Cara Mempererat Ikatan dengan Anak usia 0-13 Bulan
Menurut buku “Peaceful Parent, Happy Kids”
(Part 2)
Oleh: Ernawati, Mpsi., Psikolog.
Halo halo,
ketemu lagi dengan ulasan tentang cara mempererat ikatan dengan anak menurut
buku “Peaceful Parent, Happt Kids”. Nah sekarang kita akan lanjutkan review
untuk anak usia 0-13 bulan ya. Yang siap menyimak ayo angkat tangaaaaaan
\(^.^)/
Nah menurut buku
ini, orangtua yang memprioritaskan hubungan dengan anaknya akan lebih mudah
dalam mengasuh anak, karena anak akan tumbuh menjadi anak yang merasa aman,
bahagia, dan kooperatif. Selain itu, ketenangan bagi seorang bayi adalah
sesuatu yang penting, karena kemampuan otak bayi untuk bisa meregulasi emosinya
berasal dari pengalamannya selama ia ditenangkan oleh orang-orang disekitarnya.
Sebagian besar bayi, meskipun tidak terjadi pada semua bayi, butuh diasuh lebih
sering oleh orangtuanya karena ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan
regulasi emosi mereka di kemudian hari. Misalnya pola tidur seorang bayi
berhubungan dengan kehadiran ibunya. Bayi yang tidur dekat dengan ibunya akan
lebih mampu mengatur pernafasannya sehingga terhindar dari syndrome kematian
mendadak atau yang biasa disebut dengan SIDS (Sudden Infant Death Syndrome).
Selain itu,
menurut buku ini mempererat ikatan dengan anak juga akan membuat orangtua mudah
mengenali keunikan dan kebutuhan anaknya, dan hal ini akan membuat kepercayaan
diri orangtua menjadi bertambah. Ketika seorang bayi belajar bahwa orang yang
merawatnya dapat memberikan rasa aman dan bisa merawatnya dengan baik, maka ia
akan memiliki kenyamanan dalam diri mereka, dan kenyamanan ini akan menjadi
modal yang baik bagi mereka di masa-masa selanjutnya, yaitu masa eksplorasi,
menjelajah lingkungan, dan membangun hubungan dengan orang lain.
Menurut buku
ini, kita juga mungkin berpikir bahwa istilah “attachment parenting” adalah
suatu hal yang baru, yaitu sesuatu yang ditemukan oleh Dr.Bill Sears. Padahal
hal ini sama sekali tidak baru. Manusia sudah melakukannya sejak ia pertama
kali ada di bumi. Dr. Bill Sears sendiri mengatakan ...” Attachment parenting
bukanlah gaya pengasuhan yang baru.... Faktanya, para orangtua berabad-abad
yang lalu memang mampu merawat sendiri anak-anaknya, hingga datang suatu masa
dimana para ahli menyarankan orangtua untuk lebih mengikuti buku dibandingkan
petunjuk-petunjuk yang diberikan anak itu sendiri.”
Selain itu,
menurut buku ini Attachment parenting sekarang sudah didukung oleh berbagai
teori dan penelitian. Tapi sebetulnya attachment parenting ini ide dasarnya
sangat sederhana dan dapat terlihat jelas. Ide dasarnya yaitu bahwa bayi lahir
sebagai individu yang masih membutuhkan banyak pertolongan. Oleh karena itu,
mereka membutuhkan orangtuanya untuk bertahan hidup.
Sayangnya, ada
sebuah mitos yang seolah-olah memperlihatkan bahwa kita sebagai orangtua perlu
mengorbankan diri kita sendiri untuk menolong anak-anak kita. Padahal tidak
seperti itu. Orangtua tidak perlu terus menerus menggendong anaknya atau tidak
tidur semalaman agar bisa membentuk attachment parenting. Hal yang terpenting
adalah, attachment yang sehat akan terbentuk saat kita memahami dan mengerti “sinyal-sinyal”
unik yang diberikan oleh bayi kita.
Jadi, mari kita
definisikan kembali tentang apa itu attachment parenting. Secara sederhana
attachment parenting adalah merespon kebutuhan emosional anak kita sebaik kita
merespon kebutuhan fisik mereka, yang mana seringkali kebutuhan emosional ini
membutuhkan kedekatan secara fisik juga. Dan seperti prinsip utama pada setiap
hal parenting, kemampuan kita untuk mengenal emosional anak juga berhubungan dengan
kemampuan kita mengenali emosi kita sendiri. Faktanya, hasil penelitian sungguh
membuka mata kita. Menurut penelitian, kita bisa memprediksi apakah anak kita nantinya
memiliki kelekatan kepada orangtuanya atau tidak, meskipun ia masih berada
dalam rahim ibunya. Bagaimana caranya? Yaitu dengan mewawancarai orangtua
mereka. jika seorang ibu memiliki kelekatan yang baik dengan orangtuanya atau
(nenek dari bayi tersebut), maka diprediksi ibu itu akan memiliki kelekatan
yang baik dengan anaknya nanti. Sebaliknya, jika seorang ibu dulu kebutuhannya
diabaikan oleh orangtuanya sendiri, maka ibu tersebuta akan tumbuh menjadi pribadi
yang cenderung menolak untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan ia akan
merasa tidak nyaman berinteraksi secara terus-menerus dengan anaknya.
Lalu apa yang
perlu dilakukan oleh seorang ibu jika ternyata ia mengalami kondisi seperti
yang dijelaskan di atas (kondisi dimana kebutuhannya dulu tidak dipenuhi oleh
orangtuanya)?
Menurut buku
ini, yang perlu dilakukan adalah dengan dara merefleksikan masa kecil kita,
berani menghadapi emosi-emosi yang pernah kita rasakan saat kita kecil, dan
mencoba merubah kisah kehidupan kita dari perspektif orang dewasa. Saat kita
melakukan ini, maka kita sebetulnya kita sedang mengembangkan bagian otak
orbitofrontal cortex (bagian otak yang mempengaruhi seseorang dalam membuat
keputusan). Dan pada akhirnya, kita akan mampu merespon anak kita dengan tepat
dan bisa membangun kelekatan yang erat dengan mereka.
Jadi, yang
terpenting adalah bukan apa yang sudah terjadi di masa lalu. Tapi apakah kita
bisa berdamai dengan kisah di masa lalu kita atau tidak. Mengapa? Karena orang
yang bisa berdamai dengan masa lalunya adalah suatu pertanda bahwa ia bisa membangun
attachment yang baik dengan anaknya.
Wah menarik ya
^o^
Nah sekarang
jadi ada pertanyaan nih, apakah kita merasa sudah merespon anak kita dengan
baik? Bagaimana kalau ternyata jawabannya “tidak” dan anak kita sudah terlanjur
besar? T.T
Menurut buku
ini, pada penelitian-penelitian sebelumnya memang menyebutkan bahwa pertumbuhan
otak pada 3 tahun pertama di kehidupan anak memang merupakan pertumbuhan yang
paling baik sehingga dikemudian hari, pertumbuhan otak anak akan mengikuti pola
dari pertumbuhan 3 tahun pertama tersebut. Namun penelitian-penelitian
selanjutnya menyebutkan bahwa otak terus berkembang dan berubah sepanjang
kehidupan. Jadi kita tidak perlu khawatir. Ketika kita baru bisa menyayangi
anak berumur 4 atau lima tahun,itu artinya masih belum terlambat asalkan kita
melakukannya dengan sungguh-sungguh. Seorang anak yang jiwanya sempat “terluka”
mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menangis karena ia masih
terlalu kecil untuk menyadari bahwa ia pernah merasa terluka. Tapi kesabaran
kita sebagai orangtuanya untuk mau menenangkannya adalah kunci bagi anak-anak
kita untuk bisa mengobati luka-lukanya di masa lalu. Bahkan berbagai perilaku
dia yang merepotkan saat ini bisa menjadi suatu pertanda bahwa dia sebetulnya membutuhkan
bantuan secara emosional. Pemahaman, pengertian, serta kasih sayang kita
sebagai orangtuanyalah yang akan membuat mereka bisa menyembuhkan luka mereka.
Aaah... so
sweet...
Tapi, apa
berarti kita perlu terhubung dengan anak kita setiap waktu?
Masih menurut
buku ini, tidak ada orangtua yang selalu terhubung dengan anak mereka. Seorang
peneliti bernama Edward Tronick mengatakan, “hanya sekitar 20-30 persen kita
benar-benar ‘terkoneksi’ secara sempurna’ dengan anak ketika kita berinteraksi.
Sisanya kita terkoneksi, lalu terputus, lalu terkoneksi lagi.” Jadi
kesimpulannya, memang tidak selamanya kita bisa terkoneksi secara terus menerus
dengan anak. Dan seberapa kerasnyapun kita berusaha, kita tidak akan bisa. Yang
terjadi adalah ketika kita terputus koneksi, satu hal terjadi, yaitu kita menciptakan
sesuatu yang baru. Dan ketika kita menciptakan sesuatu yang baru, artinya kita
tumbuh, dan ketika kita tumbuh, artinya bayi kitapun ikut tumbuh. Jadi yang
terpenting adalah usaha kita untuk tetap terus terkoneksi dengan bayi kita,
bukan pada hasilnya.
Wah menariknya
^o^
Yuk sekarang
kita coba sama-sama dengan bayi kita. Selamat terkoneksi dengan menyenangkan ya
J
Sumber:
Markham, L. 2012. Peaceful Parent, Happy Kids (How
To Stop Yelling and Start Connecting). New York: Penguin Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar