Minggu, 07 Mei 2017

Pola Asuh?

Rehat dulu sejenak dari membaca buku parenting yang sedang kita bahas. Sayapun sama seperti kebanyakan orang. Memiliki banyak pertanyaan setelah membaca buku parenting sehingga kadang merasa lelah. Apa saya sudah benar menjalani pola asuh kepada anak saya? Apa saya sudah bisa dikatakan ideal? Apa saya sudah menjalankan semua tips tips yang ada dalam buku ini? Apa saya sudah bisa dikategorikan sebagai orangtua yang baik? Dan berbagai pertanyaan lain seputar pola asuh saya sebagai orangtua.

Sesungguhnya pertanyaan pertanyaan saya mengenai pola asuh ini ada sejak lama. Bahkan sejak kecil sehingga dengan takdir Allah saya dipertemukan dengan ilmu psikologi. Ketertarikan ini juga yang membuat saya membahas pola asuh di skripsi dan tesis saya. Dan saya akan bercerita sedikit tentang ini.

Pertama kali membahas pola asuh diskripsi, saya cukup bingung. Dulu saya kira pengertian pola asuh itu kompleks. Mengingat pelaksanaannya itu kompleks. Tapi ternyata, pengertian pola asuh secara literatur itu sederhana. Diana Baumrind, tokoh yang terkenal dengan teori pengasuhannya mengatakan bahwa pola asuh adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan pemberian kontrol dan kehangatan, dimana kontrol didefinisikan sebagai segala hal yang berhubungan dengan pemberian batasan dan aturan kepada anak. Sedangkan kehangatan didefinisikan sebagai respon orangtua dalam memahami kebutuhan anak yang meliputi rasa kasih sayang, perhatian, dan keterlibatan terhadap kehidupan anak.

Menurut saya, penjelasan ini membingungkan karena too simple. Sama ketika anda bertanya kepada seseorang,”apa kriteria calon istri anda?” lalu ia menjawab “ia harus baik”. dan definisi baik itu tidak dijelaskan secara detail. Ini memusingkan karena terlalu banyak kemungkinan definisi "baik" disana.

Hal lain yang membingungkan adalah ketika saya menyusun indikator dari item item antara kontrol dan kehangatan. Rasanya seperti tumpang tindih. Misal di dimensi kontrol ada item “ibu saya memberikan batasan kepada saya tentang jam berapa saya harus pulang kerumah”. Namun di dimensi kehangatan juga terdapat item " ibu saya memberikan saya kesempatan untuk membuat jadwal sendiri sesuai dengan kegiatan yg dilakukan". Item ini dibuat untuk memperlihatkan kepedulian orangtua terhadap kebutuhan anaknya juga rasa percaya orangtua kepada anak. Jadi seringkali saya merevisi antara item satu dengan yang lainnya agar tidak saling tumpang tindih.


Yang terakhir yang membuat saya bingung adalah komposisi yang pas antara kontrol dan kehangatan. Dalam literatur disebutkan bahwa pola asuh yang baik adalah yang seimbang antara pemberian kontrol dan kehangatan. Namun tidak disebutkan berapa “takaran” yang dibutuhkan untuk disebut sebagai seimbang. Apakah 50:50, atau 100:100, atau 1.000:1.000? Lantas darimana kita tau bahwa apa yang kita lakukan sudah seimbang?

Memasuki dunia nyata pengasuhan, kebingungan semakin terasa nyata. Yang mana sebenarnya pengasuhan yang efektif? Terkadang kontrol yang terlalu ketat dibilang baik oleh sekelompok orang, tapi juga menuai kritik dari sekelompok orang lainnya. Misalnya seorang ibu secara ketat memberlakukan bahwa anaknya yang masih balita tidak boleh makan jajanan warung, tidak boleh naik motor, mencuci pakaian dan alat makan hanya dengan deterjen dan alat cuci khusus untuk bayi, sama sekali tidak mengijinkan anaknya makan dari peralatan makan yang tidak ada lisensi “food grade” nya, dsb. Beberapa orang mengatakan “itu terlalu ketat, sesekali bolehlah anak merasakan hal-hal tersebut, ga usah terlalu higienis, kasian anak terkekang, bla bla bla”. Beberapa orang lagi justru malah memuji kekonsistenan orangtua macam ini karena berhasil mencegah anaknya dari hal hal yang tidak baik diluar sana. Lalu mana yang benar?


 Well, sejauh ini, ada beberapa hal yg bisa digarisbawahi selama saya menyelami teori serta prakteknya dalam dunia pengasuhan. Berikut diantaranya:

Dimulai dari kehangatan
Kontrol atau kehangatan dulu yang diberikan kepada anak saat anak lahir? Maka jawaban saya adalah mulai lah dengan kehangatan. Seorang bayi yang baru lahir memiliki banyak potensi yg belum berkembang. Untuk itu diperlukan kehangatan dari kita sebagai orangtuanya agar potensi potensi tersebut dapat tumbuh secara optimal. Kehangatan yang anak dapatkan dari orangtuanya akan membuat ia mempercayai lingkungan sehingga ia akan berani mengeksplor lingkungannya. Kehangatan inilah yang akan membuat kita dan anak memiliki koneksi. Lagipula, bayi yg baru lahir memang belum perlu batasan dan aturan yg berlebihan dari kita bukan?


Kehangatan yang tidak membutuhkan apapun kecuali diri kita dan anak adalah yang terbaik
Saya teringat oleh jawaban seorang psikolog senior, ibu Elly Risman ketika ditanya mainan apa yg paling baik diberikan kepada anak dan beliau menjawab kedua orangtuanya. Artinya interaksi yg hanya melibatkan orangtua dan anak atau tidak membutuhkan benda apapun akan menjadi interaksi yang lebih bermakna bagi keduanya. Memeluk, mencium, menggendong, membuat wajah yang lucu, menirukan suara suara, bermain kuda kudaan, berlari bersama, menari, meloncat loncat, mendengarkan anak bercerita adalah sekumpulan kegiatan yang bisa kita lakukan bersama anak. Ada beberapa manfaat yg bisa kita lakukan dengan melaksanakan prinsip ini. Pertama, semakin sering kita melakukan interaksi langsung (misalnya skin to skin), akan semakin erat ikatan bathin yg kita miliki dg anak, yg bahkan seringkali, kita sebagai orangtua seperti bisa merasakan apa yg tubuh anak rasakan. Misal seorang ibu yang tiba tiba mencemaskan anaknya diluar kota. Dan ternyata ketika ia menghubungi anaknya, anaknya memang sedang sakit. Contoh diatas menunjukan bahwa dengan banyaknya interaksi langsung tersebut, akan membuat tubuh kita seolah olah terkoneksi dengan tubuh anak. Dan koneksi ini akan mempermudah kita menerapkan kontrol ke anak karena tubuh kita akan dapat merasakan apa yg dirasakan anak sehingga kita dapat mengira ngira apakah kontrol yang kita berikan kepada anak berlebihan atau tidak.

Yang kedua, anak akan merasakan bahwa kita memprioritaskan dirinya. Jika kehangatan orangtua diperlihatkan dengan selalu membelikan barang, maka anak akan berpikir bahwa semua orang bisa melakukannya. Namun ketika kita hadir ikut bermain dengan anak, maka anak akan lebih dapat merasakan kehangatan yang ingin kita berikan kepadanya.

Ijinkan diri anda berkorban
Apa yang anda rasakan ketika ada seseorang yang berkorban demi anda? Tentu saja kita akan merasa berharga bukan? Kepercayaan diripun akan timbul karena kita tau ada yg menyayangi kita dengan begitu besar. Diri kitapun merasa penuh. Rasanya apapun halangan yg terjadi didepan tidak menjadi masalah karena kita tau ada orang yang menganggap kita spesial dengan tampilan kita apa adanya.

Begitupun yang dirasakan anak. Walau anak anda belum bisa berbicara, namun percayalah bahwa mereka bisa merasakan sekecil apapun pengorbanan yang dilakukan oleh orangtuanya untuk mereka. Mereka akan tau bahwa ibunya berusaha dengan keras memasak makanan kesukaannya walaupun sedang lelah. Mereka akan paham bahwa ayahnya berusaha membahagiakan mereka dengan tetap bermain kuda kudaan walaupun ia baru pulang kerja. Pengalaman pengalaman sederhana inilah yang menjadi "golden memory" dalam diri anak dan akan memenuhi jiwa mereka sehingga mereka akan merasa penuh. Mereka akan merasa istimewa, layak untuk dicintai, dan tumbuh kuat mengakar. Sehingga ketika mereka keluar rumah, kecil kemungkinan bagi anak anak seperti ini untuk termakan ancaman kawan kawannya yang bilang,"lu ga akan kita temenin karena lu cemen." Buat mereka ancaman seperti ini tidak akan bermakna apa apa karena mereka tau bahwa dirumahnya, sudah ada orang yang rela berkorban untuk mereka. Jadi kehilangan teman seperti ini menjadi tidak masalah bagi mereka. Beda jika mereka masih merasa "kosong" dari rumah. Maka ketika mereka keluar rumah, tujuan mereka adalah mencari orang yang bisa memenuhi "kekosongan" tersebut. Hal ini yang membuat ancaman ancaman seperti yg saya sebutkan di atas menjadi penting untuk mereka perhatikan karena anak berharap bahwa kawannya tersebut bisa mengisi kekosongan yang ia miliki dari rumah dan ia takut kehilangan kawannya tersebut.

Bagi orangtua, pengorbanan yang dilakukan juga bermanfaat bagi dirinya sendiri. Yaitu orangtua akan merasa lebih mudah dalam menerapkan kontrol kepada anak. Jangan salah loh. Ada juga orangtua yang tidak bisa menerapkan batasan dan aturan kepada anak. Mereka selalu merasa  batasan yg mereka berikan "berlebihan" sehingga orangtua seperti ini biasanya akan mudah disetir anak. Dan bahaya nya lagi, orangtua seperti ini akan menghasilkan anak yang selfish, pencemas, dan sulit mengontrol diri.

Nah, biasanya, orangtua yg mengijinkan dirinya berkorban demi anak akan lebih tegas dalam menerapkan aturan. Ibarat timbangan, ia sudah menaruh  50kg di bagian kehangatan. Sehingga ia tidak akan segan segan untuk menaruh 50kg dibagian kontrol agar keduanya seimbang.


Lantas, pengorbanan seperti apakah yang perlu dilakukan orangtua?

(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Piknik Yuk, Mak!

 Apa yang teman-teman pikirkan ketika mendengar kata ‘Piknik’? Topi dan kacamata hitam? Tikar dan rumput hijau membentang? Healing ? Kalau b...