Doni mengendap-endap ke arah pintu jendela. Dia
melangkahkan kaki sambil berjinjit agar tidak menimbulkan suara berisik.
Dibukanya jendela pelan-pelan agar tidak membangunkan ibu yang sedang tidur.
"Aku harus berlatih. Jika aku bisa berlari di
lapangan dengan kondisi hujan besar seperti ini, aku pasti bisa berlari lebih
cepat ketika cuaca sedang cerah," kata Doni dalam hatinya.
Doni segera berlari ke lapangan setelah ia berhasil
keluar dari rumah. Dia memilih untuk tetap pergi meskipun ibu tidak memberikan
izin.
"Pertandingan sepak bola antar sekolah hanya
tinggal seminggu lagi. Aku harus berlatih lebih giat," kata Doni sambil melesat cepat
meninggalkan rumah.
***
"Goooool!"
Semua orang bersorak. Ada
yang senang, ada juga yang kecewa. Yang pasti, peristiwa masuknya bola ke
gawang tersebut membuat sekolah Doni menjadi juara pertama. Tentu
saja Doni sangat senang. Dia tersenyum tidak henti-henti. Ini adalah
pertandingan bola yang paling ia tunggu-tunggu.
Lambat laun, semua penonton meninggalkan lapangan.
Hanya tinggal para pemain dan orang tuanya di sekitar area pertandingan, termasuk Doni.
"Hai Don! Bagaimana kondisimu sekarang?" Tommy
datang menghampiri Doni.
"Aku sudah baikan teman. Kakiku sudah tidak
terlalu sakit lagi," kata Doni sambil menunjuk ke arah bawah.
“Syukurlah
kalau begitu. Aku senang mendengarnya. Oia, maaf ya
hari ini kamu tidak bisa ikut pertandingan. Aku yakin kita
bisa mencetak gol lebih banyak kalau kamu bermain tadi," kata Tommy
sambil menepuk pundak Doni.
“Tidak
apa-apa. Lain kali aku yakin bisa mengikuti pertandingan bersama kalian dan kita bisa mencetak gol lebih banyak dari tim manapun,” Doni berbicara
sambil mengepalkan kedua tangannya
Ayah dan ibu yang berada di belakang Doni memegang
erat pundak Doni sambil tersenyum.
“Oia, ayah
punya sesuatu untukmu," kata ayah menyela pembicaraan. "Tunggu
sebentar ya," ayah kemudian pergi mengambil tas.
“Ini
untukmu," kata ayah sambil menyerahkan bola kepada Doni.
Doni terkejut! Dia sangat senang.
"Ini untukku?", kata Doni meyakinkan dirinya.
"Iya tentu saja," kata ayah sambil tersenyum.
"Terima Kasih Ayah dan ibu. Aku sangat menyayangi
kalian," kata Doni sambil memeluk ayah dan ibu.
"Kami juga sangat menyayangimu nak," kata ibu
dengan lembut.
“Maafkan
aku ya bu. Waktu itu aku pergi tanpa izin dari ibu. Padahal ibu sudah
mengingatkanku bahwa hari sedang hujan. Akhirnya, kakiku malah terkilir dan
tidak bisa ikut pertandingan," kata Doni dengan perasaan menyesal.
"Tidak apa-apa nak. Yang penting kamu sudah menyadarinya
tidak akan mengulanginya lagi," kata ibu sambil memegang kepala Doni.
"Ibu dan ayah akan selalu memberikanmu izin jika hal
tersebut baik untukmu dan akan selalu mendukung keputusanmu," ibu kembali berkata sambil mencium kening Doni.
"Terima kasih ya. Bu.
Ayah dan ibu memang yang terbaik," Doni
berkata dengan bangga.
“Oh
iya, terima kasih juga ya Tommy. Waktu itu kamu dan Ayahmu mengantarku
pulang ke rumah ketika kakiku terkilir," kata Doni kepada tommy.
"Sama-sama kawan. Aku senang bisa membantumu,"
kata Tommy.
“Baiklah. Ayo
kita pulang agar kamu bisa cepat sembuh dan bisa cepat berlatih
sepak bola lagi," kata ayah kepada kami semua.
"Oke yah," kata Doni bersemangat sambil berjanji
dalam hatinya bahwa ia tidak akan pergi kecuali jika mendapatkan izin dari
orang tuanya.
Note:
Kisah ini terinspirasi dari salah satu adab anak terhadap orangtua, yaitu meminta ijin saat bepergian.
Kisah ini terinspirasi dari salah satu adab anak terhadap orangtua, yaitu meminta ijin saat bepergian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar