat dimana anak memasuki usia balita dan mulai bisa tantrum. Pada titik ini, orangtua akan berusaha untuk mencari strategi yang positif agar anak bisa tetap merasa aman dan orangtua tetap bisa memberikan arahan, sambil meyakinkan anak bahwa orangtua tetap ada disamping mereka. Menurut penulis buku ini, keluarga yang seperti ini adalah keluarga yang menawarkan win-win relationship, asalkan mereka tetap saling mendengarkan, menghindari hukuman, dan berusaha menghindari keretakan. Keluarga yang seperti ini juga diprediksi akan memiliki kedekatan dengan anak di sepanjang hidup mereka.
Lalu, bagaimana dengan keluarga yang memberikan hukuman bagi anaknya? Menurut penulis buku ini, hal ini sama saja seperti mendorong anak lebih menjauh dari orangtua dan justru membuat pengaruh orangtua berkurang terhadap kehidupan anak tanpa mereka sadari. Menurut penulis buku ini, selama orangtua menakut-nakuti anak dan menjalankan time out, anak akan mematuhi orangtua secara langsung. Tapi keinginan mereka untuk mendengarkan orangtuanya akan semakin berkurang setiap kali orangtua memberikan hukuman. Dan saat mereka berusia 5-6 tahun, saat secara fisik mereka sudah terlalu besar untuk bisa dikontrol, maka sikap mereka akan berubah menjadi pembangkang. Dan hal ini akan terus meningkat hingga usia remaja, ketika seorang anak sudah bisa pergi keluar dari rumahnya untuk mencari cinta di tempat-tempat yang salah, dan tanpa disadari, mereka justru menolak perlindungan dari keluarganya.
Nah, menurut penulis buku ini, jika ada orangtua yang sudah terlanjur menghukum anaknya, maka jadikanlah tulisan ini sebagai alarm. Setelah itu, anak anda akan mencintai anda. Dan bahkan dalam kebanyakan waktu, mereka akan mendengarkan orangtuanya. Dan tentu saja dalam beberapa tingkatan. Karena anak dirancang untuk mencintai orangtuanya - bahkan jika orangtuanya telah menyakitinya sekalipun. dan jika kita menghukum mereka, anak kita akan memiliki bukti yang cukup bahwa kita tidak selalu ada disamping mereka. jadi, hukuman akan mengurangi pengaruh orangtua terhadap anak dan akan mengikis kedekatan kita terhadap anak, yang akan terlihat jelas ketika mereka menjadi dewasa dan mulai tidak memiliki ketergantungan terhadap kita.
Lalu pertanyaannya adalah, apakah jika saya baru menyadari sekarang, itu artinya sudah terlalu terlambat? Menurut penulis buku ini, jawabannya tentu saja tidak. Orangtua akan selalu bisa memperkuat hubungan dengan anaknya meskipun hubungan terasebut sudah rusak. Tapi tentu saja hal ini membutuhkan kerja keras, niat yang tulus, dan rasa cinta yang besar.
Bagaimana cara membuat hubungan yang mendalam dengan anak

Dalam buku ini, penulis mengajak pembaca untuk berasumsi bahwa kita butuh memberikan waktu untuk menciptakan hubungan yang baik dengan anak kita. Quality time adalah sebuah mitos, karena tidak ada tentang keberpalingan dalam menciptakan sebuah kedekatan. Coba bayangkan jika kita bekerja selama seharian dan tidak menghabiskan waktu sore kita bersama suami, dan hal ini kita lakukan selama 6 bulan. Apakah suaim kita akan bisa terbuka dengan kita? Penulis buku ini menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban “tidak”. Kenapa? Karena dalam suatu hubungan, tidak ada kualitas jika tidak ada kuantitas. Kita tidak bisa berharap memiliki hubungan yang baik dengan anak kita jika kita seharian bekerja dan anak kita seharian bermain bersama teman, gadget atau pengasuhnya. Jadi, meskipun kita merasa tertekan dengan pekerjaan dan juga dengan kehidupan sehari-hari, jika kita ingin memiliki hubungan yang dekat dengan anak kita, kita perlu menyediakan waktu luang – setiap hari – untuk menciptakan kedekatan dengan anak.
Kita memperoleh kepercayaan anak kita melalui perilaku kita sehari-hari: misalnya saat kita memenuhi janji untuk bisa bermain bersama mereka, menjemput mereka tepat waktu, memahami mereka ketika mereka belum bisa menjadi yang terbaik. Sebetulnya, kita tidak perlu melakukan sesuatu yang spesial untuk membangun hubungan yang baik dengan anak kita. Kabar baik dan sekaligus kabar buruknya adalah, setiap interaksi yang kita lakukan akan mempengaruhi bagaimana hubungan kita dengan anak. Saat berbelanja bersama atau saat mandi sekalipun bisa menjadi sama pentingnya seperti saat kita mempersiapkan pesta ulangtahunnya. Bagaimana orangtua menghandle setiap tantangan yang mereka hadapi akan menjadi satu batu bata yang yang dibutuhkan untuk membangun pondasi hubungan antara orangtua dengan anak dan juga pondasi jiwa mereka. karena sebagian besar hidup kita adalah tentang bagaimana kita mengatur kegiatan sehari-hari kita bersama anak-anak, oleh karena itu penting bagi kita untuk menjalani rutinitas kita dengan cara yang menyenangkan, penuh tawa dan kehangatan dibandingkan hanya meminta anak mengerjakan jadwal harian mereka. Dan bermain adalah cara yang paling mungkin dilakukan untuk mengurangi ketegangan dan membangun kepercayaan dengan anak kita.
Namun sayangnya, kehidupan, dengan segala gangguan yang tak terbatas dan juga perpisahan yang terjadi secara terus-menerus, selalu memiliki cara untuk mengikis suatu hubungan. Pekerjaan, sekolah, rasa lelah, dan tanggung jawab agar anak kita tetap mematuhi jadwal hariannya yang sibuk membuat kita sulit menciptakan hubungan yang mendalam. Faktanya, bagi anak kecil, saat-saat dimana perhatian orangtuanya berada di tempat lain selain dirinya, itu diartikan sebagai suatu bentuk perpisahan. Itu alasannya kenapa mereka sering bertingkah ketika orangtuanya mendapatkan telepon atau mulai memasak makan malam. atau bahkan ketika orangtua meminta anaknya untuk mengerjakan suatu tugas, dia mungkin akan melakukan hal-hal yang tetap membuat orangtuanya memberikan perhatian.
Itu alasannya kenapa semua orangtua butuh terkoneksi kembali dengan anak mereka, hanya untuk mengembalikan hubungan mereka yang terkikis oleh perpisahan-perpisahan dan gangguan-gangguan yang normal terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pengasuhan yang efektif hampir tidak mungkin terjadi hingga koneksi yang positif antara orangtua dan anak kembali terbangun. Jadi, berpikirlah bahwa hal ini merupakan suatu cara pencegahan sebelum suatu masalah terjad di masa depan.
Orangtua biasanya menjadi tempat berlabuh dan juga kompas bagi seorang anak. Ketika mereka terpisah dengan orangtuanya, mereka butuh pengganti, jadi mereka mengorientasikan diri mereka pada orang-orang di sekitar mereka seperti guru, pembimbing, gadget, atau teman sebaya. Jadi saat kita mengembalikan fisik mereka ke dalam orbit kita, maka usahakanlah untuk mengembalikan emosinya juga ke dalam orbit kita.




Sumber:

Markham, L. 2012. Peaceful Parent, Happy Kids (How To Stop Yelling and Start Connecting). New York: Penguin Group.

Selasa, 16 Oktober 2018

Cara Mempererat Ikatan dengan Anak usia Sekolah Dasar (6-9 tahun) Menurut buku “Peaceful Parent, Happy Kids”


Oleh: Ernawati, Mpsi., Psikolog.

Membangun pondasi untuk masa-masa remaja
Apa yang terjadi pada usia ini? Menurut buku ini, biasanya anak-anak usia sekolah dasar terlihat lebih mudah diatur. Mereka memiliki kontrol diri, lebih bisa diajak kerja sama dan lebh peka.
Tapi permasalahannya di masa ini, biasanya orangtua sibuk dengan kehidupan dunianya seperti mengurus rumah tangga, menyiapkan makan malam, sedangkan anak-anak sedang mencoba untuk membentuk diri mereka sendiri di masa depan.
Biasanya pada masa ini, orangtua sangat merasa kelelahan dan kewalahan dengan permasalahan hidupnya dan sangat merasa lega ketika anak lebih sering berinteraksi denga n para teman sebayanya.
Konsekuensinya, ketika kita menghabiskan waktu kita sehari-hari dan waktu wiken kita dengan berolahraga sendiri, gadget atau tidur selama seharian, akan sangat mudah bagi kita untuk menjadi sangat jauh dengan anak. Karena pada masa ini, anak sangat merasa cukup dengan dirinya sendiri, sangat menyenangi kehidupan mereka dengan teman-teman mereka, dan sangat sibuk dengan gadget mereka sendiri. Mungkin kita belum bisa melihat ini secara langsung, tapi perlahan-lahan pengaruh kita terhadap kehidupan mereka akan pudar, sejalan dengan kondisi anak kita yang mulai membentuk dirinya sendiri dengan norma yang berlaku di pertemanannya dan juga melalui gambaran yang ada di media.
Anak secara alamiah akan senang bersama teman-temannya dan tertarik pada media untuk mencari tahu apa sebetulnya norma sosial yang berlaku. Yang bahaya adalah ketika seorang anak tidak terikat secara erat dengan orangtua mereka dan tidak lagi menjadikan orangtuanya sebagai bintang utara mereka, maka mereka akanmulai berorientasi kepada nilai-nilai yang berlaku di lingkungan pertemanan mereka atau di media. Jika kita tidak memiliki hubungan yang dekat dengan anak kita sebelum mereka masuk ke sekolah menengah, maka mereka akan mencari kedekatan dan bimbingan dari orang lain. Yang menyedihkan adalah, ketika kita mulai sadar bahwa anak kita lebih memilih teman-temannya daripada orangtuanya sendiri, saat itu kita sudah sulit lagi untuk mendapatkan perhatian mereka kembali.
Target utama  kita ketika anak berada di sekolah dasar adalah membangun hubungan yang kuat dengan anak kita, yang akan menyeimbangkan pengaruh dari pertemanan sosial anak dan juga menjadi pondasi penting bagi anak untuk menghadapi masa-masa remajanya. Bagaimana caranya?

1.      Ciptakan rutinitas dalam keluarga yang dapat mempererat ikatan
Pertemuan dengan orangtua, makan bersama, pergi bersama ayah setiap malam minggu untuk membeli keperluan rumah. Apapun kegiatan yang kita kerjakan di rumah, jadikan itu sebagai bentuk untuk mempererat ikatan dan jadikan itu sebagai rutinitas. Sehingga setiap anggota keluarga akan merindukan saat-saat itu dan kegiatan itu benar-benar bisa mereka rasakan.
2.      Tolaklah keinginan untuk berkegiatan dengan orang lain. Dan sebagai gantinya, habiskanlah waktu kita dengan anak. Masa ini adalah masa yang tepat untuk membangun pondasi bagi hubungan orangtua dengan anak-anak di masa mendatang.
3.      Pekalah terhadap keinginan anak untuk menjadi mendiri. Kedewasaan tidak datang secara langsung. Kadang-kadang kita perlu mengalami kemunduran terlebih dahulu dan itu hal yang normal. Ingatlah bahwa setelah masa dimana anak membutuhkan kemandirian seperti tidur sendiri, anak anda akan memiliki sedikit ketergantungan kepada anda. Jadi daripada kita bertingkah seperti usia mereka, lebih baik kita memenuhi kebutuhan mereka dengan cara membangun hubungan yang mendalam.

Dalam buku ini, penulis mengingatkan bahwa sebagai orangtua, seringkali kita merasa baru saja menyelesaikan toilet training untuk anak kita, padahal sekarang usianya sudah memasuki usia sekolah dasar. Dan sebentar lagi masa-masa remaja akan datang. Ini adalah kesempatan terakhir bagi orangtua dan kesempatan terbaik untuk dekat dengan anak. Maka ambillah kesempatan ini untuk menciptakan sebuah hubungan yang manisS, karena masa ini adalah masa terakhir dimana orangtua masih menjadi pusat kehidupan mereka.



Sumber:

Markham, L. 2012. Peaceful Parent, Happy Kids (How To Stop Yelling and Start Connecting). New York: Penguin Group.

Jumat, 12 Oktober 2018

Cara Mempererat Ikatan dengan Anak usia 3-5 tahun Menurut buku “Peaceful Parent, Happy Kids”



Oleh: Ernawati, Mpsi., Psikolog.

Mengembangkan Kemandirian
Menurut buku ini, pada usia 3-5 tahun, orangtua masih menjadi pusat dari kegiatan anak. Orangtua masih menjadi bintang utara atau petunjuk arah bagi anak. Namun, pada tahap ini anak sudah bisa mengetahui, bahwa jika ia berpisah dengan orangtuanya, ia tidak akan mendapatkan perlindungan dan akan menghadapi berbagai resiko. Oleh karena itu, ia akan mencoba bernegosiasi dengan orangtuanya dengan acranya sendiri.
Tapi, sifat alamiah seorang ibu memang seolah-olah membuat anak menjadi sangat manja kepada ibunya karena sebuah alasan. Alasan itu  bukan hanya karena anak membutuhkan perlindungan orangtuanya; tapi juga agar ia bisa mematuhi bimbingan orangtuanya. Karena anak-anak mungkin terlihat tidak mendengarkan orangtuanya, tapi sebetulnya orangtuanyalah sumber informasi yang paling mereka percaya tentang dunia ini, termasuk tentang diri mereka sendiri.
Dalam buku ini juga dibahas bahwa beberapa orangtua merasa frustasi karena anaknya tidak bisa berpisah dengan orangtua saat pertama kali masuk sekolah di usia tiga tahun. Biasanya para orangtua ini akan bertanya-tanya,”ada apa dengan anak saya?” atau “Mengapa anak saya tidak mandiri?”.
      Untuk menjawab pertanyaan di atas, penulis buku ini mengajak kita terlebih dahulu memahami apa sebetulnya arti kemandirian. Apakah anak yang mandiri adalah anak yang mudah berpisah dengan ibunya, seperti anak yang sudah bisa dengan mudah tidur sendiri seperti anak yang sudah berusia 5 tahun? atau anak yang bisa pergi camping sendri selama sebulan seperti anak usia 9 tahun? Apakah itu yang disebut sebagai anak yang mandiri?
Jawabannya tentu saja tidak. Kemandirian tidak sama dengan mudah berpisah dengan orangtua. Kenapa? Karena anak secara biologis didesign untuk berada disekitar bintang utara atau attachment leadernya. Jadi ketika ia jauh dengan orangtuanya, maka ia akan bergantung kepada oranglain, entah kepada gurunya atau temannya. Ketergantungan dengan guru bisa menjadi sesuatu yang baik karena membuat anak menjadi mudah menerima arahan dari gurunya. Namun ketika anak memiliki ketergantungan dengan temannya, hal inilah yang beresiko bagi anak.
Dan lagi, fakta bahwa anak bisa dengan mudah berpisah dengan orangtuanya tidak selalu merupakan pertanda yang baik. Kita tidak bisa mengharapkan anak berumur 4 bulan untuk menjadi mandiri; itu justru sebuah tanda adanya perkembangan yang abnormal. Begitupun dengan anak yang berusia 15 bulan. Anak berusia 15 bulan yang tidak mencari orangtuanya ketika orangtuanya pergi bukan berarti akan tumbuh menjadi anak yang mandiri. Bisa jadi mereka termasuk avoidant children dan mereka sendiri sudah putus asa untuk berusaha memenuhi kebutuhan mereka sendiri sehingga mereka tak merasa cemas, meskipun detak jantung mereka berdegup kencang. Mungkin saja anak seperti ini akan pergi ke perkemahan tanpa sama sekali menoleh ke orangtuanya. Jadi,  seorang anak yang mudah berpisah dengan orangatuanya ini bisa jadi merupakan suatu tanda adanya attachment yang sudah usang dan justru ke depannya akan membuat mereka sulit menjalin hubungan yang baik dengan orang lain.
Selain itu, anak membutuhkan seseorang yang memberikan attachment agar ia bisa merasa aman. Hal ini dibutuhkan untuk mereka bisa bertahan hidup; orangtua perlu memberikan landasan dasar agar anak merasa aman mengeksplorasi dunia. Ketika kita memaksa seorang anak untuk bisa mandiri secara emosional sebelum waktunya, penelitian menunjukan bahwa mereka justru akan merasa lebih manja. Terkadang mereka terlalu memiliki hubungan yang mendalam dengan anggota teman sekelompoknya, atau terlalu lekat dengan suatu teman sebagai pengganti attachment orangtua yang dia butuhkan.
Sampai sini, kita bisa simpulkan bahwa kemandirian adalah ketika anak mendapatkan attachment yang mencukupi dari orangtuanya sehingga mereka bisa berinteraksi dengan dunia sesuai dengan perkembangan usianya. Misalnya anak mampu bermain dengan anak lainnya tanpa menyakiti mereka, atau berinteraksi dengan baik bersama guru, atau berpartisipasi dalam permainan bola tanpa tantrum, atau mengerjakan pekerjaan rumahnya tanpa disuruh. Pada awalnya, mereka membutuhkan orangtua untuk membantu mereka mengerjakan semua ini. Tapi lama kelamaan, mereka akan bisa melakukannya sendiri.
Jadi, daripada berpikir bahwa kemandirian adalah ketika anak kita bisa berpisah dengan orangtuanya, lebih baik kita berpikir bahwa kemandirian adalah kemampuan anak untuk merasa percaya diri dan berkompeten dalam berinteraksi dengan dunia melalui caranya sendiri. Hal inilah yang dimaksud dengan kemandirian.
Selanjutnya, apa yang membuat anak menjadi mandiri? Jawabannya adalah “Akar” dan “sayap”. Akar dari sebuah kemandirian adalah adanya secure attachment dari orangtuanya, yaitu mengetahui bahwa ayah dan ibunya akan selalu ada ketika mereka membutuhkan. Ketika seorang anak tahu bahwa orangtua akan selalu ada untuk mereka kapanpun mereka butuhkan, maka mereka bisa fokus untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan mereka, termasuk membuat mereka menjadi lebih mandiri dalam menjalankan tanggung jawab mereka. Jika mereka tidak tahu apakah mereka bisa bersandar pada orangtuanya atau tidak, maka anak akan sibuk untuk mencari perhatian dan pengakuan dari orangtuanya, dan ini akan membuat ia mengalami kesulitan untuk memenuhi tugas perkembangannya. Dan jika orangtua tidak memberikan perhatian terhadap hal ini, maka anak akan mencari perhatian dari teman-temannya, walaupun terkadang hasil yang didapatkannya buruk.
Lalu bagaimana dengan sayap? Yang dimaksud sayap yaitu merasa kuat. Ketika kita memberikan anak kesempatan untuk secara alami mengemukakan kebutuhannya, maka mereka sedang mengembangkan kemandiriannya. Mereka perlu pengalaman dimana mereka merasa kuat dalam arti yang positif – bahwa mereka bisa melakukan sesuatu yang hasilnya diapresiasi positif oleh lingkungan. Mereka juga perlu tahu apakah orangtuanya masih ada di sekitarnya untuk menjadi back up mereka. Pengalaman dimana mereka merasa bisa melakukan sesuatu dalam pengawasan orangtuanya akan menumbuhkan kepercayaan diri, dan akhirnya berkembang sebagai kemandirian.
Yup, segitu ya pembahasannya tentang cara mempererat ikatan di usia 3-5 tahun. Semoga bermanfaat.


Sumber:

Markham, L. 2012. Peaceful Parent, Happy Kids (How To Stop Yelling and Start Connecting). New York: Penguin Group.

Piknik Yuk, Mak!

 Apa yang teman-teman pikirkan ketika mendengar kata ‘Piknik’? Topi dan kacamata hitam? Tikar dan rumput hijau membentang? Healing ? Kalau b...