Senin, 24 Juli 2017

Review Buku: Bagaimana berhenti berteriak kepada anak anda (2)

Review Buku: Bagaimana berhenti berteriak kepada anak anda (2)

  1. Berkomitmen pada diri sendiri. Penelitian menunjukan bahwa ketika kita secara sadar menyebutkan kita berkomitmen melakukan sesuatu, maka kemungkinan untuk kita dapat melakukannya akan lebih besar, terutama jika hal tersebut dilakukan setiap hari. sebaliknya, jika kita mengatakan hanya "menginginkan" sesuatu atau "menyesali" apa yang telah kita lakukan, hal tersebut tidak akan mengubah apa-apa. Jadi, mulailah tulis niat anda (misal: saya ingin berbicara dengan hati hati kepada anak saya) dan taruh tulisan tersebut ditempat yang bisa anda sering lihat. Bayangkan bagaimana menyenangkannya jika anda tidak berteriak dirumah. Bayangkan diri anda sedang berespon secara tenang terhadap hal-hal apapun yang selama ini membuat anda berteriak. Teruslah membayangkan hal tersebut karena anda sedang memprogramkan alam bawah sadar anda.
  2. Buatlah komitmen kepada keluarga anda. Ini adalah suatu pemikiran dimana anda merasa perlu "tertangkap". Anda perlu berkomitmen kepada orang lain. Terutama kepada anak anda, seseorang yg menjadi tujuan anda untuk berhenti berteriak, karena anak anda adalah satu satunya orang yang akan ada disana untuk memastikan bahwa anda jujur. Agak menakutkan ya? Tapi anda adalah contohnya. Jika anda tidak ingin suatu hari nanti anak anda berteriak kepada anda, maka ini adalah satu satunya cara untuk mendapatkannya. Jadi, sampaikan kepada anak anda bahwa anda akan mencoba untuk berhenti berteriak. Buatlah stiker chart. Di penghujung hari, ijinkanlah anak anda untuk memutuskan apakah anda layak untuk diberi stiker atau tidak. Hal ini akan membuat anda menjadi lebih bertanggung jawab.
  3. Stop, drop, tarik nafas setiap kali anda menyadari bahwa anda menaikan nada bicara anda atau anda akan meninggikan nada bicara anda. Bagaimana caranya? Berhentilah berbicara secepatnya setelah anda menyadari bahwa anda kehilangan kesabaran. Tutuplah mulut anda. Jika anda masih belum bisa diam, maka bergumamlah seperti "hm...". Drop it. Sungguh, lepaskanlah walau sejenak. Ini bukan dalam keadaan bahaya (kecuali memang kita dalam kondisi yg membahayakan, maka bawalah setiap orang keluar dari bahaya tersebut). Menjauhlah dari situasi ini. Tarik nafas secara mendalam selama 10 kali. Ini waktunya anda membawa alam pikiran anda ke alam sadar. Hingga anda punya waktu untuk berpikir apa yang perlu anda lakukan.
  4. Andalah orang dewasanya dan anak anda mempelajari segala sesuatunya dari anda. Lihatlah anak anda dan katakan,"aq mencoba untuk tenang. Aq tidak ingin berteriak. Biarkan aq menenangkan diri dan nanti kita coba mulai lagi okay?"
  5. Lakukan apapun yang bisa membuat tubuh anda merasa tenang. Tarik nafas lebih banyak, mengucapkan "mantra", membasuh muka dengan air dingin, melihat kembali stiker pencapaian yang sudah anda dapatkan, mengingatkan diri anda kembali bahwa anak anda berperilaku seperti anak-anak karena mereka memang dalam fase anak-anak. Ingatkan diri anda sendiri bahwa ini bukan dalam situasi gawat darurat.
  6. Cobalah untuk memulai kembali. Ketika kita tidak berada dalam kondisi "fight or flight", maka kita akan sadar bahwa anak kita bukanlah musuh kita. Ia adalah seseorang yang kita janjikan untuk kita bahagiakan, kita cintai, dan kita bimbing secara positif sehingga mereka bisa tumbuh menjadi anak yang penyayang dan mengagumkan. Jadi, mulailah untuk berinteraksi kembali.

Berat ya? Hal ini terasa berat karena kita terbawa arus hormon-hormon dalam otak yang memberitahu kita bahwa kita sedang diserang. Jadi buatlah sederhana. Anggaplah anda hanya menunda respon anda karena anda butuh waktu untuk tenang. 


  1. Bayangkan bagaimana anak anda akan belajar jika anda mengeraskan suara anda? Saat anak merasa ketakutan, mereka akan berada dalam kondisi fight or flight. Pusat belajar di otak mereka akan dalam kondisi padam. Anak kita tidak belajar apa-apa ketika kita berteriak. Akan selalu lebih efektif jika kita mempengaruhi secara tenang dan terarah. Selain itu, ketika kita berteriak, kita akan kehilangan kepercayaan anak kita. Anak akan menjadi lebih tertutup kepada anda.
  2. Bayangkan bagaimana jika anda melepaskan anak anda terlalu mudah? Anak anda sedang terluka. Dan perilakunya yg kurang tepat adalah sinyal yang ia kirimkan ke orangtuanya bahwa ia membutuhkan bantuan. Anak kita berperilaku berlebihan karena ia memiliki perasaan yang  besar bahwa ia belum bisa memahami secara utuh informasi yang ia terima dan belum bisa mengucapkan secara lengkap apa yang ia rasakan. Tentu saja tugas kita memberikan batasan dan memberikan arahan. Tapi itu semua tidak perlu dilakukan dengan cara memarahi atau menakuti. Kita ingin anak kita mengikuti aturan kita karena ia mencintai kita dan tidak mau mengecewakan kita, bukan karena takut kepada kita.
  3. Bayangkan jika anda menjadi orang yang tidak tulus/palsu. Anak anda melihat anda sangat marah. Dan ia juga melihat bahwa andalah yang bertanggung jawab dalam mengelola emosi anda. Jujur terhadap perasaan anda bukan berarti "membuang" perasaan tersebut kepada orang lain. Dalai lama mengatakan,"berbuat baiklah saat ada situasi yang memungkinkan. Dan selalu ada situasi yang memungkinkan". Lagipula, itu adalah perasaan perasaan anda dan hanya datang ketika anda berinteraksi dengan anak anda. Kebanyakan perasaan perasaan itu justru datang dari masa lalu anda dan bagaimana  anda melihat situasi saat ini
  4. Dan bagaimana jika anda menemukan diri anda sedang berteriak, apakah anda kehilangan usaha terbaik anda? Anda akan berada pada masa permulaan, lebih dari 1 kali anda merasakan ini. Namun, sesuatu bukanlah disebut kesalahan jika kita belajar dari itu. Gunakan kesalahan-kesalahan yang anda buat sebagai penanda bahwa anda perlu merubah sesuatu - tentang rutinitas anda, sikap anda, atau tentang  cara anda merawat diri - sehingga kedepannya anda menjadi lebih baik. Dukunglah diri anda sendiri sehingga anda dapat berubah.
Selesai




Sumber:


Markham, L. 2012. Peaceful Parent, Happy Kids (How To Stop Yelling and Start Connecting). New York: Penguin Group.

Piknik Yuk, Mak!

 Apa yang teman-teman pikirkan ketika mendengar kata ‘Piknik’? Topi dan kacamata hitam? Tikar dan rumput hijau membentang? Healing ? Kalau b...