Oleh: Ernawati, Mpsi., Psikolog.
Mengembangkan Kemandirian
Menurut buku ini, pada usia 3-5 tahun, orangtua masih
menjadi pusat dari kegiatan anak. Orangtua masih menjadi bintang utara atau
petunjuk arah bagi anak. Namun, pada tahap ini anak sudah bisa mengetahui, bahwa
jika ia berpisah dengan orangtuanya, ia tidak akan mendapatkan perlindungan dan
akan menghadapi berbagai resiko. Oleh karena itu, ia akan mencoba bernegosiasi
dengan orangtuanya dengan acranya sendiri.
Tapi, sifat alamiah seorang ibu memang seolah-olah membuat
anak menjadi sangat manja kepada ibunya karena sebuah alasan. Alasan itu bukan hanya karena anak membutuhkan perlindungan
orangtuanya; tapi juga agar ia bisa mematuhi bimbingan orangtuanya. Karena
anak-anak mungkin terlihat tidak mendengarkan orangtuanya, tapi sebetulnya orangtuanyalah
sumber informasi yang paling mereka percaya tentang dunia ini, termasuk tentang
diri mereka sendiri.
Dalam buku ini juga dibahas bahwa beberapa orangtua merasa
frustasi karena anaknya tidak bisa berpisah dengan orangtua saat pertama kali
masuk sekolah di usia tiga tahun. Biasanya para orangtua ini akan
bertanya-tanya,”ada apa dengan anak saya?” atau “Mengapa anak saya tidak
mandiri?”.
Untuk menjawab pertanyaan di
atas, penulis buku ini mengajak kita terlebih dahulu memahami apa sebetulnya
arti kemandirian. Apakah anak yang mandiri adalah anak yang mudah berpisah
dengan ibunya, seperti anak yang sudah bisa dengan mudah tidur sendiri seperti anak
yang sudah berusia 5 tahun? atau anak yang bisa pergi camping sendri selama
sebulan seperti anak usia 9 tahun? Apakah itu yang disebut sebagai anak yang
mandiri?
Jawabannya tentu saja tidak. Kemandirian tidak sama
dengan mudah berpisah dengan orangtua. Kenapa? Karena anak secara biologis
didesign untuk berada disekitar bintang utara atau attachment leadernya. Jadi ketika ia jauh dengan orangtuanya, maka
ia akan bergantung kepada oranglain, entah kepada gurunya atau temannya.
Ketergantungan dengan guru bisa menjadi sesuatu yang baik karena membuat anak
menjadi mudah menerima arahan dari gurunya. Namun ketika anak memiliki
ketergantungan dengan temannya, hal inilah yang beresiko bagi anak.
Dan lagi, fakta bahwa anak bisa dengan mudah berpisah
dengan orangtuanya tidak selalu merupakan pertanda yang baik. Kita tidak bisa
mengharapkan anak berumur 4 bulan untuk menjadi mandiri; itu justru sebuah
tanda adanya perkembangan yang abnormal. Begitupun dengan anak yang berusia 15
bulan. Anak berusia 15 bulan yang tidak mencari orangtuanya ketika orangtuanya
pergi bukan berarti akan tumbuh menjadi anak yang mandiri. Bisa jadi mereka
termasuk avoidant children dan mereka sendiri sudah putus asa untuk berusaha memenuhi
kebutuhan mereka sendiri sehingga mereka tak merasa cemas, meskipun detak
jantung mereka berdegup kencang. Mungkin saja anak seperti ini akan pergi ke
perkemahan tanpa sama sekali menoleh ke orangtuanya. Jadi, seorang anak yang mudah berpisah dengan
orangatuanya ini bisa jadi merupakan suatu tanda adanya attachment yang sudah
usang dan justru ke depannya akan membuat mereka sulit menjalin hubungan yang
baik dengan orang lain.
Selain itu, anak membutuhkan seseorang yang memberikan
attachment agar ia bisa merasa aman. Hal ini dibutuhkan untuk mereka bisa
bertahan hidup; orangtua perlu memberikan landasan dasar agar anak merasa aman
mengeksplorasi dunia. Ketika kita memaksa seorang anak untuk bisa mandiri
secara emosional sebelum waktunya, penelitian menunjukan bahwa mereka justru
akan merasa lebih manja. Terkadang mereka terlalu memiliki hubungan yang
mendalam dengan anggota teman sekelompoknya, atau terlalu lekat dengan suatu
teman sebagai pengganti attachment orangtua yang dia butuhkan.
Sampai sini, kita bisa simpulkan bahwa kemandirian adalah
ketika anak mendapatkan attachment yang mencukupi dari orangtuanya sehingga
mereka bisa berinteraksi dengan dunia sesuai dengan perkembangan usianya. Misalnya
anak mampu bermain dengan anak lainnya tanpa menyakiti mereka, atau
berinteraksi dengan baik bersama guru, atau berpartisipasi dalam permainan bola
tanpa tantrum, atau mengerjakan pekerjaan rumahnya tanpa disuruh. Pada awalnya,
mereka membutuhkan orangtua untuk membantu mereka mengerjakan semua ini. Tapi
lama kelamaan, mereka akan bisa melakukannya sendiri.
Jadi, daripada berpikir bahwa kemandirian adalah ketika
anak kita bisa berpisah dengan orangtuanya, lebih baik kita berpikir bahwa
kemandirian adalah kemampuan anak untuk merasa percaya diri dan berkompeten
dalam berinteraksi dengan dunia melalui caranya sendiri. Hal inilah yang dimaksud
dengan kemandirian.
Selanjutnya, apa yang membuat anak menjadi mandiri? Jawabannya
adalah “Akar” dan “sayap”. Akar dari sebuah kemandirian adalah adanya secure
attachment dari orangtuanya, yaitu mengetahui bahwa ayah dan ibunya akan selalu
ada ketika mereka membutuhkan. Ketika seorang anak tahu bahwa orangtua akan
selalu ada untuk mereka kapanpun mereka butuhkan, maka mereka bisa fokus untuk
memenuhi tugas-tugas perkembangan mereka, termasuk membuat mereka menjadi lebih
mandiri dalam menjalankan tanggung jawab mereka. Jika mereka tidak tahu apakah
mereka bisa bersandar pada orangtuanya atau tidak, maka anak akan sibuk untuk
mencari perhatian dan pengakuan dari orangtuanya, dan ini akan membuat ia
mengalami kesulitan untuk memenuhi tugas perkembangannya. Dan jika orangtua
tidak memberikan perhatian terhadap hal ini, maka anak akan mencari perhatian dari
teman-temannya, walaupun terkadang hasil yang didapatkannya buruk.
Lalu bagaimana dengan sayap? Yang dimaksud sayap yaitu
merasa kuat. Ketika kita memberikan anak kesempatan untuk secara alami mengemukakan
kebutuhannya, maka mereka sedang mengembangkan kemandiriannya. Mereka perlu
pengalaman dimana mereka merasa kuat dalam arti yang positif – bahwa mereka
bisa melakukan sesuatu yang hasilnya diapresiasi positif oleh lingkungan.
Mereka juga perlu tahu apakah orangtuanya masih ada di sekitarnya untuk menjadi
back up mereka. Pengalaman dimana mereka merasa bisa melakukan sesuatu dalam
pengawasan orangtuanya akan menumbuhkan kepercayaan diri, dan akhirnya berkembang
sebagai kemandirian.
Yup, segitu ya pembahasannya tentang cara mempererat
ikatan di usia 3-5 tahun. Semoga bermanfaat.
Sumber:
Markham, L. 2012. Peaceful Parent, Happy Kids (How
To Stop Yelling and Start Connecting). New York: Penguin Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar