(Sharing Pengalaman Memiliki Anak
dengan Jarak usia 1-2 tahun)
Disclaimer:
tulisan ini tidak mengajak para pembaca untuk memiliki anak dengan jarak usia
yang berdekatan. Hanya sekedar sharing tentang pengalaman pribadi.
Ken
-
Bu, coklatnya bagi dua ya. Kasih ade
ya
-
Sini dek sini… Kakak gendong ya.
Hati-hati ya
-
Bu, adek marah
-
Dek, bilang oke dek. Oke (sambil menunjukan jempol)
-
Sekarang giliran adek ya. Adek sebelah sini. Ayo...
Keenan
-
Punya kakak… punya kakak (menunjuk
baju kakak)
-
Ini… ini… (Ngasih
kakaknya mainan atau makanan)
-
Ayo ayo (nganterin kakaknya ngambil mainan di lantai
bawah)
-
Ngeeeeng (ngedorong kakak yang ada di dalam box mainan)
Setiap hari, saya mendengarkan kata-kata ini dari anak-anak saya. Hal ini
membuat saya takjub dan merasa sangat bersyukur. Ditengah banyaknya info yang
mengatakan bahwa anak yang jarak lahirnya berdekatan akan menimbulkan
kecemburuan, kekurangan kasih sayang, dan berbagai dampak negatif lainnya, saya
sendiri justru menemukan banyak hal positif di anak-anak saya yang jarak
kelahirannya hanya 20 bulan.
Melihat kakak Ken yang begitu empati dan mampu berbagi dengan adiknya
diusia semuda itu membuat hati saya betul-betul meleleh. Tak jarang Ken
menunjukan rasa pedulinya kepada adik dengan cara menyuapi makanan, berbagi
hal-hal yang dia suka, menggendong adik saat kesulitan turun dari kursi,
mengelus kepala adik saat terantuk meja, dan berbagai hal lainnya yang saya tidak
sangka bisa ia lakukan di usia semuda itu.
Dan hal yang samapun saya temukan di diri adiknya, Keenan. Ia terlihat
sudah menunjukan kepedulian kepada kakak. Ketika bermain, ia selalu memberikan
mainan milik kakaknya. Ketika memilih makanan di toko, ia selalu memilihkan
kakaknya makanan yang sama. Ketika kakaknya meminta ditemani mengambil mainan
di lantai bawah, ia akan dengan senang hati menemani kakak. Saat bangun tidur,
kakaknya adalah orang yang pertama kali ia cari. Semua pemandangan tersebut
membuat saya merasa bersyukur telah memiliki mereka dalam waktu yang relatif
sangat cepat.
Kenapa saya bahagia
memiliki anak dengan jarak usia yang berdekatan?
Perlu saya
katakan bahwa saya punya 1001 jawaban untuk pertanyaan ini. Tapi disini, saya
akan sharing beberapa hal:
1. “Tangki Cinta”
saya lebih cepat penuh dengan kehadiran kedua anak saya. Bagaimana tidak, setiap
hari, selalu ada dua orang laki-laki yang mencari saya dari mereka bangun tidur
hingga tertidur lagi. Setiap hari, ada dua orang laki-laki yang selalu
menggengam tangan saya dengan erat sebelum mereka terlelap. Setiap hari, ada
yang “cemburu” setiap kali saya dipeluk oleh suami saya. Setiap hari, ada yang
memuji masakan saya meskipun itu hanya telur mata sapi. Setiap hari, ada yang
memuji saya pintar meski yang saya lakukan hanya membuka kulkas atau menyusun
menara dari balok. Semua hal ini membuat “tangki cinta” saya tidak pernah
kosong
2. Sebagai seorang
ibu, saya merasa lebih cekatan dan pragmatis ketika saya memiliki dua anak
balita. Dan hal ini justru mengurangi rasa stress yang saya alami selama
melakukan pengasuhan karena lebih banyak yang saya “lakukan” dibandingkan yang
saya “pikirkan”.
3. Saya merasa lebih
punya banyak kesempatan untuk belajar sebagai ibu. Saat baru memiliki anak
pertama, sayapun merasa banyak mengalami kebingungan, apalagi saat ini banyak
sekali informasi mengenai dunia parenting yang bisa kita temui dengan mudah dan
tidak jarang berbenturan satu sama lain. Terkadang, saya masih sering
bertanya-tanya, betul tidak ya apa yang sudah saya lakukan?
Saat memiliki dua anak, saya menjadi lebih mudah untuk menemukan jawaban
tersebut karena lebih ada “pembanding”. Ketika saya memberlakukan suatu hal
kepada kedua anak saya dan hasilnya sama, bisa jadi metode itu memang konsisten
untuk menghasilkan suatu “output” tertentu. Dan banyak lagi hal-hal yang bisa
saya pelajari selama mengasuh dua karakter yang berbeda di anak-anak saya.
4. Sebagai seorang
wanita yang setiap hari perlu mengeluarkan 20.000 kata, saya merasa memiliki
penyaluran yang tepat. Setiap hari, ada dua orang yang meminta saya menyanyi
lebih banyak lagu, bercerita lebih banyak kisah, dan mendapatkan lebih
banyak“nasihat” dari saya Sehingga semua kata-kata yang saya keluarkan menjadi
lebih bermakna dan bermanfaat.
5. Melalui pengalaman
mengasuh dua anak balita sekaligus, saya belajar bahwa ada hal-hal yang perlu
kita alami untuk bisa paham, tidak hanya sekedar tahu atau bersumber pada
kalimat “katanya”.
6. Dalam
keseharian, seringkali saya hanya bertindak sebagai “supervisor”. Saya tidak
perlu menemani secara khusus ketika bermain karena mereka sudah bisa menjadi
teman satu sama lain. Saya hanya akan membantu anak-anak ketika mereka
menemukan konflik yang tidak bisa mereka pecahkan bersama. Biasanya kedua anak
saya sudah bisa main berdua dan saya hanya duduk leyeh-leyeh menyaksikan
kebersamaan mereka.
7. Dalam perjalanan
hidup saya, bisa dibilang saya dibesarkan sebagai anak tunggal. Saya lebih
sering berada sendiri dirumah. Hal ini membuat saya perlu berlatih lebih keras
untuk dapat berbagi dengan orang lain, bersosialisasi, berempati, dan memahami
situasi sosial. Namun, di keluarga kecil saya saat ini, saya merasa kami
mendapatkan sarana untuk melatih keterampilan-keterampilan tersebut di rumah
kami sendiri lebih dini. Seperti yang telah saya ceritakan di awal, ternyata
Ken dan Keenan sudah bisa berbagi hal-hal yang mereka sukai meski usia mereka
masih muda.
8. Dari sekian
banyak alasan kenapa saya berbahagia, ada satu hal yang terasa begitu istimewa.
Ketika airmata saya hampir menetes karena permasalahan hidup yang lain, ada
tangan-tangan mereka yang selalu menghapus airmata saya. Mereka selalu menatap
saya dengan lekat seakan-akan tidak mengijinkan saya untuk merasakan kesedihan
tersebut. Lalu memeluk saya dengan erat sehingga saya kembali kuat. Hal ini
yang memuat saya merasa tidak punya kesempatan untuk bersedih setiap harinya.
Lantas, bagaimana saya bisa bahagia? Apakah semua hal yang saya sebutkan
sebelumnya datang begitu saja?
Well, setidaknya
ada dua hal yang saya lakukan sehingga saya bisa menjadi sangat bahagia seperti
saat ini, yaitu:
1. Merasa dipercaya
mengurus dua kantor cabang sekaligus dalam waktu dekat
Bagi saya, anak adalah “pekerjaan” dan amanah yang langsung diberikan oleh
Tuhan kepada saya. Dan bagi saya lagi, dipercayakan memiliki dua anak dalam
waktu yang relatif singkat ibarat seorang manajer yang dipercayakan mengurus
dua kantor cabang meskipun ia baru saja bekerja. Semoga ini bukan rasa takabur
atau ujub, tapi saya justru sangat menikmati berbagai kesibukan saya karena
saya merasa mendapatkan kepercayaan yang begitu besar dari Tuhan. Dan hal ini yang
membuat saya tidak merasakan kelelahan atau terbebani dengan kehadiran
anak-anak saya.
2. Sebagai sarana
pencuri hati Tuhan.
Seperti yang saya bilang sebelumnya, bagi saya anak adalah pemberian
langsung dari Tuhan. Dan siapapun dia, pasti senang jika kita berterima kasih
dan menjaga pemberiannya, termasuk Tuhan. Hal ini yang memotivasi saya untuk
tidak banyak mengeluh dan hanya fokus berbuat yang terbaik kepada pemberian
Tuhan ini. Dan sekali lagi, semoga ini bukan suatu sikap sombong atau PD yang
berlebihan, tapi saya merasa, dengan cara menjaga pemberian-Nya dan tidak
mengeluh, disitulah hati Tuhan berhasil saya curi sehingga saya diberikan rasa
bahagia yang sangat besar dari hari ke hari.
Yup. Itu dia sedikit sharing saya tentang pengalaman selama mengasuh anak
yang memiliki jarak usia yang berdekatan. Semoga bisa menjadi kebaikan bagi
bersama.
“Ada banyak hal yang bisa membuat
seseorang bahagia, tapi saya bersyukur saya berbahagia di jalan yang di ridhoi
Tuhan”
-namasayaernawati-
Wallahu a'lam
bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar