Kamis, 30 Agustus 2018

Cerpen Anak: Buku Ajaib

Oleh: Ernawati Nandhifa

    Sudah seminggu ini ibu melihat Ken murung. Wajahnya sangat lesu. Ia selalu berdiam diri dan memandang kosong ke arah jendela. Namun saat ibu tanya ada apa, ia menolak untuk menjawab.
      Sore itu, ibu mencoba untuk bertanya lagi kepada Ken tentang apa yang membuat ia terlihat murung, namun dengan cara yang berbeda.
     “Hai Ken. Lihat, ibu punya buku ajaib!” Kata ibu sambil memperlihatkan sebuah buku besar.
   “Wah, buku ajaib. Apa itu?” Ken terlihat keheranan.
  “Iya. Buku ini seperti buku yang lain. Tapi sebetulnya buku ini punya keistimewaan. Setiap halamannya kosong,” jelas ibu.
    “Kosong? Jadi bagaimana kita membacanya bu?” tanya Ken lagi.
  “Kita membacanya dengan imajinasi. Jadi ketika ibu membaca sebuah kalimat, kamu menyambung kalimat tersebut sesuai dengan apa yang kamu pikirkan,” ibu menjelaskan dengan sabar.
     “Aku masih belum mengerti”, kata Ken sambil mengerenyitkan dahi.
     “Bagaimana kalau kita coba dulu agar kamu bisa mengerti?” ujar ibu dengan lembut. Ken membalasnya dengan anggukan.
   “Ibu buka halaman pertama ya. Pada suatu hari, ada seorang anak laki-laki bernama Rudi. Dia adalah anak yang…”
      “Ceria. Dia selalu bergembira bersama teman-temannya,” Ken melanjutkan kalimat ibu. Ibupun mengacungkan jempol sebagai tanda bahwa apa yang Ken lakukan sudah benar.
     Ibupun membuka lembaran selanjutnya.
  “Saat ini ia kelas 4 SD. Dan ia sekolah di tempat yang sangat ia sayangi. Ia juga sering bermain dengan teman-temannya. Namun, akhir-akhir ini dia sering terlihat sedih. Karena….”
      “Karena…,” Ken tampak tertunduk lesu.
      Ibu terdiam sambil menunggu jawaban Ken.
  “Karena ada salah satu temannya yang menjadi nakal. Dia sering meminta uang teman-temannya secara paksa dan mengancam akan menyakiti mereka kalau mereka tidak memberinya,” kata Ken dengan suara yang pelan.
    “Hm… begitu,” kata ibu sambil.mengangguk. “Ken sedih karena ada temannya yang nakal. Ia tidak berani mengadukannya ke orangtua karena…,” ibu melanjutkan membaca lembaran  ketiga.
        “Karena….,” Ken kembali menundukan kepalanya. Ibu kembali menunggu jawaban Ken sambil memegang pundak Ken.
    “Karena anak nakal itu akan marah kalau sampai ada orang dewasa yang tahu perbuatannya. Makanya tidak ada yang berani mengatakan kenakalannya ke guru ataupun orangtua.”
    Ibu terdiam sebentar lalu kembali membuka lembaran selanjutnya.  “Karena anak nakal itu mengancamku, maka…,” lanjut ibu.
     “Maka aku… aku hanya diam saja,” Ken berkata dengan suara yang sangat kecil.
     Ibu menutup bukunya dan mengarahkan pandangan ke Ken. “Cerita yang bagus nak. Kamu memiliki imajinasi yang hebat!” puji ibu kepada Ken. “Apa di sekolahmu juga ada yang nakal seperti itu?” tanya ibu secara perlahan.
        Ken menoleh ke arah ibu dan berbicara sambil terbata-bata, “A… ada bu. Tapi aku tidak berani bilang sama ibu karena takut.”
        “ Jadi kamu takut cerita ya?” tanya ibu sambil mengelus kepala Ken.
         “Iya bu.”
         “Tidak apa nak. Ibupun akan takut kalau mengalami hal yang sama. Kalau ibu boleh tahu,siapa nama anak itu?”
         “Bi.. Bimo bu…,” Ken masih berbicara dengan nada ketakutan.
         “Baik. Nanti biar ibu dan bu Guru yang bantu selesaikan ya. Kamu tidak perlu khawatir asn takut lagi. Kalau ada teman yang mengancammu seperti itu, tidak apa-apa untuk membicarakannya kepada orang dewasa seperti para guru atau ayah ibu. Mungin awalnya akan menakutkan, tapi setelah berbicara kamu akan merasa lega,” ibu berbicara sambil memegang tangan Ken.
       “Iya, Bu,” kata Ken.
       Sejak saat itu, Bimo tidak pernah lagi meminta uang kepada teman-temannya. Ibu guru sudah memberitahu Bimo bahwa hal itu tidak baik. Akhirnya Bimo meminta maaf kepada seluruh teman-teman, termasuk kepada Ken. Kenpun kembali menjalani hari-hari yang ceria bersama teman-teman.

Rabu, 29 Agustus 2018

Cara Mempererat Ikatan dengan Anak usia 0-13 Bulan Menurut buku “Peaceful Parent, Happy Kids” (Part 1)





Oleh: Ernawati, Mpsi., Psikolog.

Menurut buku ini, ikatan emosi yang baik antara bayi dan orangtuanya merupakan makanan yang paling penting untuk menduk ungperkembangan seorang bayi menjadi optimal. Seluruh perkembangan emosi, termasuk kemampuan meregulasi emosi, mengontrol rasa marah, mengontrol keinginan, dan kemampuan untuk membangun hubungan yang romantis dengan pasangan, dipengaruhi oleh bagaimana kita dibesarkan saat masih bayi. Karena menurut fakta, otak kita terbentuk dari bagaimana cara kita berinteraksi dengan orangtua kita.
Lebih jauh lagi, dalam buku ini dikatakan bahwa otak bayi yang baru lahir memang dipersiapkan untuk mengalami perkembangan. Hal inilah yang membuat manusia memiliki fleksibilitas untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Jadi, bagaimana orangtua dan anaknya berinteraksi saat tahun pertama kehidupannya akan berpengaruh terhadap sistem otak dan syaraf anak bekerja di sepanjang hidupnya. Seperti yang dikemukakan oleh Sue Gerhardt dalam bukunya “why love matters: how affection shapes a baby brain”, seorang bayi mengkoordinasikan sistem di dalam dirinya dengan orang-orang yang ada di lingkungannya. Bayi dari seorang ibu yang depresi cenderung akan mendapatkan stimulasi yang sedikit dan memiliki perasaan yang negatif terhadap dirinya sendiri. Bayi dari orangtua yang sering merasa gelisah cenderung terus bergerak-gerak dan memiliki emosi yang meledak-ledak.
Kurang lebih, seperti inilah penulis memberikan contoh tentang bagaimana interaksi antara orangtua dan bayi saling mempengaruhi. Bayi memandang orangtuanya. Orangtua terseyum dan melakukan coo (berbicara seperti bayi). Bayi tersenyum dan menendang-nendang kakinya dengan semangat. Orangtua kembali tersenyum dan berkata-kata dengan lebih semangat kemudian orangtua dan anak “menari” bersama secara emosional, dan kemudian bayi merasa lebih dicintai dan gembira.
Setelah beberapa waktu, bayi akan merasa bahwa ia sudah cukup bergembira. Dia butuh menenangkan dirinya. Dia terlihat tidak lagi memperhatikan orangtuanya. Beberapa orangtua akan melihat ke arah muka bayinya dan membuat ia tersenyum lagi. Namun menurut penulis, yang perlu kita lakukan justru memahami apa yang bayi kita rasakan. Bayi kita membutuhkan istirahat. Kita perlu berbicara lebih lembut. Sekilas dia akan melirik kita seakan-akan bertanya “apakah saya aman untuk berinteraksi dengan kamu seperti ini?”. Dan orangtua akan menjawab dengan sebuah pesan “ya tentu saja”. Lalu orangtua tersenyum dan menurunkan level semangatnya. Kemudian bayi terlihat meringkuk dan orangtua seperti mengerti petunjuk yang disampaikan anaknya. Dari situ anak akan belajar bahwa ia bisa menunjukan ke oranglain tentang apa yang dia butuhkan. Dan kita sebagai orangtua meresponnya dengan menolong mereka. Oleh karena itu, dia akan merasa dunia ini aman dan nyaman. Dengan bantuan orangtua, dia merasa bisa mengatasi apapun kesulitan yang datang kepadanya.

Dari gambaran interaksi di atas, apa yang sebenarnya terjadi? Bayi sedang belajar tentang meregulasi diri saat dia berinteraksi dengan orangtuanya. Dia merasa bahagia, tergugah, bahkan sangat bersemangat. Ketika dia merasa tidak bisa meregulasi dirinya dan terbawa emosi, dia bisa mengirimkan sinyal SOS kepada orangtuanya. Kita sebagai orangtua akan membantunya untuk menenangkan dirinya sendiri. Orangtua akan mengatakan bahwa kehidupan ini aman. Atau lebih jauh lagi, orangtua akan menyampaikan pesan kepada anak bahwa ia akan menjaga mereka untuk merasa aman. Orangtua membantu anak-anak mereka untuk bisa mengucapkan perasaan mereka, baik itu perasaan positif maupun negatif. Kedekatan orangtua dengan anak yang seperti ini yang akan membuat dia merasa aman dan menyadari bahwa dunia ini bisa dipercaya.

Masih menurut penulis buku ini, selama tahun-tahun pertama kehidupan, interaksi seperti di atas akan berulang beberapa kali. Lebih jauh lagi bisa dikatakan bahwa selama tahun pertama, anak akan belajar tentang rasa percaya. Yang secara fisiologis kondisi akan terukir di otak mereka dan nantinya akan mempengaruhi kebahagiaan dan suasana emosi mereka di kemudian hari. Semakin baik interaksi antara ibu dan anak, maka semakin baik kemampuan mereka saat berinteraksi dengan orang lain. Begitu juga kemampuan mereka dalam meregulasi emosi positif dan negatif,  dan kemampuan menenangkan diri sendiri.

(bersambung...)

Sumber:

Markham, L. 2012. Peaceful Parent, Happy Kids (How To Stop Yelling and Start Connecting). New York: Penguin Group.

Selasa, 28 Agustus 2018

Home Education Ken dan Keenan: Bermain di Taman

1 April 2018


Hari ini Ken dan Keenan menginap di rumah omanya. Sekitar 100 meter dari rumah oma, ada sebuah taman kota yang terletak di samping sungai. Setiap pagi, Ken dan Keenan di ajak ibu bermain disana.
Kegiatan kami masih sama seperti saat berjalan pagi di rumah. Mengucapkan bahwa semua yagn ditemui adalah ciptaan Allah, menyebutkan nama benda, menghitungnya, dan sesekali menyebutkan warna. Ken dan Keenan sudah bisa menyebutkan satu sampai 10 meskipun kadang angka 6 nya masih terlewat. Untuk warna, Ken lebih lancar menyebutkan nama-nama warna beserta bahasa inggrisnya dibandingkan Keenan.
Oia, biasanya Ibu mengajak Ken dan Keenan untuk pulang saat  mereka belum terlalu capek. Karena kalau sudah lelah, biasanya mereka minta digendong (capeeeek euy... hehehe). Nah tapi kali ini kami pulang naik becak. Kebetulan lagi ada becak yang mangkal disamping taman itu. Karena di kota Pontianak sudah jarang bahkan tidak ada lagi becak, jadi kesempatan naik becak ini tidak kami sia-siakan. Dan hari ini adalah hari pertama Ken dan Keenan naik becak. Alhamdulillah

Tempat: Taman
Alasan: mudah terjangkau.


 
Kegiatan:

Free play (bermain perosotan, ayunan, bersosialisasi dengan orang baru)

Aspek yang di gali:

1. Ketuhanan: Memperkenalkan setiap benda dan makhluk hidup yang kai temui sebagai ciptaan Tuhan
fitrah yang dilibatkan: Fitrah Ketuhanan

 2. Alam: memperkenalkan hewan dan tumbuhan yang berada di alam serta berinteraksi dengannya

Fitrah yang dilibatkan: fitrah belajar


 3. Sosial: Bermain bersama ibu, kakak, dan orang-orang baru dikenal yang berada di taman

Fitrah yang dilibatkan:  Fitrah Sosial


4. Diri sendiri

a)        Fisik/motorik: melatih motorik kasar (berjalan, bermain perosotan, ayunan)
b)        Kognitif: mengenal nama-nama benda, hewan dan tumbuhan, belajar berhitung dan mengenal warna
c)         Kemandirian: belajar untuk berjalan berdua dengan hanya pendampingan ibu
d)        Emosi: -
Fitrah yang dilibatkan: fitrah belajar
 


Perlengkapan:
-

Biaya: 5.000 untuk naik becak

#homeschooling
#kegiatanhomeschooling
#idehomeschooling
#inspirasihomeschooling
#homeschoolingibuerna
#homeschoolingKeenan
#Pendidikanberbasisfitrah
#HomeEducation
#UstadzHarrySantosa
#FitrahBasedEducation
#MenjagaFitrahAnak
#Fitrah

Piknik Yuk, Mak!

 Apa yang teman-teman pikirkan ketika mendengar kata ‘Piknik’? Topi dan kacamata hitam? Tikar dan rumput hijau membentang? Healing ? Kalau b...