Selasa, 12 April 2022

Piknik Yuk, Mak!

 Apa yang teman-teman pikirkan ketika mendengar kata ‘Piknik’?

Topi dan kacamata hitam?

Tikar dan rumput hijau membentang?

Healing?

Kalau begitu kita sama. Hehehe.

Namun, piknik yang akan saya ceritakan ini beda. Piknik ini adalah kegiatan salah satu komponen di Ibu Profesional yang bertujuan mencari dan menemukan ketua-ketua komponen yang baru. Atau kalau di masyarakat, kita mengenalnya dengan istilah Pemilu atau Pemilihan Umum. 

Gimana-gimana? Penasaran, kan?


Piknik, apaan sih?

Di Ibu Profesional, kegiatan-kegiatan yang serius dan menegangkan memang sering dikemas dengan sesuatu yang seru, seperti pemilihan para ketua komponen kali ini. Alih-alih penuh perdebatan dan suasana yang panas, Resource Center Ibu Profesisonal atau yang biasa kita sebut RCIP mengemas kegiatan ini dengan menyebutnya dengan 'Piknik'.


Bukan cuma sebutan kegiatannya saja yang unik, tapi visualisasi acaranya juga betul-betul dibuat seperti Piknik. Flyer-flyer yang disajikan penuh nuansa alam dan liburan. Ditambah lagi pengisi-pengisi acaranya memakai atribut-atribut piknik sehingga suasana piknik semakin terasa. Topi dan kaca mata hitam menjadi aksesoris yang sering dipakai ketika mensosialisasikan kegiatan ini.

Mba Uut, Sekjend Ibu Profesional,
sedang memperkenalkan tentang Piknik.
Sumber: FacebookGroup Ibu Profesional.


Di kegiatan ini, istilah-istilah lain yang digunakan juga kekinian. Misalnya ada istilah ‘bestie’ untuk panggilan para Leader Komponen, Sis Squad untuk pengurus, Makmin untuk maskot acara piknik, Gelar tikar untuk masa transfer knowledge dari pengurus, dan masih banyak lagi. Wah, beda banget sama pemilihan-pemilihan yang lain ya.


Berperan Aktif.

Di kegiatan piknik, pemilihan ketua komponen bisa dilakukan dari tiga jalur, yaitu jalur rekomendasi, jalur undangan, dan jalur mandiri. Untuk jalur mandiri, anggota perlu mendaftarkan diri sendiri untuk bisa menjadi kandidat.


Saat berbicara dengan 5 pengurus lainnya, saya sempat berpikir ada enggak ya yang mau ikutan jalur mandiri? Maklumlah ibu-ibu itu kan banyak kerjaannya. Ya ngurusin suami, ya ngurusin anak, ya mengasah passion. Kira-kira masih ada enggak ya waktu untuk ikut kegiatan ini.


Dari semua pertanyaan yang terbesit di benak saya, ternyata jawabannya ‘ada’. Dari obrolan sebentar tersebut, tiga orang kawan saya langsung mendaftar lewat jalur mandiri. Saya sempat kaget dan tidak percaya, tapi itulah yang terjadi. Dan beberapa hari kemudian, RCIP juga mengeluarkan info bahwa ada orang-orang yang juga mendaftar secara mandiri selain ketiga teman saya tersebut.

Infografis tentang Peserta Jalur Mandiri.
Sumber: Facegroup Ibu Profesional.

Melihat hal tersebut, saya jadi teringat tentang budaya berperan aktif di komunitas Ibu Profesional. Memang sejak awal saya bergabung di sini, budaya itu terasa kental sekali. Ketika ada tawaran untuk berkontribusi, maka para anggota akan bersemangat mengambil peran. Saya salut melihat semangat ini bisa terjaga sampai sekarang. 


Kerja Bersama.

Meski diselenggarakan oleh salah satu komponen, tapi kegiatan ini juga membuka kesempatan bagi anggota komponen lain untuk berpartisipasi. KLIP sendiri diajak untuk mengisi bagian copywriter. KLIP mengirimkan dua orang pengurus terbaiknya untuk bisa berpartisipasi dalam pemilhan raya ini.


Selain copywriter, ada juga posisi lainnya yang dibuka. Setidaknya ada empat posisi yang ditawarkan, yaitu ilustrator, desain, animator vidio dan vidiografer. Hal ini akan menjadi sebuah pembelajaran yang baik untuk para anggota di IP supaya bisa belajar lintas komponen. Program ini mengingatkan saya pada program Merdeka Belajar Kampus Merdeka dari Kemendikbud yang memperbolehkan mahasiswa untuk belajar lintas fakultas bahkan lintas Universitas demi bisa memperkaya pengetahuan dan wawasannya. Dan tentunya program ini juga bisa saling mengikat keakraban lintas komponen di dalam Ibu Profesional.


Penutup.

Itu dia cerita seru saya tentang piknik di Ibu Profesional. Saya sendiri sudah mengambil topi dan kaca mata hitam untuk ikutan. Kalau teman-teman?

Siap Piknik bareng Ibu Profesional.



Senin, 11 April 2022

Mengenal Sindrom Marfan

 

Mba Chusna adalah nama salah satu peserta bootcamp ibu Inklusif yang saya wawancara. Sejak membaca sekilah tentang perjalanan hidupnya, saya sudah menduga beliau ibu yang tangguh. Bagaimana tidak, beliau memiliki dua anak berkebutuhan khusus dengan jarak usia yang tidak terpaut jauh.


Saat pertama kali bercerita, suara beliau terdengar renyah dan menyenangkan. Ada getar keteguhan yang saya dengar di beberapa bagian saat beliau bercerita, terutama ketika menceritakan tentang kondisi anaknya. Saya sendiri mendengarkan dengan seksama dan ikut penasaran dengan keterbutuhan khusus anak sulung beliau. Dari ceritanya, diagnosa yang diberikan ke putrinya belum terlalu jelas. Hingga saat beliau ke Jogja, baru diketahui kalau anaknya menyandang Sindrom Marfan.


Mengenal Sindrom Marfan

Saya pribadi baru mendengar nama penyakit ini. Menurut Mba Chusna, sindrome marrfan merupakan duatu kelainan bawaan yang mempengaruhi jaringan ikat. Pasien dengan menyakit ini membutuhkan terapi dan treatmen selama hidupnya.

 

Gejala sindrom ini bisa dirasakan di hampir semua bagian tubuh. Hal ini disebabkan karena jaringan ikat sendiri berfungi sebagai penghubung antar jaringan dan organ tubuh, termasuk tulang manusia.


Pada anak sulung Mba Chusna, gejala ini sudah terlihat ketika anaknya masih berusia 18 bulan. Saat itu anaknya belum bisa jalan dan bicara. Selain itu, anaknya juga mengalami masalah pencernaan dan butuh pengobatan selama enam bulan lebih. Selain itu, usia tulangnya juga setengah dari usia biologisnya.


Kisah ibu dengan anak penyandang sindrom marfan

Perjalanan Mba Chusna sungguh membuat haru. Sampai sekarang, mba Chusna tetap perlu melakukan pengobatan medis bagi anak-anaknya. Namun, dari semua perjalanan tersebut, mba Chusna bertemu dengan konsep ‘tiga pilar’ sebagai support system anak berkebutuhan khusus. Konsep tersebut diperkenalkan oleh terapis kedua anaknya. 


Apa saja pilar-pilar tersebut? Ini dia penjelasannya:

Pilar pertama, orangtua. Pilar ini membangun lingkungan rumah yang mendukung proses kemandirian anak berkebutuhan khusus agar siap belajar bersama-sama teman non-difabel disekolahnya.

Pilar kedua, medis. Pilar ini memberikan bantuan dan arahan secara media kepada ABK. Baik dalam bentuk pengobatan, perawatan maupun perlakuan medis.

Pilar ketiga: sekolah inklusi. Pilar ini menyiapkan lingkungan belajar inklusif bagi ABK. Membantu dan mendukung mereka menekuni minat bakatnya agar bisa menjadi bekal untuk survive di masa depan.


Mba Chusna tidak hanya mempraktikan pilar-pilar ini di kehidupan pribadinya, tapi juga membagikan ilmu tersebut ke masyarakat. Salah satunya ketika beliau menjadi pemateri di Trancity Harmoni Ibu Profesional.

Mba Chusna ketika berbagi ilmu tentang tiga pilar
Sumber: Akun Instagram Chusna.ummusyifa


Penutup

Kisah lengkap tentang Mba Chusna ini ada di e-book yang akan dibagikan gratis saat launching tanggal 21 April nanti, InsyaAllah. Saya sendiri tidak sabar membaca cerita penulis-penulis lain yang juga para pejuang inklusif.


Sabtu, 09 April 2022

Wawancara dengan Penyandang Kanker Tiroid

 

Dua hari yang lalu saya berkesempatan mewawancarai seseorang yang inspiratif. Saya merasa terharu ketika pertama kali membaca ringkasan cerita kehidupan beliau. Begitu banyak lika-liku kehidupan yang sudah beliau lalui dan membuat mata berbinar-binar. Betul saja, baru sepuluh menit kami berbincang, air mata kami sudah tumpah. Rasa haru tidak bisa dibendung lagi.


Awal Cerita

Semua dimulai ketika saya dihubungi Mba Wulan. Beliau adalah panitia dari program Bootcamp Ibu Inklusif. Program ini merupakan program yang mengajak para ibu untuk lebih peduli terhadap isu-isu inklusifitas.

Pembukaan Bootcamp Duta Inklusif 2022.
Sumber: Instagram Ibu.Profesional.Official.

Mba Wulan mengajak Kelas Literasi Ibu Profesional (KLIP) untuk berkolaborasi. Beliau bilang ada banyak sekali kisah haru yang dibagikan oleh para peserta di WhatsApp Group mereka. Sayang sekali kalau itu tidak dibagikan ke masyarakat. Hal ini membuat beliau meminta saya selaku ketua KLIP untuk membantunya.


Awalnya beliau meminta kami untuk membuat e-magazine. Lalu saya sampaikan kalau hal terbaik yang saya punya adalah membuat buku. Sayapun menawarkan beliau untuk membuat e-book kisah inspiratif. E-book ini nanti akan dibagikan secara gratis untuk bisa memperkenalkan inkulisiftas lebih luas lagi. 


Mba Wulan langsung setuju. Beliau bilang sebetulnya beliau juga sempat terpikir hal tersebut, tapi urung disampaikan karena khawatir akan merepotkan kami. Jadi beliau sangat senang sekali ketika saya menawarkan hal ini.


Singkat cerita, disampaikanlah niat kami ini kepada peserta. Lalu, terkumpulah 25 peserta yang luar biasa. Selanjutnya mereka diberi pilihan: menulis kisah sendiri atau diwawancara. Dari keseluruhan peserta, ada enam orang yang memilih diwawancara. Dari sinilah pertemua saya dengan sosok inspiratif itu bermula.


Kisah yang Haru.

Di waktu awal, beliau menuliskan ringkasan hidup yang akan kami tuliskan. Saat membacanya, saya merasa kehidupan beliau tidaklah mudah. Beliau menjadi anak yatim sejak SMP dan memiliki dua saudara penyandang down syndrome. Beliau juga hidup dengan keterbatasan ekonomi sehingga perlu berjuang keras untuk bisa melanjutkan pendidikan.


Saat kuliah, ibunya meninggal dan beliau yang menjadi kepala keluarga. Beliau menanggung hidup dua adik, satu nenek, dan dua saudaranya yang down syndrome. Bukan Cuma itu, beliau juga terkena penyakit hipertiroid dan didiagnosa kanker tiroid setahun setelahnya.


Sepanjang wawancara, beliau bilang kalau beliau sering sekali ada di ujung ajal. Rasa varian sakit yang ada di dunia ini rasanya sudah pernah beliau coba. Namun beliau tetap berpikiran positif dan melakukan apa yang bisa beliau lakukan untuk bisa bertahan hidup, salah satunya yaitu memperbaiki pola hidup sehat melalui makanan dan pikiran.


Beliau bilang ada hubungan antara pola makan dan pola pikiran. Ketika beliau mulai mengkonsumsi real food dan menghindari makanan kemasan, stres beliau mulai berkurang. Beliau juga lebih mampu berempati ke orang lain dan lebih sayang keluarga. Beliau juga mulai berubah dari yang tadinya minta dipahami oleh lingkungan, sekarang beliau yang memilih untuk lebih memahami orang-orang di sekitarnya. 


“Ternyata benar, kita perlu sehat dulu sebelum bisa menyehatkan orang lain,” begitu katanya sambil tertawa ringan.


Pola Hidup Sehat dan Ibu Profesional.

Momen saat beliau berkenalan dengan pola hidup sehat bersamaan dengan momen ketika beliau berkenalan dengan Ibu Profesional. Di komunitas ini, beliau juga semakin memantapkan passionnya di bidang hidup sehat. Beliau ikut berbagai kegiatan belajar tentang tema ini baik dari dalam maupun luar negeri. Hal ini membuat beliau berhasil mendapatkan sertifikat keahlian utama di Bunda Produktif beberapa waktu lalu.


Narasumber Pola Pikir dan Hidup Sehat Alami.
Sumber: Instagram Ibuprofesional_Bekasi

Bukan cuma itu, beliau juga berbinar ketika diamanahi sebagai penanggung jawab (PJ) kegiatan berkebun non-sampah. Beliau merasa senang karena ternyata meskipun kondisi beliau penuh penyakit, tapi beliau bisa bermanfaat untuk orang lain. Beliau juga cerita ada banyak manfaat yang beliau dapatkan dari komunitas ini. Berbagai ide kegiatan yang beliau dapatkan di komuntas juga beliau implementasikan di divisi kantornya sehingga divisi tersebut mendapat predikat sebagai divisi yang paling berpengaruh di perusahaannya.


Beliau bilang bahwa beliau ingin terus berbagi ke komunitas ini. Beliau menyadari bahwa hidup itu tidak hanya tentang ‘tangan di bawah’, tapi juga tentang berbagi dan melayani. Itu alasannya kenapa beliau selalu bersedia dan bersemangat untuk mengambil peran. Beliau berusaha menyesuaikan antara kondisi kesehatan beliau dengan jadwal di komunitas sehingga semuanya bisa terjaga.


Penutup

Kisah lengkap tentang beliau sudah saya tulis dan InsyaAllah akan dikumpulkan bersama puluhan kisah lainnya di e-book ‘Kisah Para Pejuang Inklusif.’ E-Book ini akan dilaunching bertepatan dengan hari Kartini pada tanggal 21 April 2022.  


Ada yang penasaran bagaimana kisah lengkap beliau? Nantikan ceritanya ya.


Sabtu, 22 Februari 2020

Review Kafe Sastra. Kafe Rasa Perpustakaan!


Halo mommies semua! Selamat siang! Apa kabar?

Kalau saya lagi happy banget, nih. Setelah sekian purnama nggak bisa ikutan kegiatan offline, kali ini saya bisa belajar bareng sama Rumah Belajar Menulis Jakarta. Dan yang bikin lebih seneng lagi, kegiatannya diadain di Kafe Sastra Balai Pustaka.

Minggu, 28 Oktober 2018

Dasar dari Sebuah Hubungan Menurut buku “Peaceful Parent, Happy Kids”




Menurut penulis buku ini, ia banyak menemui keluarga yang mengalami krisis ketika anak berada pada usia tertentu. Yang pertama adalah saat anak berada di usia sekitar 13 bulan, yaitu saat dimana anak memasuki usia balita dan mulai bisa tantrum. Pada titik ini, orangtua akan berusaha untuk mencari strategi yang positif agar anak bisa tetap merasa aman dan orangtua tetap bisa memberikan arahan, sambil meyakinkan anak bahwa orangtua tetap ada disamping mereka. Menurut penulis buku ini, keluarga yang seperti ini adalah keluarga yang menawarkan win-win relationship, asalkan mereka tetap saling mendengarkan, menghindari hukuman, dan berusaha menghindari keretakan. Keluarga yang seperti ini juga diprediksi akan memiliki kedekatan dengan anak di sepanjang hidup mereka.
Lalu, bagaimana dengan keluarga yang memberikan hukuman bagi anaknya? Menurut penulis buku ini, hal ini sama saja seperti mendorong anak lebih menjauh dari orangtua dan justru membuat pengaruh orangtua berkurang terhadap kehidupan anak tanpa mereka sadari. Menurut penulis buku ini, selama orangtua menakut-nakuti anak dan menjalankan time out, anak akan mematuhi orangtua secara langsung. Tapi keinginan mereka untuk mendengarkan orangtuanya akan semakin berkurang setiap kali orangtua memberikan hukuman. Dan saat mereka berusia 5-6 tahun, saat secara fisik mereka sudah terlalu besar untuk bisa dikontrol, maka sikap mereka akan berubah menjadi pembangkang. Dan hal ini akan terus meningkat hingga usia remaja, ketika seorang anak sudah bisa pergi keluar dari rumahnya untuk mencari cinta di tempat-tempat yang salah, dan tanpa disadari, mereka justru menolak perlindungan dari keluarganya.
Nah, menurut penulis buku ini, jika ada orangtua yang sudah terlanjur menghukum anaknya, maka jadikanlah tulisan ini sebagai alarm. Setelah itu, anak anda akan mencintai anda. Dan bahkan dalam kebanyakan waktu, mereka akan mendengarkan orangtuanya. Dan tentu saja dalam beberapa tingkatan. Karena anak dirancang untuk mencintai orangtuanya - bahkan jika orangtuanya telah menyakitinya sekalipun. dan jika kita menghukum mereka, anak kita akan memiliki bukti yang cukup bahwa kita tidak selalu ada disamping mereka. jadi, hukuman akan mengurangi pengaruh orangtua terhadap anak dan akan mengikis kedekatan kita terhadap anak, yang akan terlihat jelas ketika mereka menjadi dewasa dan mulai tidak memiliki ketergantungan terhadap kita.
Lalu pertanyaannya adalah, apakah jika saya baru menyadari sekarang, itu artinya sudah terlalu terlambat? Menurut penulis buku ini, jawabannya tentu saja tidak. Orangtua akan selalu bisa memperkuat hubungan dengan anaknya meskipun hubungan terasebut sudah rusak. Tapi tentu saja hal ini membutuhkan kerja keras, niat yang tulus, dan rasa cinta yang besar.
Bagaimana cara membuat hubungan yang mendalam dengan anak

Dalam buku ini, penulis mengajak pembaca untuk berasumsi bahwa kita butuh memberikan waktu untuk menciptakan hubungan yang baik dengan anak kita. Quality time adalah sebuah mitos, karena tidak ada tentang keberpalingan dalam menciptakan sebuah kedekatan. Coba bayangkan jika kita bekerja selama seharian dan tidak menghabiskan waktu sore kita bersama suami, dan hal ini kita lakukan selama 6 bulan. Apakah suaim kita akan bisa terbuka dengan kita? Penulis buku ini menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban “tidak”. Kenapa? Karena dalam suatu hubungan, tidak ada kualitas jika tidak ada kuantitas. Kita tidak bisa berharap memiliki hubungan yang baik dengan anak kita jika kita seharian bekerja dan anak kita seharian bermain bersama teman, gadget atau pengasuhnya. Jadi, meskipun kita merasa tertekan dengan pekerjaan dan juga dengan kehidupan sehari-hari, jika kita ingin memiliki hubungan yang dekat dengan anak kita, kita perlu menyediakan waktu luang – setiap hari – untuk menciptakan kedekatan dengan anak.
Kita memperoleh kepercayaan anak kita melalui perilaku kita sehari-hari: misalnya saat kita memenuhi janji untuk bisa bermain bersama mereka, menjemput mereka tepat waktu, memahami mereka ketika mereka belum bisa menjadi yang terbaik. Sebetulnya, kita tidak perlu melakukan sesuatu yang spesial untuk membangun hubungan yang baik dengan anak kita. Kabar baik dan sekaligus kabar buruknya adalah, setiap interaksi yang kita lakukan akan mempengaruhi bagaimana hubungan kita dengan anak. Saat berbelanja bersama atau saat mandi sekalipun bisa menjadi sama pentingnya seperti saat kita mempersiapkan pesta ulangtahunnya. Bagaimana orangtua menghandle setiap tantangan yang mereka hadapi akan menjadi satu batu bata yang yang dibutuhkan untuk membangun pondasi hubungan antara orangtua dengan anak dan juga pondasi jiwa mereka. karena sebagian besar hidup kita adalah tentang bagaimana kita mengatur kegiatan sehari-hari kita bersama anak-anak, oleh karena itu penting bagi kita untuk menjalani rutinitas kita dengan cara yang menyenangkan, penuh tawa dan kehangatan dibandingkan hanya meminta anak mengerjakan jadwal harian mereka. Dan bermain adalah cara yang paling mungkin dilakukan untuk mengurangi ketegangan dan membangun kepercayaan dengan anak kita.
Namun sayangnya, kehidupan, dengan segala gangguan yang tak terbatas dan juga perpisahan yang terjadi secara terus-menerus, selalu memiliki cara untuk mengikis suatu hubungan. Pekerjaan, sekolah, rasa lelah, dan tanggung jawab agar anak kita tetap mematuhi jadwal hariannya yang sibuk membuat kita sulit menciptakan hubungan yang mendalam. Faktanya, bagi anak kecil, saat-saat dimana perhatian orangtuanya berada di tempat lain selain dirinya, itu diartikan sebagai suatu bentuk perpisahan. Itu alasannya kenapa mereka sering bertingkah ketika orangtuanya mendapatkan telepon atau mulai memasak makan malam. atau bahkan ketika orangtua meminta anaknya untuk mengerjakan suatu tugas, dia mungkin akan melakukan hal-hal yang tetap membuat orangtuanya memberikan perhatian.
Itu alasannya kenapa semua orangtua butuh terkoneksi kembali dengan anak mereka, hanya untuk mengembalikan hubungan mereka yang terkikis oleh perpisahan-perpisahan dan gangguan-gangguan yang normal terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pengasuhan yang efektif hampir tidak mungkin terjadi hingga koneksi yang positif antara orangtua dan anak kembali terbangun. Jadi, berpikirlah bahwa hal ini merupakan suatu cara pencegahan sebelum suatu masalah terjad di masa depan.
Orangtua biasanya menjadi tempat berlabuh dan juga kompas bagi seorang anak. Ketika mereka terpisah dengan orangtuanya, mereka butuh pengganti, jadi mereka mengorientasikan diri mereka pada orang-orang di sekitar mereka seperti guru, pembimbing, gadget, atau teman sebaya. Jadi saat kita mengembalikan fisik mereka ke dalam orbit kita, maka usahakanlah untuk mengembalikan emosinya juga ke dalam orbit kita.




Sumber:

Markham, L. 2012. Peaceful Parent, Happy Kids (How To Stop Yelling and Start Connecting). New York: Penguin Group.

Selasa, 16 Oktober 2018

Cara Mempererat Ikatan dengan Anak usia Sekolah Dasar (6-9 tahun) Menurut buku “Peaceful Parent, Happy Kids”


Oleh: Ernawati, Mpsi., Psikolog.

Membangun pondasi untuk masa-masa remaja
Apa yang terjadi pada usia ini? Menurut buku ini, biasanya anak-anak usia sekolah dasar terlihat lebih mudah diatur. Mereka memiliki kontrol diri, lebih bisa diajak kerja sama dan lebh peka.
Tapi permasalahannya di masa ini, biasanya orangtua sibuk dengan kehidupan dunianya seperti mengurus rumah tangga, menyiapkan makan malam, sedangkan anak-anak sedang mencoba untuk membentuk diri mereka sendiri di masa depan.
Biasanya pada masa ini, orangtua sangat merasa kelelahan dan kewalahan dengan permasalahan hidupnya dan sangat merasa lega ketika anak lebih sering berinteraksi denga n para teman sebayanya.
Konsekuensinya, ketika kita menghabiskan waktu kita sehari-hari dan waktu wiken kita dengan berolahraga sendiri, gadget atau tidur selama seharian, akan sangat mudah bagi kita untuk menjadi sangat jauh dengan anak. Karena pada masa ini, anak sangat merasa cukup dengan dirinya sendiri, sangat menyenangi kehidupan mereka dengan teman-teman mereka, dan sangat sibuk dengan gadget mereka sendiri. Mungkin kita belum bisa melihat ini secara langsung, tapi perlahan-lahan pengaruh kita terhadap kehidupan mereka akan pudar, sejalan dengan kondisi anak kita yang mulai membentuk dirinya sendiri dengan norma yang berlaku di pertemanannya dan juga melalui gambaran yang ada di media.
Anak secara alamiah akan senang bersama teman-temannya dan tertarik pada media untuk mencari tahu apa sebetulnya norma sosial yang berlaku. Yang bahaya adalah ketika seorang anak tidak terikat secara erat dengan orangtua mereka dan tidak lagi menjadikan orangtuanya sebagai bintang utara mereka, maka mereka akanmulai berorientasi kepada nilai-nilai yang berlaku di lingkungan pertemanan mereka atau di media. Jika kita tidak memiliki hubungan yang dekat dengan anak kita sebelum mereka masuk ke sekolah menengah, maka mereka akan mencari kedekatan dan bimbingan dari orang lain. Yang menyedihkan adalah, ketika kita mulai sadar bahwa anak kita lebih memilih teman-temannya daripada orangtuanya sendiri, saat itu kita sudah sulit lagi untuk mendapatkan perhatian mereka kembali.
Target utama  kita ketika anak berada di sekolah dasar adalah membangun hubungan yang kuat dengan anak kita, yang akan menyeimbangkan pengaruh dari pertemanan sosial anak dan juga menjadi pondasi penting bagi anak untuk menghadapi masa-masa remajanya. Bagaimana caranya?

1.      Ciptakan rutinitas dalam keluarga yang dapat mempererat ikatan
Pertemuan dengan orangtua, makan bersama, pergi bersama ayah setiap malam minggu untuk membeli keperluan rumah. Apapun kegiatan yang kita kerjakan di rumah, jadikan itu sebagai bentuk untuk mempererat ikatan dan jadikan itu sebagai rutinitas. Sehingga setiap anggota keluarga akan merindukan saat-saat itu dan kegiatan itu benar-benar bisa mereka rasakan.
2.      Tolaklah keinginan untuk berkegiatan dengan orang lain. Dan sebagai gantinya, habiskanlah waktu kita dengan anak. Masa ini adalah masa yang tepat untuk membangun pondasi bagi hubungan orangtua dengan anak-anak di masa mendatang.
3.      Pekalah terhadap keinginan anak untuk menjadi mendiri. Kedewasaan tidak datang secara langsung. Kadang-kadang kita perlu mengalami kemunduran terlebih dahulu dan itu hal yang normal. Ingatlah bahwa setelah masa dimana anak membutuhkan kemandirian seperti tidur sendiri, anak anda akan memiliki sedikit ketergantungan kepada anda. Jadi daripada kita bertingkah seperti usia mereka, lebih baik kita memenuhi kebutuhan mereka dengan cara membangun hubungan yang mendalam.

Dalam buku ini, penulis mengingatkan bahwa sebagai orangtua, seringkali kita merasa baru saja menyelesaikan toilet training untuk anak kita, padahal sekarang usianya sudah memasuki usia sekolah dasar. Dan sebentar lagi masa-masa remaja akan datang. Ini adalah kesempatan terakhir bagi orangtua dan kesempatan terbaik untuk dekat dengan anak. Maka ambillah kesempatan ini untuk menciptakan sebuah hubungan yang manisS, karena masa ini adalah masa terakhir dimana orangtua masih menjadi pusat kehidupan mereka.



Sumber:

Markham, L. 2012. Peaceful Parent, Happy Kids (How To Stop Yelling and Start Connecting). New York: Penguin Group.

Piknik Yuk, Mak!

 Apa yang teman-teman pikirkan ketika mendengar kata ‘Piknik’? Topi dan kacamata hitam? Tikar dan rumput hijau membentang? Healing ? Kalau b...