Beberapa waktu lalu, saya diberi tugas untuk membuat deklarasi sebagai penulis dan diminta untuk memfotonya bersama beberapa otang terdekat. Dan inilah hasilnya. Taraaaaa
Senin, 21 Mei 2018
Jumat, 18 Mei 2018
Komunikasi pada Remaja
Oleh: Ernawati,. M.Psi., Psikolog.
Remaja berasal dari kata adolescence yang memiliki arti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Remaja adalah suatu periode transisi dari masa anak-anak menuju dewasa yang mengalami banyak perubahan seperti perubahan fisik, kognitif, sosial dan emosional (Santrock, 2007). Menurut Sarwono (2000), remaja dalam masyarakat Indonesia merupakan individu yang berada pada usia 11-24 tahun dan belum menikah.
Beberapa karakteristik masa remaja
1. Adanya perubahan fisik yang ditandai dengan masa pubertas
2. Mulai dapat berpikir secara abstrak
3. Mulai mampu berpikir logis : bisa menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah.
4. Berkembangnya pemikiran idealis: Remaja mulai berpikir tentang kondisi ideal sehingga sering mengkritik atau protes ketika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan pandangan dirinya (Santrock, 2002).
5. Mengalami krisis identitas: di fase ini, mereka harus belajar menerima tanggung jawab-tanggung jawab yang baru dan harus menanggalkan sikap kekanak-kanakannya, namun di sisi lain mereka juga masih dianggap terlalu kanak-kanak untuk mengemban tanggung jawab-tanggung jawabnya. Hal ini yang membuat remaja mengalami apa yang dinamakan dengan ”krisis identitas” (Hurlock, 1980).
6. Adanya sifat egosentris remaja: kekurangmampuan remaja untuk melihat sesuatu dari cara pandang orang lain. Sigat egosentris ini memunculkan personal fabel (merasa dirinya unik dan tidak dapat terkalahkan) dan imagery audience (merasa semua orang memperhatikan dirinya)
7. Self esteem yang menurun atau merasa tidak berharga
Banyaknya perubahan pada fase remaja membuat remaja merasa ingin dimengerti dan diberikan kesempatan lebih luas untuk menunjukan kemandiriannya. Hal ini yang membuat kita sering mengalami kesulitan saat berkomunikasi dengan remaja. Untuk itu, dibutuhkan suatu bentuk komunikasi khusus yang bisa memfasilitasi kebutuhan tersebut, salah satunya yaitu komunikasi suportif.
Komunikasi suportif adalah suatu bentuk komunikasi yang tujuan utamanya untuk memahami individu yang dijadikan lawan bicara. Pada komunikasi suportif, kita berusaha membuat percakapan menjadi penuh arti, melakukan active listening, mengeksplorasi serta memberikan apresiasi pada perbedaan pendapat yang terjadi (Servellen, 2009).
Ada beberapa langkah yang perlu kita lakukan dalam komunikasi supportif, yaitu:
1. Ucapkan kalimat deskriptif dibandingkan kalimat evaluatif
Komunikasi deskriptif adalah cara menyampaikan sesuatu tanpa adanya penilaian (Uripni et al., 2002). Pada kalimat deskriptif, kita hanya mengemukakan apa yang terjadi.
Contoh kalimat deskriptif:
-Kamu telat datang 20 menit
-Kamu melempar bola ke arah jendela sehingga jendelanya pecah
Contoh kalimat evaluatif:
-Kamu anak yang tidak pernah menepati janji
-Kamu tidak bisa melempar bola dengan baik sehingga jendelanya pecah
2. Lebih berorientasi pada pemecahan masalah dibandingkan usaha untuk mengontrol
Dalam komunikasi suportif, kita tidak mendiktekan pemecahan masalah, tapi mengajak remaja untuk bersama-sama menetapkan tujuan dan memutuskan cara mencapainya (Uripni et al., 2002). Selain itu, kita juga berusaha untuk lebih fokus terhadap kompetensi-kompetensi yang dimiliki remaja dan berusaha membantu mengarahkan kompetensi tersebut dalam pemecahan masalah.
Contoh kalimat yang berorientasi pada pemecahan masalah
"Sepertinya kita memiliki dua rencana kegiatan yang berbeda untuk malam ini. Ibu sudah membeli tiket untuk kita menonton. Sementara kamu sudah membuat janji dengan teman. Kira-kira, apa solusinya?"
Contoh kalimat yang mengontrol
"Ibu tahu kamu akan pergi ke rumah teman kamu malam ini. Tapi ibu sudah membelikan kamu tiket untuk menonton film. Kita akan pergi menonton malam ini.”
3. Mengutamakan Spontanitas dibandingkan strategi
Strategi adalah penggunaan trik atau manipulasi untuk memengaruhi orang lain. Orang yang menggunakan strategi memperlihatkan adanya motif tertentu di balik komunikasi yang dilakukan. Sedangkan, spontanitas memperlihatkan adanya sikap jujur dan tidak ada motif tertentu (Uripni et al., 2002).
Spontanitas ini juga meliputi adanya keterbukaan (self disclosure) dari pembicara sehingga respon-respon yang dihasilkan lebih spontan dan komunikasi berjalan mengalir tanpa banyak jeda.
4. Bersikap Empati
Empati adalah usaha untuk memberikan perhatian terhadap apa yang disampaikan oleh orang lain dan berusaha mencoba melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.
Cara untuk menunjukan empati kita kepada remaja adalah dengan menjadi seorang “pendengar yang aktif”. Ciri-ciri orang yang mendengarkan secara aktif adalah sebagai berikut:
- Menunjukkan respon bahwa ia sedang memperhatikan lawan bicara
Terdapat dua macam respon yang memperlihatkan bahwa seseorang sedang memperhatikan lawan bicara, yaitu dengan cara memberikan respon verbal dan nonverbal. Respon verbal dapat ditunjukkan dengan mengatakan, “Hm...”, atau,“Hu uh…” ketika remaja sedang berbicara. Sedangkan, respon nonverbal dapat diperlihatkan dengan cara menganggukkan kepala atau menatap lawan bicara.
-Melakukan Klarifikasi
-Melakukan refleksi
Refleksi adalah respon yang dilakukan untuk mengembalikan kembali pesan yang disampaikan dengan cara mengatakan apa yang pendengar pahami dan terima dari pesan yang disampaikan.
-Menyimpulkan pembicaraan
5. Utamakan kesetaraan dibandingkan Superioritas
Superior artinya menunjukan bahwa posisi kita lebih tinggi atau lebih baik dari orang lain. Sedangkan, kesetaraan adalah sikap di mana kita memperlakukan orang lain secara horizontal dan memiliki kesediaan untuk menerima masukan dari lawan bicara (Uripni et al., 2002).
Adanya kesetaraan ini penting diberlakukan pada remaja karena di masa ini remaja mulai mencoba untuk menunjukkan kemampuannya. Mereka mulai ingin menunjukkan bahwa mereka bisa mengatur diri mereka sendiri dan mulai mencari kebebasan dari orangtuanya. Dengan arahan yang tepat, adanya keinginan untuk mendapatkan kesetaraan ini akan berkembang menjadi kemandirian pribadi di masa depan kelak (Nelsen & Lott, 2012).
Contoh pernyataan kesetaraan: "Ibu mengerti bahwa kamu mempedulikan keputusan ibu,” ketika seorang anak bertanya tentang salah satu keputusan ibunya.
Contoh pernyataan superioritas: “Beraninya kamu mempertanyakan tentang keputusan ibu!”, atau “Tahu apa kamu anak kecil?”
6. Memberikan beberapa alternatif pilihan
Manfaat komunikasi yang baik:
1. Terpenuhinya kebutuhan remaja untuk merasa diperhatikan dan dihargai oleh orangtuanya (Duvall, 1977).
2. Remaja memiliki teladan atau role model yang tepat dalam berkomunikasi
3. Remaja mendapatkan rasa aman
4. Meningkatkan kepatuhan dan rasa percaya remaja pada orangtua.
Riesch, S.K,et.al (2003) merangkum beberapa penelitian yang menunjukan tentang pengaruh positif dari komunikasi yang terbuka antara remaja dengan orangtua, yaitu:
1. Meningkatnya prestasi remaja di sekolah
2. Meningkatnya self-esteem
3. Meningkatnya kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan hidup yang sulit
4. Adanya kematangan moral
5. Adanya peran aktif remaja dalam mengatasi stress
6. Meningkatnya kemampuan dalam mengekspresikan pendapat
7. Meningkatnya kemampuan dalam beradaptasi
1. Terpenuhinya kebutuhan remaja untuk merasa diperhatikan dan dihargai oleh orangtuanya (Duvall, 1977).
2. Remaja memiliki teladan atau role model yang tepat dalam berkomunikasi
3. Remaja mendapatkan rasa aman
4. Meningkatkan kepatuhan dan rasa percaya remaja pada orangtua.
Riesch, S.K,et.al (2003) merangkum beberapa penelitian yang menunjukan tentang pengaruh positif dari komunikasi yang terbuka antara remaja dengan orangtua, yaitu:
1. Meningkatnya prestasi remaja di sekolah
2. Meningkatnya self-esteem
3. Meningkatnya kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan hidup yang sulit
4. Adanya kematangan moral
5. Adanya peran aktif remaja dalam mengatasi stress
6. Meningkatnya kemampuan dalam mengekspresikan pendapat
7. Meningkatnya kemampuan dalam beradaptasi
Sebaliknya,
beberapa penelitian memperlihatkan komunikasi yang tertutup antara
orangtua dan remaja berkaitan dengan perilaku-perilaku remaja yang
mengganggu seperti kenakalan, kehamilan dini, perilaku menyakiti diri
sendiri, melawan, adanya percobaan penggunakan alkohol dan obat-obatan
terlarang, dan berbagai perilaku negatif lainnya (Riesch, S.K,et.al , 2003; Barrieau, L.E, 2009).
Sumber:
- Barrieau, L.E. 2009. The Influence of Mother-Child Communication and Relationship Factors in Promoting Healthy Development in High-Risk Children. Canada: Thesis in The Department of Psychology at Concordia University. Melalui <http://spectrum.library. concordia.ca/976479/1/MR67124. pdf>
- Duvall, E.M. 1977. Marriage and Family Development (5th ed). New York: Harper & Row Publishers.
-Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
-Nelsen, J & Lott, L. 2012. Positive Discipline for Teenagers 3rd edition. New York: Three Rivers Press.
-Riesch, S.K., Anderson, L. S., & Krueger, H. A. (2006). Parent-Child Communication Processes: Preventing Children’s Health Risk Behavior. Journal of the Society of Pediatric Nurses, 11(1), 41-56.
-Santrock, J.W. 2002. Life Span Development I (5th ed). Jakarta: Penerbit Erlangga
-Santrock, J.W. 2007. Adolesence (11th ed). New York: McGraw Hill Companies.
-Sarwono, S.W. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada.
-Servellen, G.M.V. 2009. Communication Skill for The Health Care Professional: Concept, Practice, and Evidence 2nd Edition. United States of America: Jones and Bartlett Publisher, LLC.
- Barrieau, L.E. 2009. The Influence of Mother-Child Communication and Relationship Factors in Promoting Healthy Development in High-Risk Children. Canada: Thesis in The Department of Psychology at Concordia University. Melalui <http://spectrum.library.
- Duvall, E.M. 1977. Marriage and Family Development (5th ed). New York: Harper & Row Publishers.
-Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
-Nelsen, J & Lott, L. 2012. Positive Discipline for Teenagers 3rd edition. New York: Three Rivers Press.
-Riesch, S.K., Anderson, L. S., & Krueger, H. A. (2006). Parent-Child Communication Processes: Preventing Children’s Health Risk Behavior. Journal of the Society of Pediatric Nurses, 11(1), 41-56.
-Santrock, J.W. 2002. Life Span Development I (5th ed). Jakarta: Penerbit Erlangga
-Santrock, J.W. 2007. Adolesence (11th ed). New York: McGraw Hill Companies.
-Sarwono, S.W. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada.
-Servellen, G.M.V. 2009. Communication Skill for The Health Care Professional: Concept, Practice, and Evidence 2nd Edition. United States of America: Jones and Bartlett Publisher, LLC.
-Uripni, C.L, Sujianto, U., Indrawati, T. 2002. Komunikasi Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Keterangan: Materi ini dibuat sebagai materi siaran di radio Mujahiddin FM tanggal 2 Mei 2018
DONGENG DITINJAU DARI SEGI PSIKOLOGIS
Oleh: Ernawati, M. Psi., Psikolog
*Apa itu dongeng?*
Dongeng
adalah cerita khayalan, baik itu yang bersifat tertuis maupun secara
lisan dan biasanya disampaikan secara turun-temurun (Ardini, P..P, 2012)
*Apa manfaat dari dongeng?*
Di
Indonesia sendiri, banyak penelitian dan literatur yang menunjukan
dampak positif dari dongeng terhadap anak(Ardini, P..P, 2012) . Beberapa
manfaat tersebut diantaranya:
Mengembangkan daya imajinasi anak
Meningkatkan kemampuan berbahasa bagi anak usia dini
Menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai moral dalam diri anak
Sebagai salah satu media penghibur dan menyembuh luka psikologi anak
Membentuk karakter positif dalam diri anak
Meningkatkan konsentrasi
Meningkatkan rasa ingin tahu
Menumbuhkan dan mengembangkan minat baca pada anak
Merekatkan dan menghangatkan hubungan antara orangtua dan anak
*Siapa saja yang bisa mendongeng? *
Pada
dasarnya setiap orang adalah seorang pencerita dan seorang pendengar.
Hampir setiap hari kita akan bercerita atau mendengar cerita orang lain,
baik itu tentang pengalaman sehari-hari maupun tentang suatu kisah
tertentu. Hal ini yang membuat setiap orang pada dasarnya berpotensi
menjadi pendongeng.
*Kapan dan dimana tempat terbaik untuk mendongeng?*
Mendongeng
bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun. Saya pribadi biasa menggunakan
dongeng atau cerita ketika anak sedang berada di tempat umum atau pada
situasi dimana anak diharapkan bisa duduk tenang, misalnya ketika di
kendaraan.
*Bagaimana Caranya untuk Bercerita Secara Efektif?*
Yakinlah bahwa setiap orang adalah pencerita
Ketika
bercerita, rasa percaya diri itu penting. Karena hal ini yang membuat
kita bisa antusias ketika bercerita. Kita bisa mendapatkan rasa percaya
diri tersebut dengan cara meyakini bahwa pada dasarnya setiap orang
adalah pencerita.
Fokuslah pada antusias diri sendiri dibandingkan memusingkan teknik mendongeng
Ketika
kita bercerita dengan antusias, maka cerita akan terasa lebih hidup dan
para pendengar akan lebih tertarik untuk memperhatikan. Untuk itu,
utamakanlah membangun rasa antusias dibandingkan sibuk memikirkan
tentang teknik mendongeng. Membangun rasa antuasias bisa dimulai dari
memilih cerita yang anda sukai sehingga kitapun enjoy dalam bercerita.
Gunakan Kecerdasan, Integritas dan Etika
Ketika
kita bercerita, pada dasarnya kita juga menggunakan aspek-aspek
kecerdasan seperti kemampuan untuk fokus, fleksibititas berpikir,
kemampuan untuk mengingat, dan sebagainya. Sebuah cerita juga akan
lebibh efektif jika kita menyerahkan seluruh intergritas kita sehingga
kita lebih sungguh-sungguh dalam membawakannya. Selain itu, meskipun
cerita bersifat fleksibel, namun ada nilai-nila yang perlu
dipertanggungjawabkan. Usahakan hanya menceritakan sesuatu yang membawa
dampak positif bagi anak.
Sesuaikan Cerita anda Dengan Karakteristik Pendengar dan Karakteristik Diri Kita sendiri
Ada
tiga elemen dasar ketika kita bercerita, yaitu pencerita, cerita, dan
pendengar itu sendiri. Suatu cerita akan sukses dibawakan jika ketiga
elemen ini saling cocok. Misalnya cerita yang dibawakan sesuai dengan
usia anak. Atau cerita yang dibawakan sesuai dengan minat dari si
pencerita sehingga ia antusias ketika menceritakannya.
Buatlah Cerita Terasa Nyata,
Misalnya
dengan menceritakan tempat atau karakter secara detail. Atau
mengutarakan dialog sesuai dengan emosi yang dialami si tokoh
(memperlihatkan ekspresi menangis ketika tokoh dalam cerita di kisahkan
sedang menangis.
Buatlah outline atau garis besar dari cerita
Biasanya
outline ini terdiri dari hikmah yang ingin kita sampaikan, apa
langkah-langkah atau proses yang peru dilakukan untuk dapat menyampaikan
hikmah tersebut, apa konflik utama dalam cerita, bagaimana karakter
tokoh dalam cerita, dan bagaimana kesesuaian antara karakter tokoh
dengan hikmah yang ingin disampaikan dan karakter dari pendengar itu
sendiri
Cobalah untuk melakukan role play kepada diri sendiri
Sebelum
menceritakan kepada anak, kita bisa melatih diri kita sendiri di
hadapan cermin agar bisa merasakan secara langsung bagaimana cerita yang
kita bawakan
Cobalah bercerita kepada orang lain
Sebelum bercerita kepada anak, kita juga bisa mencoba untuk bercerita kepada orang lain untuk mendapatkan masukan
Observasi lah pendengar kita.
Saat
mendongeng, kita bisa mengamati bagaimana sikap dan perilaku pendengar
kita seperti saat kapan saja mereka kehilangan fokus, saat kapan saja
mereka bisa fokus memperhatikan, bagaimana kontak mata mereka, bagaimana
bahasa tubuh mereka, dan sebagainya.
Bersifatlah
fleksibel. Cerita yang kita bawakan tidak perlu sama persis seperti
cerita yang kita baca. Saat prakteknya, kita diperbolehkan melakukan
improvisasi dengan syarat tidak merubah inti cerita.
*Tips mendongeng berdasakan usia*
*Usia 0-2 tahun*
Karakteristik
✔ Masa bayi adalah masa dasar: suatu periode dimana banyak pola perilaku, sikap dan pola ekspresi terbentuk
✔ Rentang fokus terbatas
✔ Baru bisa menyerap informasi sederhana
✔ Stimulasi terbaik melalui panca indera
Kebutuhan utama: Kasih sayang, kelembutan, perawatan fisik, kelekatan emosi (terutama dengan ibu)
❔Tips mendongeng di usia ini
Sebagai
masa dasar, pilihlah tema-tema cerita yang menurut anda dan pasangan
anda penting sebagai nilai-nilai pondasi dasar kehidupan anak. Misal
tema tentang kebaikan, agama, dan lain-lain. Tentu saja tema-tema
tersebut diceritakan dengan menggunakan kalimat yg sederhana dan mudah
dipahami
Utamakan tujuan mendongeng sebagai salah satu media untuk membangun kelekatan emosi dengan anak
Gunakan intonasi suara yang lembut
Usahakan durasi tidak terlalu panjang (kurang lebih 5 menit)
*Usia 2-6 tahun*
Karakteristik
✔ Anak senang bereksplorasi, baik secara fisik (memanjat, berlari, membongkar barang), maupun secara mental (pura-pura menangis)
✔Kreatifitas sedang berkembang pesat
✔Usia peniru
✔
Mempelajari dasar-dasar perilaku sosial sebagai persiapan saat usia
sekolah (6-11 tahun): misal cara berkomunikasi, cara mengungkapkan
emosi, dan sebagainya.
✔Usia bermain: hampir seluruh waktunya digunakan untuk bermain dan bagi anak usia ini bermain adalah aktifitas yang serius.
✔Usia
mengundang masalah/usia sulit. Saat anak dibawah 0-2 tahun, kegiatan
pengasuhan sebagian besar berpusat pada perawatan fisik. Sedangkan pada
usia ini, anak sedang dalam proses pengembangan kepribadian yang unik
sehingga mulai memunculkan beberapa perilaku yang dianggap menyulitkan
oleh orangtua seperti perilaku tidak patuh, keras kepala dan
memberontak.
Kebutuhan utama: Dapat bereksplorasi dengan aman, baik secara fisik maupun secara mental
❔Tips mendongeng di usia ini
Gunakan variasi properti (misal buku, boneka, dsb)
Durasi cerita lebih panjang dari usia sebelumnya
Libatkan
anak ketika bercerita. Misal ketika kita sedang mengekspresikan orang
yang sedang menangis, anak bisa dilibatkan dengan cara memintanya untuk
meniru ekspresi menangis
*Usia 6-11 Tahun*
Karakteristik
✔ Usia tidak rapih (misal: kamar berantakan)
✔ Usia sekolah dasar
✔
Periode kritis dalam dorongan berprestasi: biasanya pola dorongan
berprestasi pada masa ini akan menetap dikemudian hari. Misalnya ketika
anak pada usia ini memiliki dorongan berprestasi yang besar dari dalam
dirinya, maka diusia-usia selanjutnya iapun akan memiliki dorongan
berprestasi yang besar pula. Begitulun sebaliknya
✔ Usia berkelompok (sudah mulai senang berkawan)
✔ Luasnya minat dan Kegiatan bermain
✔ Kreatifitas sudah bisa dituangkan dalam bentuk yang lebih real (misal membuat cerita atau karya tertentu)
Kebutuhan utama: Aktifitas yang beragam
❔Tips mendongeng di usia ini
Pilih
cerita yang menjadi isu utama dalam periode ini. Misalnya tentang
persahabatan, manfaat hidup rapih, atau kisah-kisah tentang manfaat
kerja keras agar bisa mengoptimalisasi dorongan berprestasi yang sedang
menjadi periode kritis di masa ini
Sesekali mintalah anak untuk membuat cerita atau menyelenggarakan sendiri dongengnya
Perbanyak ragam dan metode bercerita
*Usia Remaja (12 tahun ke atas)*
Karakteristik
✔ Adanya perubahan fisik yang ditandai dengan masa pubertas
✔Mulai dapat berpikir secara abstrak
✔Mulai mampu berpikir logis : bisa menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah.
✔Berkembangnya
pemikiran idealis: Remaja mulai berpikir tentang kondisi ideal sehingga
sering mengkritik atau protes ketika sesuatu tidak berjalan sesuai
dengan pandangan dirinya.
✔Mengalami krisis identitas: mulai bertanya siapa saya, kenapa saya ada disini, dan sebagainya.
✔Adanya
sifat egosentris remaja: kekurangmampuan remaja untuk melihat sesuatu
dari cara pandang orang lain. Sifat egosentris ini memunculkan personal
fabel (merasa dirinya unik dan tidak dapat terkalahkan) dan imagery
audience (merasa semua orang memperhatikan dirinya)
✔Self esteem yang menurun
Kebutuhan utama: dimengerti kondisi emosinya dan diberikan kesempatan untuk menunjukan kemandiriannya.
❔Tips mendongeng di usia ini
Tidak menggurui
Tema yang diangkat seputar kejadian-kejadian yang menjadi trend saat itu
Dongeng
atau cerita bisa dijadikan sebagai sarana untuk mengetahui kondisi
emosi remaja. Misal dengan cara bermain "lanjut cerita" dimana kita
menceritakan sebuah kondisi dan meminta anak melanjutkan ceritanya.
Dongeng atau cerita juga bisa dijadikan sarana untuk memberikan insight tentang penyelesaian masalah yang sedanh dialami remaja.
Tips tambahan dari pengalaman pribadi
Ketika
pagi atau siang hari, biasanya saya bercerita dengan menggunakan alat
peraga, misalnya buku, boneka, mainan, dan sebagainya. Tujuannya sebagai
salah satu stimulus bagi sensori anak. Diharapkan hal ini bisa menambah
pengalaman dan pengetahuan mereka.
Namun saat
malam hari, saya memilih untuk tidak menggunakan alat peraga. Saya
menjadikan diri saya satu-satunya pusat perhatian. Karena dongeng saat
malam hari memang saya tujukan untuk membangun kelekatan emosi antara
saya dengan anak-anak.
Bagi
para orangtua yang tidak mau menceritakan kisah-kisah dongeng karena
khawatir mengajarkan kebohongan (misalnya bercerita tentang peri, pohon
yang bisa berbicara, dsb), bisa memilih cerita-cerita agama yang
berkisah tentang keajaiban atau sesuatu yang di luar realita. Misalnya
dalam kisah tentang Mukjizat para Nabi. Hal ini baik untuk menanamkan
imaji positif kepada anak tentang betapa hebatnya Tuhan yang bisa
melakukan apapun, termasuk hal-hal yang diluar kenyataan. Selain itu,
hal ini juga bagus untuk membuat anak tidak putus asa jika menghadapi
kegagalan karena semua hal mungkin terjadi jika Tuhan mengijinkan
seperti yang ada di kisah-kisah para Nabi dan Rasul.
Sumber:
1.
Ardini, P.P. 2012. Pengaruh Dongeng dan Komunikasi terhadap
perkembangan moral anak usia 7-8 tahun.jurnal pendidikan anak, volume 1 ,
edisi 1, Juni 2012. Sumber : https://journal.uny.ac.id>jpa> download
2.
Burns, G.W. 2005. 101 Healing Stories for Kids and Teens (Using
Metaphors in Therapy). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
3.
Eades, J.M.F. 2006. Classroom Tales: Using Storytelling to Build
Emotional, Social and Academic Skills across the Primary Curriculum.
London: Jessica Kingsley Publisher.
4. Hurlock. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
5. Santrock, J.W. 2002. Life Span Development I (5th ed). Jakarta: Penerbit Erlangga
Catatan: Materi ini pernah dibagikan dalam kulwap tentang mendongeng yang dilaksanakan pada tanggal 12 Mei 2018
Langganan:
Postingan (Atom)
Piknik Yuk, Mak!
Apa yang teman-teman pikirkan ketika mendengar kata ‘Piknik’? Topi dan kacamata hitam? Tikar dan rumput hijau membentang? Healing ? Kalau b...
-
Mengenal diri sendiri dan life balance Memiliki pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakat, menikah dengan pasangan yang sesuai dengan k...
-
Tahun kemarin saya belajar tentang meditasi. Alasannya karena saya merasa bahwa hidup tidak hanya belajar tentang berlari, namun juga...
-
Full time mother rasa working mother (Bagian 1) Bagi yang pernah merasakan bekerja dikantor, menjadi full time mother adalah pengalaman ya...