Kamis, 26 April 2018

Innerchild. Benarkah Salah Orangtua Kita?


     Akhir-akhir ini banyak orang yang membicarakan tentang innerchild. Dan dalam pembahasannya, seringkali pembicaraan tentang innerchild berkesimpulan bahwa “luka” yang terdapat dalam diri kita berasal dari kesalahan pola asuh orangtua kepada kita. Misalnya karena merasa orangtua mengasuh terlalu keras, terlalu longgar, terlalu mengekang, melibatkan kekerasan fisik, dan berbagai persepsi-persepsi lainnya yang hampir bernada negatif. Pertanyaaannya adalah, benarkah innerchild ini karena kesalahan orangtua?
Sebelum berbicara lebih jauh, sebaiknya kita membahas dulu tentang pengertian innerchild. Seorang psikolog bernama @Ratih Sondari  membahas pengertian innerchild dalam salah satu sesi Kulwapnya sebagai berikut:

“ … Inner child adalah jiwa anak-anak di dalam tubuh orang dewasa. Tubuh kita tumbuh menjadi dewasa dan idealnya jiwa kita juga ikut berkembang dewasa sejalan dengan pertumbuhan tubuh kita. Tetapi, faktanya kebanyakan orang yang disebut dewasa tidak benar-benar dewasa secara keseluruhan. Ada bagian diri anak-anak yang terhambat untuk berkembang ketika kita mengalami frustasi, kecemasan, atau bahkan trauma… 
         Menurut penjelasan ini, innerchild adalah jiwa kekanak-kanakan yang ada di dalam diri karena adanya keterhambatan perkembangan jiwa seseorang. Biasanya hal ini terjadi karena adanya rasa frustasi, kecemasan, atau trauma ketika menjalani suatu fase kehidupan di masa lalu. Dengan kata lain, berdasarkan pengertian ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa innerchild terjadi karena adanya unfinished problem yang terjadi di masa lalu.
Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana cara menemukan unfinished problem ini?
Dalam beberapa pembahasan, beberapa pembicara menyarankan untuk membuat semacam “Family LifeLine” yang berkaitan dengan peristiwa psikologis yang terjadi di kehidupan kita. Sebetulnya Family LifeLine ini biasa digunakan dalam dunia medis, yaitu suatu metode dimana kita membuat tentang runtutan kejadian-kejadian yang penting dalam kehidupan pasien yang memengaruhi keseluruhan manajemen penyembuhan penyakit pasien itu sendiri, misalnya apakah terdapat simptom yang sama dalam keluarga, apa saja yang memengaruhi pengambilan-pengambilan keputusan dalam proses pengobatan, dan sebaginya.
Dalam ruang lingkup penyelesaian innerchild, kita bisa mengadopsi Family LifeLine ini dengan cara menuliskan apa saja kejadian-kejadian penting dalam hidup kita yang dirasa memiliki efek yang besar terhadap kehidupan sekarang. Ini salah satu contohnya:



Nah, dengan membuat Family LifeLine seperti ini kita akan lebih bisa melihat keseluruhan hidup kita seolah-olah kita sedang menyaksikan sebuah film. Runut dari awal sampai akhir sehingga kita bisa lebih mudah menemukan unfinished problem tersebut.

     Namun sayangnya, seringkali kesimpulan yang didapat setelah membuat Family LifeLine ini adalah bahwa apa yang terjadi di diri kita sekarang terjadi karena kesalahan penerapan pola asuh orangtua kepada kita seperti yang saya katakan di awal. Ya merasa orangtua terlalu keraslah. Ya merasa orangtua terlalu lembek lah. Ya merasa orangtua terlalu sibuk bekerja dan tidak perduli kepada anaknyalah. Padahal menjadi orangtua bukanlah pekerjaan yang mudah. Begitu banyak pengorbanan yang dilakukan oleh orangtua dan itu semua dipengaruhi oleh pengalaman hidupnya. Dan yang lebih penting, tidak ada orangtua yang menginginkan sesuatu yang buruk kepada anaknya. Semua yang orangtua lakukan hakikatnya karena mereka ingin yang terbaik bagi anak-anak mereka.

Tapi, sebagai seorang anak, terkadang manusia pernah merasa tidak nyaman dengan perlakuan orangtua, walaupun perlakuan tersebut sebetulnya untuk kebaikan mereka, terutama saat masa remaja dan setelahnya. Tapi ini wajar karena pada saat remaja, kita mengalami yang namanya fase idealis. Fase ini adalah fase dimana manusia selalu membandingkan “apa yang terjadi di dalam hidupnya” dengan “apa yang idealnya terjadi”. Hal ini disebabkan karena otak manusia mulai berkembang sehingga mereka bisa berpikir kritis dan mulai bisa mencari sendiri pengetahuan-pengetahuan tentang kehidupan. Namun perkembangan ini beum sepenuhnya sempurna sehingga terkadang pemahaman yang didapat hanya setengah-setengah.. Hal ini yang akhirnya membuat kita sering merasa bete dengan orangtua dan merasa frustasi sehingga menimbulkan innerchild dalam diri kita.

      Nah terus gimana dong?

    Menurut saya, salah satu cara yang paling ampuh untuk menyikapi hal ini adalah dengan cara berempati kepada orangtua kita sendiri, yaitu dengan memperpanjang Family LifeLine yang kita miliki sehingga tidak dimulai sejak kita lahir, tapi dari saat orangtua kita lahir. Contohnya seperti ini:




     Coba kita hayati bersama-sama contoh kasus di atas. Disini diperlihatkan bahwa ada seseorang yang merasakan berbagai keterbatasan hidup akibat kekurangan finansial. Hal ini yang membuat dia bertekad dengan kuat agar anaknya tidak mengalami hal yang sama. Akhirnya, ia berusaha melakukan apapun agar bisa hidup berkecukupan. Namun apa yang ada dipersepsi anak? Bahwa orangtua tidak menyayangi dirinya. Ini yang membuat ia terluka karena merasa dicampakan. Ironis bukan?


Tentu saja kisah semua orang berbeda. Namun dengan membuat life line yqng dimulai dari kehidupan orangtua kita, kita akan lebih memahami apa latar belakang orangtua kita menerapkan suatu pola asuh tertentu sehingga kita bisa lebih bijak menilainya. 

Dari sini kita juga akan tahu bahwa dalam hidup tidak ada yang sempurna. Sedetail apapun kita mempersiapkan kehidupan, pasti ada kekurangannya. Saya menganalogikan situasi ini seperti ketika kita menekan bola karet. Saat kita menekan bola karet, akan ada satu sisi yang tertekan ketika satu sisi menonjol. Untuk itu, menerima kondisi dan kekurangan-kekurangan manusia yang lain dalam hidup merupakan salah satu cara terampuh untuk bisa hidup tenang, termasuk menerima kelebihan dan kekurangan orangtua kita sendiri. Dengan cara itu, kita akan lebih mudah untuk percaya bahwa innerchild hanya sebuah kesalahpahaman yang perlu diterima dan dimengerti, sehingga lambat laun innerchild itupun akan hilang karena jiwa kita semakin berkembang. Wallahu a’lam.

Sumber:
https://sabumihomeschooling.wordpress.com/2018/02/02/resume-kulwap-memutus-bahaya-inner-child-bersama-teh-ratih/





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Piknik Yuk, Mak!

 Apa yang teman-teman pikirkan ketika mendengar kata ‘Piknik’? Topi dan kacamata hitam? Tikar dan rumput hijau membentang? Healing ? Kalau b...