Rabu, 09 Mei 2018

Bahagia memiliki Anak dengan Usia yang Berdekatan



(Sharing Pengalaman Memiliki Anak dengan Jarak usia 1-2 tahun)

Disclaimer: tulisan ini tidak mengajak para pembaca untuk memiliki anak dengan jarak usia yang berdekatan. Hanya sekedar sharing tentang pengalaman pribadi.

Ken
-          Bu, coklatnya bagi dua ya. Kasih ade ya
-          Sini dek sini… Kakak gendong ya. Hati-hati ya
-          Bu, adek marah
-          Dek, bilang oke dek. Oke (sambil menunjukan jempol)
-          Sekarang giliran adek ya. Adek sebelah sini. Ayo...

Keenan
-          Punya kakak… punya kakak (menunjuk baju kakak)
-          Ini… ini… (Ngasih kakaknya mainan atau makanan)
-          Ayo ayo (nganterin kakaknya ngambil mainan di lantai bawah)
-          Ngeeeeng (ngedorong kakak yang ada di dalam box mainan)

Setiap hari, saya mendengarkan kata-kata ini dari anak-anak saya. Hal ini membuat saya takjub dan merasa sangat bersyukur. Ditengah banyaknya info yang mengatakan bahwa anak yang jarak lahirnya berdekatan akan menimbulkan kecemburuan, kekurangan kasih sayang, dan berbagai dampak negatif lainnya, saya sendiri justru menemukan banyak hal positif di anak-anak saya yang jarak kelahirannya hanya 20 bulan.
Melihat kakak Ken yang begitu empati dan mampu berbagi dengan adiknya diusia semuda itu membuat hati saya betul-betul meleleh. Tak jarang Ken menunjukan rasa pedulinya kepada adik dengan cara menyuapi makanan, berbagi hal-hal yang dia suka, menggendong adik saat kesulitan turun dari kursi, mengelus kepala adik saat terantuk meja, dan berbagai hal lainnya yang saya tidak sangka bisa ia lakukan di usia semuda itu.
Dan hal yang samapun saya temukan di diri adiknya, Keenan. Ia terlihat sudah menunjukan kepedulian kepada kakak. Ketika bermain, ia selalu memberikan mainan milik kakaknya. Ketika memilih makanan di toko, ia selalu memilihkan kakaknya makanan yang sama. Ketika kakaknya meminta ditemani mengambil mainan di lantai bawah, ia akan dengan senang hati menemani kakak. Saat bangun tidur, kakaknya adalah orang yang pertama kali ia cari. Semua pemandangan tersebut membuat saya merasa bersyukur telah memiliki mereka dalam waktu yang relatif sangat cepat.
Kenapa saya bahagia memiliki anak dengan jarak usia yang berdekatan?
Perlu saya katakan bahwa saya punya 1001 jawaban untuk pertanyaan ini. Tapi disini, saya akan sharing beberapa hal:
1.      “Tangki Cinta” saya lebih cepat penuh dengan kehadiran kedua anak saya. Bagaimana tidak, setiap hari, selalu ada dua orang laki-laki yang mencari saya dari mereka bangun tidur hingga tertidur lagi. Setiap hari, ada dua orang laki-laki yang selalu menggengam tangan saya dengan erat sebelum mereka terlelap. Setiap hari, ada yang “cemburu” setiap kali saya dipeluk oleh suami saya. Setiap hari, ada yang memuji masakan saya meskipun itu hanya telur mata sapi. Setiap hari, ada yang memuji saya pintar meski yang saya lakukan hanya membuka kulkas atau menyusun menara dari balok. Semua hal ini membuat “tangki cinta” saya tidak pernah kosong
2.      Sebagai seorang ibu, saya merasa lebih cekatan dan pragmatis ketika saya memiliki dua anak balita. Dan hal ini justru mengurangi rasa stress yang saya alami selama melakukan pengasuhan karena lebih banyak yang saya “lakukan” dibandingkan yang saya “pikirkan”.
3.      Saya merasa lebih punya banyak kesempatan untuk belajar sebagai ibu. Saat baru memiliki anak pertama, sayapun merasa banyak mengalami kebingungan, apalagi saat ini banyak sekali informasi mengenai dunia parenting yang bisa kita temui dengan mudah dan tidak jarang berbenturan satu sama lain. Terkadang, saya masih sering bertanya-tanya, betul tidak ya apa yang sudah saya lakukan?
Saat memiliki dua anak, saya menjadi lebih mudah untuk menemukan jawaban tersebut karena lebih ada “pembanding”. Ketika saya memberlakukan suatu hal kepada kedua anak saya dan hasilnya sama, bisa jadi metode itu memang konsisten untuk menghasilkan suatu “output” tertentu. Dan banyak lagi hal-hal yang bisa saya pelajari selama mengasuh dua karakter yang berbeda di anak-anak saya.
4.      Sebagai seorang wanita yang setiap hari perlu mengeluarkan 20.000 kata, saya merasa memiliki penyaluran yang tepat. Setiap hari, ada dua orang yang meminta saya menyanyi lebih banyak lagu, bercerita lebih banyak kisah, dan mendapatkan lebih banyak“nasihat” dari saya Sehingga semua kata-kata yang saya keluarkan menjadi lebih bermakna dan bermanfaat.
5.      Melalui pengalaman mengasuh dua anak balita sekaligus, saya belajar bahwa ada hal-hal yang perlu kita alami untuk bisa paham, tidak hanya sekedar tahu atau bersumber pada kalimat “katanya”.
6.      Dalam keseharian, seringkali saya hanya bertindak sebagai “supervisor”. Saya tidak perlu menemani secara khusus ketika bermain karena mereka sudah bisa menjadi teman satu sama lain. Saya hanya akan membantu anak-anak ketika mereka menemukan konflik yang tidak bisa mereka pecahkan bersama. Biasanya kedua anak saya sudah bisa main berdua dan saya hanya duduk leyeh-leyeh menyaksikan kebersamaan mereka.
7.      Dalam perjalanan hidup saya, bisa dibilang saya dibesarkan sebagai anak tunggal. Saya lebih sering berada sendiri dirumah. Hal ini membuat saya perlu berlatih lebih keras untuk dapat berbagi dengan orang lain, bersosialisasi, berempati, dan memahami situasi sosial. Namun, di keluarga kecil saya saat ini, saya merasa kami mendapatkan sarana untuk melatih keterampilan-keterampilan tersebut di rumah kami sendiri lebih dini. Seperti yang telah saya ceritakan di awal, ternyata Ken dan Keenan sudah bisa berbagi hal-hal yang mereka sukai meski usia mereka masih muda.
8.      Dari sekian banyak alasan kenapa saya berbahagia, ada satu hal yang terasa begitu istimewa. Ketika airmata saya hampir menetes karena permasalahan hidup yang lain, ada tangan-tangan mereka yang selalu menghapus airmata saya. Mereka selalu menatap saya dengan lekat seakan-akan tidak mengijinkan saya untuk merasakan kesedihan tersebut. Lalu memeluk saya dengan erat sehingga saya kembali kuat. Hal ini yang memuat saya merasa tidak punya kesempatan untuk bersedih setiap harinya.

Lantas, bagaimana saya bisa bahagia? Apakah semua hal yang saya sebutkan sebelumnya datang begitu saja?
Well, setidaknya ada dua hal yang saya lakukan sehingga saya bisa menjadi sangat bahagia seperti saat ini, yaitu:
1.      Merasa dipercaya mengurus dua kantor cabang sekaligus dalam waktu dekat
Bagi saya, anak adalah “pekerjaan” dan amanah yang langsung diberikan oleh Tuhan kepada saya. Dan bagi saya lagi, dipercayakan memiliki dua anak dalam waktu yang relatif singkat ibarat seorang manajer yang dipercayakan mengurus dua kantor cabang meskipun ia baru saja bekerja. Semoga ini bukan rasa takabur atau ujub, tapi saya justru sangat menikmati berbagai kesibukan saya karena saya merasa mendapatkan kepercayaan yang begitu besar dari Tuhan. Dan hal ini yang membuat saya tidak merasakan kelelahan atau terbebani dengan kehadiran anak-anak saya.
2.      Sebagai sarana pencuri hati Tuhan.
Seperti yang saya bilang sebelumnya, bagi saya anak adalah pemberian langsung dari Tuhan. Dan siapapun dia, pasti senang jika kita berterima kasih dan menjaga pemberiannya, termasuk Tuhan. Hal ini yang memotivasi saya untuk tidak banyak mengeluh dan hanya fokus berbuat yang terbaik kepada pemberian Tuhan ini. Dan sekali lagi, semoga ini bukan suatu sikap sombong atau PD yang berlebihan, tapi saya merasa, dengan cara menjaga pemberian-Nya dan tidak mengeluh, disitulah hati Tuhan berhasil saya curi sehingga saya diberikan rasa bahagia yang sangat besar dari hari ke hari.

Yup. Itu dia sedikit sharing saya tentang pengalaman selama mengasuh anak yang memiliki jarak usia yang berdekatan. Semoga bisa menjadi kebaikan bagi bersama.

“Ada banyak hal yang bisa membuat seseorang bahagia, tapi saya bersyukur saya berbahagia di jalan yang di ridhoi Tuhan
-namasayaernawati-

Wallahu a'lam bish-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Piknik Yuk, Mak!

 Apa yang teman-teman pikirkan ketika mendengar kata ‘Piknik’? Topi dan kacamata hitam? Tikar dan rumput hijau membentang? Healing ? Kalau b...